Part 54

2.4K 60 1
                                    

"Jidan," panggil Shella.

"Ya?"

"Aku pengen nanya."

"Nanya soal apa?" tanya Jidan.

"Kamu gak kerja, aku juga gak kerja. Kita dapet uang dari mana? Dari Kak Mahen?" timpal Shella membuat Jidan terdiam sejenak.

"Sebenernya, gue punya tabungan. Dan kita hidup itu dari uang tabungan itu," jawab Jidan.

"Kalo kamu gak kerja, dan terus ngandelin tabungan itu, lama-lama bisa abis."

"Ya, iya."

"Terus, gimana dong? Biaya rumah sakit pasti mahal banget, kalo kita bayarnya pake uang tabungan itu, kita nanti makan apa?" tanya Shella panik.

"Gue berhasil bawa pulang uang tiga puluh juta. Jadi... lo gak usah panik, kita mau makan apa nanti," ujar Jidan.

"Tiga puluh juta?!"

"Iya. Karena gue cuman menang tiga putaran, jadi gue cuman bisa bawa pulang tiga puluh juta," jelas Jidan.

"Maafin gue ya, gue udah ngeyel sama lo. Lo udah larang gue buat balapan, tapi gue tetep aja lakuin. Gue minta maaf ya."

"Waktu itu gue gak bisa mikir panjang, yang gue pikirin cuman dapetin uang itu. Gue bingung, tabungan gue menipis, gue gak kerja, minta sama Bang Mahen pun gak mungkin, gak enak sama Kak Mina," tutur Jidan.

"Jadi... alesan kamu pengen ikutan balapan itu karena kamu tabungan kamu udah mulai menipis?" Jidan mengangguk.

"Astaga, aku gak tahu semua ini. Kalo aku tahu, aku gak bakalan larang-larang kamu. Aku minta maaf ya..." Shella menyentuh tangan Jidan.

"Lo gak salah, gue yang salah. Seharusnya gue jujur sama lo dari awal, dan bukannya marah-marah dan bentak lo juga," ujar Jidan.

"Tapi, beneran, aku minta maaf. Aku gak tahu kalo ini alasannya, padahal kamu lakuin ini buat aku juga." Shella merasa bersalah karena telah melarang-larang Jidan, ia tidak tahu jika alasannya seperti ini.

"Besok, gue bakalan cari kerja. Gue gak mau kasih makan istri gue pake batu."

"Kerja apa?"

"Gue juga gak tahu. Gue gak punya pengalaman kerja."

"Jidan, tolong ambilin handphone aku," pinta Shella menunjuk pada meja di samping Jidan.

"Buat apa handphone?"

"Aku kemarin kalo gak salah nemuin loker," jawab Shella. Jidan mengambil handphone Shella dan memberikannya.

Shella mulai membuka sosial medianya dan mulai mencari di kolom pencarian. Jidan, lelaki itu hanya menyimak dari samping.

"Nih, ada loker. Lumayan gajinya, cukup buat kita makan sehari-hari." Shella menunjukkan layar handphonenya pada Jidan.

"OB?" Jidan menaikan satu alisnya. Shella mengangguk.

"Tapi..." Jidan merasa bimbang, apa ia harus bekerja sebagai OB? Tidak ada pekerjaan lain kah?

"Jidan, gak penting bentuk pekerjaan itu jadi apa, yang terpenting uangnya itu halal," nasehat Shella.

"Bener 'kan, kata aku?"

"Iya, gue bakal coba lamar kerja di perusahaan itu. Doain ya." Jidan pasrah, selagi uang itu bukan uang yang haram, tidak ada salahnya juga. Lagi pula, dengan cara itu ia bisa meningkatkan ekonominya.

Setelah beberapa hari dirawat, Shella kini boleh pulang, dengan catatan tidak boleh banyak bergerak dulu, karena luka jahitannya masih belum kering total.

Dijodohkan dengan Ketua Geng [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang