TW ⚠️
Mengandung konten yang mungkin membuat tidak nyaman. Harap kebijakan dalam membacanya.****
Satu firasat buruk menyelinap di benak Arin.
Ingatannya yang bagai pita kaset terpotong itu ... apakah ada kaitannya dengan orang ini?
"Dua tahun aku menahan diri, tapi rasanya sudah enggak bisa dibendung lagi, ketika aku tahu, kamu punya cowok ...."
"Aku. Enggak. Punya. Cowok!"
"Oh, yang waktu itu antar kamu pulang?" Jim menanggapi dengan santai.
Justru, Arin yang gelagapan. Ia teringat lagi soal kehadiran Iskandar yang tiba-tiba tadi.
"Arin?" Jim tiba-tiba berjongkok. Senyumannya membuat Arin merinding. "Sejak dulu, aku sudah menyukaimu. Tolong kembali ingat aku, ya? Dan tolong, jangan pedulikan cowok lain yang mendekatimu."
"Apa itu dulu?" Arin membeku.
"Dulu ... ah. Aku butuh dia. Tapi, sudahlah." Tangan Jim bergerak, menepuk kepala Arin. Segera Arin tepis.
"Jangan sentuh aku. Jijik!"
"Tapi, gimana, ya?" Jim makin condong, sementara Arin beringsut mundur. "Aku sudah berusaha menahan diri ... dengan beragam makna, selama ini ... bertahun-tahun aku menunggu kesempatan untuk bisa bicara denganmu, berdua ...."
"Orang gila. Menjauh!" Arin berlari asal, ke mana pun asal menjauhi Jim.
"Hei, kamu enggak akan bisa kabur dari sini." Jim mendekat. "Kamu percaya saja, aku enggak akan menyakitimu ...."
"Aku enggak percaya. Siapa pun bawahanmu itu, mereka membuktikan sebaliknya!" Arin meringis.
"Itu mereka, bukan aku."
"Kamu menginjakku!" Arin masih berlari menghindar, dari sudut ke sudut. Ia kehilangan fokus. Ruangan ini memusingkan. Lama-lama, pandangannya memutar.
"Aku tahu kamu pintar. Tapi, masa enggak tahu kalau ... aku pasti lebih cepat darimu?"
Arin terkesiap. Bahunya ditarik, kemudian ia sudah menabrak tembok. Kedua tangannya tak bisa digerakkan. Jim menahannya. Menyudutkannya ke tembok hingga sekadar bergeser pun tidak bisa. "Jangan macam-macam! Orang gila!" Ia berontak.
"Sudah kubilang ...."
Suara sok tenang itu membuat Arin makin murka. Namun, ketakutan kembali menguasainya. Ia tahu, hal seperti ini tidak akan berakhir baik. Ia harus melawan meski itu sampai titik darah penghabisan. Ia tidak akan membiarkan dirinya disentuh! Bahunya gemetar hebat, kakinya sudah nyaris ambruk, tetapi ia tak boleh kalah. Dengan satu sentakan, ia berhasil berbalik badan, lepas dari Jim.
"Terlambat, Cantik. Kamu bisa apa sekarang?" Jim kembali menarik bahu Arin, lalu setengah melemparnya ke sudut.
Arin, lagi-lagi, terjerembap. Ia baru menyadari sesuatu: kedua tangannya terikat ke belakang. Cekatan sekali Jim itu sampai ia tidak sadar. "Apa yang mau kamu lakukan?" Ia berusaha keras bangkit, meski gagal karena Jim berlutut sambil menimpa kakinya.
"Bukan apa-apa. Cuma mau membuatmu diam, kalau menolak mengingatku."
Berikutnya, mimpi buruk bagi Arin.
Hanya kakinya yang bisa berontak ketika lelaki itu mendekapnya, lalu menyentuh wajahnya, mengusapnya dengan begitu intens. Air matanya sudah berlinangan, menyadari mungkin saja malam ini akan ada yang terenggut darinya. "Lepas," desisnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Past (rewrite)
Romance[Cerita #1 Ours Series] Ada sebuah misi untuk menyatukan dua insan senatural mungkin. Nyatanya, misi itu merembet ke mana-mana, sampai menyinggung masa lalu yang rumit dan menyakitkan. [NA, Romance, Drama] ** story and cover by zzztare2024