Arin tahu, tatapan menghakimi akan menghujaninya.
"Kukira, kamu ke rumah Ray, atau Ray ke rumahmu," gumam Agnes. "Jadi, kita enggak ada yang tahu kabarnya, ya."
"Sudah kemalaman juga kalau mau ke sana," gumam Darto. "Kemarin dia pulang sendirian ...."
"Dia enggak apa-apa."
Seluruh pasang mata kini teralih ke Eugeo. Lelaki jangkung bermata biru itu menatap semuanya dengan yakin. "Aku jamin, dia enggak apa-apa."
"Tahu dari mana? Kamu cenayang?" sahut Agnes.
"Gimana kalau ya?"
"Prospek apa ini? Bule cenayang," gumam Eki.
Sementara itu, Arin diam saja. Ia tak tahu sedang merasa apa. Jengkel, ya, sedih, ya, marah, ya, ditambah takut pula. Sepanjang siang tadi, ia berjalan dengan Eugeo dan mendengarkan celotehannya, seperti masa lalu. Tahulah Arin apa yang Eugeo lakukan selama mereka terpisah.
"Pokoknya, aku diasuh keluarga. Atau aku yang mengasuh? Mereka punya tiga anak, yang satu masih bayi, dan aku yang disuruh mengasuhnya. Lalu, pekerjaan rumah, segala-galanya, aku terus yang disuruh melakukan. Itu terjadi setelah ...." Ucapan Eugeo memelan. "Aku kabur dari casting."
Arin tersedak mendengarnya. "Casting?!"
"Ya, masa aku disuruh jadi aktor. 'Kan ... geblek!" Eugeo meninju-ninju udara. "Eh, kamu masih silat, Rin?"
Arin menggeleng. Mereka lanjut bercerita tentang masa lalu, sampai sore menjelang dan Arin berkata harus ke alun-alun.
Harapannya sih bertemu Ray. Namun, lelaki itu tak tampak batang hidungnya. Seketika, Arin diliputi perasaan bersalah. Ia tak banyak bereaksi ketika Eugeo mengaku-aku kalau ia tahu kabar Ray. Ia juga tak banyak bicara selama mereka tampil. Semangat Arin sedang surut.
"Kamu enggak percaya kalau aku bilang tahu kabarnya?" tanya Eugeo ketika mereka sudah di rumah. "Ray, Ray ... aku sudah tahu mukanya. Lihat saja besok."
"Besok," gumam Arin. "Ngapain? Kamu kayak mau ngancam dia."
"Enggak, kok," sahut Eugeo santai.
"Oh, ya. Geo, aku benar-benar senang kamu kembali." Itu dikatakan Arin dengan ekspresi amat datar. "Aku sudah menemukan kepingan memoriku yang hilang, aku tahu caranya bahagia sekarang. Tapi ... aku enggak terima, kalau kamu merendahkan Ray. Dia orang yang sangat berjasa buatku."
Eugeo tampak tercenung.
"Tanpa mengecilkan jasa orang lain juga, termasuk kamu, sebagai saudara, kawanku sejak dulu." Arin menghela napas. "Tapi, yang terjadi baru-baru ini ... aku enggak bakal bisa melaluinya tanpa Ray."
"Memang, ada apa, sih?" Eugeo menatap lengan Arin. "Soal ini juga. Kamu enggak cerita."
"Aku diculik."
"Di ... hah, apa?!"
"Ada penguntit, entah apa maunya. Apa karena aku anak orang kaya atau punya motif lain." Arin memalingkan wajah. Bukannya tidak percaya Eugeo, ia hanya merasa, ini bukan saatnya membuka semua yang ia ketahui, termasuk soal Jim. Ia tahu sifat Eugeo. Antara tidak menganggap serius, atau menanggapi berlebihan. "Itulah kenapa kami jadi parno. Aku enggak boleh pulang sendiri. Ray juga mestinya! Tapi, semalam, dia tiba-tiba kabur ... dan malam ini enggak ada kabar! Aku takut, Geo!"
"Rin." Eugeo menggenggam lengan Arin. "Aku paham. Maafkan aku. Akan aku pastikan Ray baik-baik saja."
"Besok, aku enggak mau tahu. Kita ke rumahnya," tegas Arin. "Aku dan kamu."
"Baiklah ...."
"Terima kasih, Geo." Arin menepuk tangan Eugeo yang masih menggenggam lengannya. "Ngomong-ngomong, kalau sudah enggak sakit, apa perban ini bisa dilepas? Mengganggu saja."

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Past (rewrite)
Romantik[Cerita #1 Ours Series] Ada sebuah misi untuk menyatukan dua insan senatural mungkin. Nyatanya, misi itu merembet ke mana-mana, sampai menyinggung masa lalu yang rumit dan menyakitkan. [NA, Romance, Drama] ** story and cover by zzztare2024