Part 53

2.4K 58 1
                                    

Shella menjatuhkan tubuhnya, Jidan dengan cepat menangkap tubuhnya, agar tak terjatuh ke atas tanah.

"Shella!" Jidan begitu shock melihat sebuah pisau tajam itu menancap pada perut istrinya.

Ohok-ohok!

"Darah," lontar Jidan melihat dari mulut Shella mengeluarkan darah.

"Jidan, sakit..." lirih Shella dengan suara yang lemah.

Jidan menoleh ke arah pisau yang sedang menancap itu, segera ia cabut dan ia lemparkan ke sembarang arah.

Shella menggenggam tangan Jidan dengan erat, menahan sakit yang begitu hebat di perutnya.

Gadis itu menatap wajah Jidan yang terlihat begitu khawatir dan panik melihat keadaannya. Ia tersenyum melihat Jidan yang begitu khawatir dengannya.

Ia mengangkat tangannya, mencoba menyentuh pipi Jidan. Tetapi, belum sempat ia sentuh pipi itu, Malaikat sudah lebih dulu mengambil nyawanya. Tangan itu langsung terjatuh ke atas tanah.

"Shella, bangun Sayang... jangan tinggalin aku." Jidan mengguncangkan kepala Shella, agar gadis itu tersadar.

"Sialan lo!" hardik Jidan pada seseorang yang sudah tega membunuh istrinya itu. Kini, ia kehilangan semua sumber kebahagiaannya.

Jidan menyatukan wajahnya dengan wajah Shella, "Sayang, bangun... aku janji bakalan nyatain cinta aku ke kamu setiap hari, kalo kamu bangun."

Air mata terus berjatuhan mengenai wajah gadis itu. Belum sempat ia balas perasaannya, kini dia sudah meninggalkannya untuk selama-lamanya.

"Jangan tinggalin gue, jangan tinggalin gue... gue masih butuh lo di samping gue."

Jidan mencium keningnya sambil menangis, hanya itulah yang bisa ia lakukan sekarang.

Ia memeluk wajahnya dan terus menangis. Jidan kembali mengingat masa-masa bahagianya bersama Shella. Kini, ia menyesal telah mengabaikan istrinya itu dan selalu membuatnya kecewa dan sakit hati saat masih hidup. Sekarang ia benar-benar kehilangan sosok yang selalu memberikan dirinya kekuatan dan selalu mendukungnya.

"Jidan, sakit banget..." rintih Shella berhasil membuat Jidan tersadar. Ternyata itu tadi hanyalah khayalannya saja, Shella tak benar-benar meninggalkannya.

"Lo tahan bentar, kita ke rumah sakit sekarang." Jidan mengangkat tubuh Shella. Ia segera berlari menuju rumah sakit, di sekitar sana betul-betul tak ada taxi sama sekali, mengharuskannya untuk berlari sambil membawa Shella.

Darah terus bercucuran dari perut Shella mengenai lengan Jidan.

***

Kini mereka sudah sampai di rumah sakit. Shella segera dibawa oleh para suster dan dimasukan ke ruangan UGD.

"Mohon maaf, Mas. Mas harus tunggu di luar, biar dokter yang menanganinya," larang suster mencegah Jidan untuk ikut masuk.

"Tapi, dia bakalan baik-baik aja 'kan?"

"Kami akan berusaha. Mas, berdoa aja, biar Mbaknya selamat," jawab suster.

Suster itu langsung masuk. Jidan mengusap kasar rambutnya, ia gelisah takut Shella terjadi kenapa-kenapa.

"Kenapa tadi gue bisa kepikiran kayak tadi? Apa ini pertanda buat gue?" gumam Jidan.

Jidan terus saja overthinking, mengapa ia bisa berkhayal seperti itu tentang Shella?

Setelah menunggu beberapa menit, Dokter datang. Jidan segera bangkit dan menanyakannya kondisi Shella sekarang.

"Anda ini keluarga pasien, atau..."

Dijodohkan dengan Ketua Geng [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang