Sebenarnya, Ray agak uring-uringan. Meski ia berubah di beberapa hal, Ray tetaplah Ray. Ia agak dongkol karena dikata bodoh kemarin, plus ia mengakui kalau ia memang bodoh ... alias pikun.
Sore ini, Ray kembali membawa keranjang bekal dari Siti. Isinya jauh lebih beragam daripada biasanya, karena hari ini adalah hari terakhir Ray, paling tidak untuk dua tahun ke depan. Darto menyambut makanan gratis itu dengan pembawaan kalem seperti biasa. Eki dan Danang bereaksi heboh. Randi? Menatap Ray curiga. Agnes ada di sana, cengangas-cengenges menyapa seisi grup Mededader yang hanya ada pria itu.
"Oh, ya. Kalau aku udah selesai urusan sekolah, dan kalau Randi bolehin, aku mau aja gabung kalian."
Randi yang sejak tadi mengawasi Ray langsung berpaling. "Ngapain kamu gabung?"
" 'Kan? Demennya ngelarang." Agnes memajukan mulutnya.
"Bukan itu ...."
"Eh, Ray ngapain?"
Ucapan Eki mengalihkan atensi. Ray berdiri dan berjalan menjauh, mulanya berniat diam-diam, tetapi telanjur ketahuan. Ia melambaikan tangan. "Enggak papa. Cuma mau nanya sesuatu. Jangan ada yang ikut!" Ia berbalik dan langsung berlari.
Gadis itu sudah datang.
Ray tak peduli. Ia harus bicara dengan normal. Ia sampai di sana, terengah. "Permisi."
Reaksi gadis itu sudah lebih tenang dibanding kemarin. Tak lagi tiba-tiba tersentak, apalagi menunjukkan raut kaget. Kali ini, ekspresinya benar-benar tak acuh. Ray baru bisa melihat bahwa ada hiasan kepala yang melingkar di atas kerudung hitamnya. Seperti bandana dengan ornamen bunga merah. Seingat Ray, ketika wisuda dulu, Dina juga mengenakan bandana serupa di atas kerudung hijaunya.
Gadis itu tak menjawab sapaan Ray. Bahkan menatap pun tidak.
"Maukah ... kamu bergabung dengan kami?" Ray nekat. Ia menunjuk grup nun di belakangnya. Mata gadis itu mengikuti, meski kemudian kembali berpaling.
Dia bisa ngomong enggak sih? Ray menggerutu dalam hati. Ditariknya napas dalam-dalam. "Kalau begitu, maukah kamu berduet denganku?"
Dalam waktu sepersekian detik, ekspresi gadis itu sempat berubah syok, meski langsung berganti tak peduli. Bukan hanya itu. Ia jinjing lagi tas trombon yang sudah diletakkan, lalu berkacak pinggang ke arah Ray.
"Stroberi mangga apel, sori gak level." Dan gadis itu kabur.
Ray terpaku.
Tidak, gadis itu tidak pergi terlalu jauh. Ia dengan santainya menggelar lapak di tempat lain, sedikit terhalang bangku dan lampu taman dari tempat semula di mana Ray berdiri.
Ray masih bengong. Ia menggaruk tengkuknya perlahan. Kata-kata "sori gak level" itu terngiang di telinganya. Seperti ... diucapkan oleh dirinya sendiri.
"Ah? Oh, aku enggak bawa ke sini." Ray menatap kedua tangannya. Ia kira, ia membawa-bawa kotak biolanya serta. Ray pun berbalik dan menyadari bahwa ia sejak tadi jadi tontonan grupnya.
"Kamu ngapaeeen?!" Adalah pertanyaan pertama dari Eki dan Danang.
"Buset, Ray punya pacar?" Agnes garuk-garuk kepala.
"Bukan. Pasti habis ditolak," terka Randi.
"Ray," panggil Darto sambil menunjuk kotak biola milik Ray, "lain kali hati-hati. Enggak semua orang paham betapa berharganya benda ini, apalagi buatmu."
"Ma-maaf!" Ray langsung membungkuk. Entah mengapa, ia merasa begitu geli. Gadis tadi, meski gayanya nyolot, kelakuannya sesuai ekspektasi. Plus, ekspresinya itu ....

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Past (rewrite)
Romance[Cerita #1 Ours Series] Ada sebuah misi untuk menyatukan dua insan senatural mungkin. Nyatanya, misi itu merembet ke mana-mana, sampai menyinggung masa lalu yang rumit dan menyakitkan. [NA, Romance, Drama] ** story and cover by zzztare2024