Part 47

2.2K 60 0
                                    

"Kamu samperin dia gih. Rangga butuh kamu. Lea pasti capek sekarang, giliran kamu yang jaga dia," titah Shella.

"Dih, apaan? Emang dia anak gue apa? Gak mau gue, gak sudi gue jagain tuh anak, dia bukan anak gue, ya!" tolak Jidan mentah-mentah.

"Lagi pula ya, meskipun dia istri gue, dia itu bukan istri yang sah secara agama dan negara. Istri gue, tetep lo."

"Sama aja, sama-sama istri kamu," timpal Shella.

"Beda dong! Gue nikah sama dia itu karena terpaksa–"

"Sama aku juga terpaksa 'kan? Kamu juga dulu nolak aku, cuman karena Mama, makanya kamu mau. Jadi... apa bedanya?" potong Shella.

"Ayolah... itung-itung belajar buat nanti kalo kamu punya anak beneran," bujuk Shella.

"Gimana mau punya anak? Usahanya aja gak pernah," celetuk Jidan.

"Jidan!"

"Iya-iya!" Dengan langkah yang terpaksa, Jidan menghampiri Lea yang sedang membawa Rangga.

"Kasih anak lo ke gue, biar gue yang jagain. Lo istirahat aja," pinta Jidan.

"Gak usah, aku bisa sendiri," tolak Lea, ia tak enak.

"Lo budeg?"

Dengan cepat Lea memberikan Rangga pada Jidan. Sampai kapan, ia bersandiwara seperti ini? Ia sungguh tidak enak hati dengan Shella.

Shella tersenyum saat Rangga berada di pangkuannya Jidan. Ia pun menghampirinya.

"Lucu banget... gemes pengen cubit pipinya," kata Shella saat melihat wajah Rangga.

Lea yang lelah pun pergi ke dalam untuk beristirahat, dan menyerahkan Rangga pada Jidan dan Shella.

"Mau?"

"Mau apa?" tanya Shella.

"Bayi."

"Kapan-kapan aja," jawab Shella.

"Padahal kalo mau sekarang juga gue siap," goda Jidan.

"Ngeres banget sih tuh otak!"

Setelah pulang dari basecamp, Jidan tak kembali lagi ke tempat itu. Ia ingin menghabiskan banyak waktu dengan istrinya, ia ingin belajar untuk mencintainya.

Makan malam tiba. Shella sudah menyiapkan banyak makanan di atas meja makan, dan Jidan juga sudah duduk di sana. Hanya Lea sendiri yang tak ada di sana.

"Lea ke mana, kenapa dia gak turun juga?" tanya Shella, karena Lea tak bergabung dengan dirinya dan Jidan.

"Mana gue tahu," ketus Jidan.

"Aku bakal panggil dia, dia pasti belum makan." Shella bangun hendak memanggil Lea untuk turun dan makan.

"Ngapain sih? Biarin ajalah, mau dia makan atau enggak, itu terserahnya, ngapain lo urus-urus dia? Cukup gue yang perlu lo urusin, ngerti?" komen Jidan.

"Egois," balas Shella. Ia tak mempedulikan komentar dari Jidan itu, keinginannya untuk memanggil Lea akan tetap ia lakukan.

Tok! Tok! Tok!

"Lea! Makan malam udah siap, ayo turun, kita makan bareng!" kata Shella di luar pintu kamar Lea.

Lea membuka pintunya, "Kamu duluan aja, aku nanti aja."

"Lho, kok gitu? Ayolah, kamu belum makan 'kan?" bujuk Shella menarik tangan Lea.

"Gak bisa Shella, Rangga belum bisa tidur. Gak mungkin aku tinggalin dia dan pergi sama kamu, terus aku juga belum mandi," tutur Lea.

Dijodohkan dengan Ketua Geng [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang