Part 50

2.4K 49 0
                                    

"Emm... kayaknya aku harus pikir-pikir dulu, deh," balas Shella membuat Jidan kesal dan merajuk.

"Iya-iya, masih gantengan kamu daripada dia."

Jidan mengukir senyum manis di bibirnya.

***

"Kak Cantik, ayo main bianglala!" pekik Zena.

"Iya, ayo."

Zena menggandeng tangan Shella dan Fauzan, dan meninggalkan Jidan untuk masuk ke bianglala.

Jidan mendengus kesal, "Sial-sial."

Zena terlihat begitu senang saat menaiki bianglala itu bersama Fauzan dan Shella.

"Kak Cantik, mau gak jadi pacarnya Kak Fauzan?" celetuk Zena.

"Hah?"

"Zena, Kak Cantik udah nikah dan punya suami. Mana bisa, dia jadi pacar Kakak?" tegur Fauzan pelan.

"Ya udah, pisah aja dan nikah sama Kakak," balas Zena enteng.

"Shell, maafin ya," ucap Fauzan mewakili Zena.

"Iya, gak papa. Wajar kok," balas Shella rendah hati. Namun, dalam hatinya, ia merasa tak nyaman dijodoh-jodohkan seperti ini dengan Fauzan.

Setelah lumayan lama bermain dengan Zena, Shella memutuskan untuk beristirahat. Ia menghampiri Jidan yang sedang duduk sendiri sejak tadi ia meninggalkannya.

"Jidan, aku bener-bener minta maaf. Aku sama sekali gak tahu, kalo kejadiannya bakalan kayak gini," tutur Shella dengan sedih.

"Kejadian apa?" tanya Jidan membalikan tubuhnya menghadap pada Shella.

"Kejadian ini. Kejadian yang membuat kamu tersingkirkan, karena adanya Fauzan," jawab Shella.

"Oh itu."

"Iya, gak papa, gue ngerti kok. Ya... walaupun gue rada kesel dikit sama tuh bocah. Gue ngerasa jadi obat nyamuk buat kalian berdua. Padahal, nyatanya mereka yang jadi obat nyamuk diantara kita," tutur Jidan mengeluarkan semua isi hatinya yang sudah lama ia pendam.

"Tapi, udahlah. Lagipula si Zena itu masih kecil, dia gak salah apa-apa. Gue masih bisa terima itu."

Shella tersenyum melihat sikap Jidan saat ini. Sekarang Jidan mulai berubah, ia mulai bersikap sabar, tidak seperti dulu yang tidak sabaran.

"Apa nih?" tanya Jidan melihat Shella yang bangkit dan mengulurkan tangan padanya.

"Simpen tangan kamu di atas tangan aku," titah Shella.

Bukannya memberikan tangannya, Jidan malah menyimpan satu es krim rasa Oreo pada telapak tangan Shella.

"Ini apa?" kaget Shella.

"Lo buta? Itu es krim, kesukaan lo," jawab Jidan.

"Iya tahu es krim. Ada maksud apa, kamu kasih aku es krim?"

"Gue tadi bosen di sini terus sendiri, dan gue kepikiran buat beliin lo ini. Udah lama gue gak kasih es krim lagi buat lo," jelas Jidan.

Jidan begitu manis dan perhatian, membuat hati Shella meleleh.

"Biar gue yang bukain." Jidan bangkit, dan mengambil es krim itu kembali dan membukanya untuk Shella.

Sementara Shella, ia hanya mengulum senyum dengan perhatian kecil dari Jidan.

Fauzan memperhatikan mereka dari kejauhan, "Mereka deket banget. Dan Shella, dia keliatan bahagia bareng Jidan kebanding sama gue."

"Ini." Jidan mengembalikan kembali es krimnya yang sudah ia buka kemasannya.

"Makasih." Shella menerimanya dan mulai memakan es krim itu.

"Bentar." Tiba-tiba saja Jidan menjeda Shella yang sedang asik memakan es krim.

"Di bibir lo ada es krim," lanjut Jidan. Kini jantung Shella berdetak kencang, pikirannya menjadi tak karuan.

***

"Mas-Mas!" panggil seorang lelaki muda dengan beberapa kertas di tangannya. Dan membuat langkah Shella dan Jidan terhenti karenanya.

