Sebenernya sy agak takut nulis bagian-bagian ini, haha
Met mbaca
****
"Ada orang aneh di sekitar rumahmu?"
Arin mengangguk. "Karena itulah Ray ngotot nganter melulu."
"Sebentar, apa di rumahmu enggak ada satpam?" tanya Danang.
"Ada, tapi sepanjang yang kulihat, orang itu ada di tempat yang enggak terjangkau pos satpam." Arin merenung sedikit. "Pasang CCTV mahal, ya?"
"Enggak patroli malam?" sahut Agnes.
"Di atas jam dua belas malam, setahuku."
"Ya sudah, kamu jangan sendirian," ujar Darto akhirnya. "Kamu bilang enggak suka bawa-bawa status sosial, tapi ini fakta, Rin. Kamu anak orang kaya, bukan enggak mungkin ada yang mengincar ayahmu juga."
"Alasan Ayah mempekerjakan pelayan ... dan sempat jadi protektif ...." Arin memahami ucapan Darto, tetapi ia merasa ada yang kurang. Mau bagaimanapun, ada sepotong ingatan masa lalunya yang tak kunjung ia ingat.
Mereka semua sepakat untuk mengantar Arin lebih dahulu, lalu Agnes, barulah para lelaki pulang ke rumah masing-masing.
Sebenarnya, Arin tidak suka dijagai begini, selain dengan Ray. Ia tidak berharap menjadi orang lemah yang harus dilindungi. Namun, ini juga permintaan Ray, bukan? Ray mencemaskannya. Jadi, Arin menerimanya.
Harus diingat, Arin tidak akan melakukan kebodohan. Ia juga tidak pedulian, sehingga apa pun yang terjadi akan sulit untuk menarik simpatinya.
Arin sedang berjongkok untuk meletakkan uang hasil malam itu ke dalam tas trombon yang terletak di sebelah meja beton, tempat yang lain sedang melakukan hal serupa, ketika tiba-tiba seorang anak kecil ikut berjongkok di hadapannya. Arin memicing. "Ada apa?"
Anak itu tak menjawab.
Arin melengos. Ia melanjutkan aktivitasnya: membersihkan mouthpiece, mengelap valve dan bodi trombon, lalu mengepaskan posisi trombon di dalam tas, ketika anak kecil itu menyambar mouthpiece dan kabur.
"Hah!" Arin terhenyak. Andai yang disambar adalah uang, ia tidak terlalu masalah. Namun, mouthpiece! "Tunggu!"
Mestinya, seruan Arin membuat yang lain langsung berpaling dan menyadari bahwa Arin sudah menjauh. Ia mengejar anak itu. Bukan hal sulit, badannya lincah sehingga bisa dengan cepat menyalip, menahan, sekaligus merebut mouthpiece di genggaman anak itu. "Nakal kamu, ya!" Arin tidak mengatakannya dengan nada bercanda. Ia benar-benar marah.
Namun, anak itu tiba-tiba menangis dan meraung keras. Arin terkesiap. Ditambah lagi muncul dua orang yang langsung bersikap meminta maaf ke beberapa orang sekitar yang tampak terdistraksi. Arin sudah hampir buka mulut, hendak mengomeli dua orang yang tampaknya bertanggung jawab atas anak kecil itu, tetapi ia mendengar kalimat yang membuatnya langsung mematung.
"Iya, biasa, kakak-adik ini berantem. Kami permisi dulu, ya!"
"Siapa yang—"
Belum sempat Arin protes, tangan kanan-kirinya ditahan dua orang yang langsung menyeretnya menjauh. Ia sempat syok meski langsung berontak. "Heh, orgil! Lepas!"
"Kamu jangan tantrum melulu, dong," ujar salah satunya dengan nada bercanda.
"Siapa yang tantrum, kocak? Kalian ngapain? Kalian siapa? Aku enggak kenal!"
Saat itu, Arin masih dipenuhi kegeraman akibat peristiwa berturut-turut. Hingga terdengar suara rem mobil mendecit di belakangnya. Arin mendadak diam.
Tunggu. Ini ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Past (rewrite)
Romance[Cerita #1 Ours Series] Ada sebuah misi untuk menyatukan dua insan senatural mungkin. Nyatanya, misi itu merembet ke mana-mana, sampai menyinggung masa lalu yang rumit dan menyakitkan. [NA, Romance, Drama] ** story and cover by zzztare2024