"Iya?"

"Mas anak motor?" tanyanya.

"I-iya..." jawab Jidan terbata-bata. Mengapa lelaki asing ini bisa tahu jika dirinya seorang anak motor?

"Keliatan dari pakaiannya, Mas pake jaket kulit, biasanya kalo style-nya kayak Mas gini anak motor," katanya.

"Oh."

"Mas, kalo mau ajak dia balapan, saya gak ijinin!" sahut Shella.

"Mbak, jangan larang dulu. Di sini, saya mau nawarin Mas nya, acara balapan yang bergengsi, di sirkuit, bukan balapan liar kok."

"Dan kalo menang, untungnya gede, Mbak. Menang lima puluh juta!" rayu lelaki itu pada Shella, agar mengijinkan Jidan untuk ikut acara balapan ini.

"Lima puluh juta?!" kaget Jidan bukan main.

"Iya, Mas. Saya percaya, Mas jago 'kan pake motornya, jadi... pasti Mas menang balapan ini," balasnya.

Ini sangat menguntungkan, jika ia menang, ia bisa membantu ekonomi keluarganya yang sedang tidak baik-baik saja saat ini. Tapi, apa Shella akan mengijinkannya?

"Mas, kalo minat hubungi aja nomor yang ada di poster ini." Lelaki itu memberikan sebuah poster pada Jidan lalu pergi dari sana.

Jidan menoleh pada Shella, "Aku gak bakalan ijinin kamu ikut balapan ini!"

"Tapi, untungnya gede banget, Shell. Kita bisa nabung pake uang ini buat keseharian kita," timpal Jidan.

"Kamu udah janji kalo kamu gak bakal balapan lagi, lupa?"

"Tapi–"

"Gak ada tapi-tapi. Keputusan aku udah mutlak, gak bisa diganggu gugat lagi!" tegas Shella.

Malam harinya...

"Bi, buatin nasi gorengnya satu, pake potongan timun juga," pinta Jidan pada art-nya.

"Siap, Mas." Bi Surti segera membuat nasi goreng untuk Jidan, dan Jidan, ia duduk santai menunggu di meja makan.

"Kalo gue menang, duitnya buat dia juga!" umpat Jidan mengingat kejadian tadi saat ia ditawari event balap tadi.

Tak lama, Bi Surti datang dengan nasi goreng di tangannya, dan menyimpannya di atas meja di hadapan Jidan.

"Makasih, Bi." Jidan sudah bersiap untuk melahapnya. Shella tiba-tiba datang ke sana, nafsu makannya kini sudah menghilang.

"Mau dong!" Shella mendekat pada Jidan. Namun Jidan hanya acuh, lelaki itu segera pergi dari sana, tanpa memakan nasinya dahulu.

"Kenapa Jidan kayak menghindar dari aku?" batin Shella.

"Kenapa sama Mas Jidan?" sahut Bi Surti.

"Gak tahu, Bi."

Jidan pergi ke kamarnya. Jujur saja, ia masih kesal karena Shella melarangnya untuk ikutan balapan. Padahal, ia pasti menang karena ia sangat jago masalah balapan ini.

Mengetahui Shella akan datang ke sana, Jidan segera melompat ke atas ranjang dan berpura-pura sudah tertidur dengan pulas.

"Udah tidur ternyata," kata Shella saat mengetahui Jidan sudah tertidur pulas.

Gadis itu tak menyadari ada yang aneh dengan Jidan. Ia berpikir positif saja, seakan-akan tak ada yang terjadi sesuatu diantara mereka berdua.

"Jidan, kamu bisa anter aku ke rumahnya Fauzan gak? Zena ngerengek gak mau makan, aku takut dia sakit gara-gara dia enggak makan," ujar Shella yang terlihat terburu-buru.

"Gue gak bisa, gue sibuk mau nongkrong sama anak-anak. Lo pergi aja sendiri pake taxi atau ojek online," tolak Jidan yang sedang terduduk santai di sofa, sambil memainkan handphonenya.

"Gak lama kok, cuman bentar aja. Aku janji gak bakal ganggu waktu kamu nongkrong sama temen-temen kamu," mohon Shella.

Tinggalkan jejak, makasih!
Jangan lupa vote dan follow juga ya 😊

Dijodohkan dengan Ketua Geng [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang