Selepas kejadian memergoki orang aneh di depan rumahnya, pun langsung menatap ke jendela kamarnya, Arin jadi setingkat lebih waspada.
Padahal, ia belum lama merasa bebas keluar malam-malam. Baru juga bergabung dengan Mededader dan berkawan dengan sekumpulan lelaki baik-baik itu. Namun, Arin tidak mau cerita ke siapa-siapa. Pasalnya, semua orang di rumahnya itu protektif, salah satu alasan ia jadi agak rebel.
Arin juga tak tahu alasan mereka protektif itu apa. Sejak ibunya meninggal, Nuris jadi agak lebih longgar padanya. Sebelum itu? Sebelum masuk pesantren? Arin merasa, seluruh gerak-geriknya diawasi diam-diam. Jalan sedikit tiba-tiba bertemu Vanes, misal. Atau pelayan lainnya. Sudah lama hal itu tidak terjadi. Vanes akan terang-terangan bilang kalau akan ikut pergi dengannya. Begitu pula Nuris.
Kalau sampai Arin memberi tahu soal sosok aneh malam itu, pasti ia tidak bebas lagi.
Maka, mulai pagi itu, Arin sering latihan seorang diri. Meski ia banyak lupa dan hanya mengulang beberapa gerakan sederhana, Arin merasa lebih baik. Ia masih bisa meninju orang, intinya, dengan lebih terarah. Itu salah satu alasan Nuris akhirnya menggantung samsak di halaman belakang.
Namun, Arin tetap paranoid. Ia tidak lagi duduk di jendela malam-malam, bahkan ia selalu cepat-cepat mematikan lampu kamarnya jika tidak ada urusan lain lagi. Jika keluar rumah, ia tidak merasa ada yang membuntuti. Meski begitu, ia yakin bahwa sosok entah siapa itu mencari dirinya.
Mencari dirinya. Arin memang merasa demikian sejak lama. Seperti ada orang dari masa lalu yang seperti berjanji untuk menemuinya ... dan Arin tidak ingat apa-apa. Atau ia tidak mau ingat? Karena, ia merinding membayangkannya. Biarkan hidupnya seperti sekarang ini, ia tidak merasa harus menemui siapa-siapa yang sudah ia lupakan.
Dua tahun berkutat dalam perasaan waswas jika pulang sendiri. Arin tak bisa memungkiri, ia lega ketika Ray mengantarnya pulang. Meski ia lagi-lagi bertingkah—ah, itu karena gengsi. Melelahkan memang gengsi itu. Arin ingin menunjukkan kalau ia bukan cewek lemah, tetapi ia langsung menyesalinya. Tidak apa-apa terlihat sedikit lemah di depan Ray. Harusnya begitu. Maka, ia tak menampik alasan Ray lagi.
Malam itu, Arin merasa teramat ringan. Benar kata Vanes, ia memang bahagia per hari ini. Kemarin-kemarin siapa tahu? Mengobrol dari siang sampai malam dengan Ray membuatnya berbunga-bunga. Bahkan, malam itu, ia kembali mengintip jalan lewat jendela kamarnya, dalam kondisi lampu kamar yang sudah padam. Jika mau ke halte, Ray mestinya lewat jalan itu. Arin senyam-senyum sendiri ketika melihat Ray lewat. Baru saja hendak menutup vitrase, matanya menangkap gerakan lain.
Seketika, senyuman Arin menghilang.
Sosok itu ada di sana, kali ini membuntuti Ray.
****
"Riiin. Tahu enggak sih?"
Arin yang sedang mengudap sarapannya hanya memberi isyarat dengan dagu, apa?
Vanes bertopang dagu di atas meja makan. Bertentangan dengan table manner, tetapi segala kekakuan di rumah itu sudah dihapus sejak Santika meninggal. Vanes tersenyum lebar, menatap Arin yang sebenarnya jengah diperhatikan.
"Ngomong, ya ngomong aja!" sembur Arin.
"Hehe. Temenmu yang kemarin datang itu, ganteng tau."
Arin langsung tersedak. Ia terbatuk beberapa lama. Ia hendak meraih gelas susu, tetapi minum malah membuatnya tambah batuk.
"Rin! Tenang!" Vanes buru-buru mengambilkan serbet. "Aduh, maaf deh."
"Kalau calon suami Mbak denger itu, apa enggak sedih?" sindir Arin.
"Haha, maaf-maaf aja. Pacarku ganteng, tipe idamanku kali! Aku 'kan enggak kenal Ray kayak gimana. Kamu yang lebih tahu." Vanes masih terlihat riang.
"Jadi, ganteng itu kayak begitu," gumam Arin. Mulanya, ia tidak merasa. Namun, sejak Vanes berkomentar, ia jadi kepikiran. Iyakah? Ray yang dulu Arin kenal memang anak SMP berwajah amat jutek dengan mulut tajam. Arin bukan pemerhati penampilan. Kalau dilihat dari sifat, Ray jelas berubah jauh. Arin ingat bagaimana Ray memberinya saran ketika tangannya terciprat minyak, mengambilkan kasa, dan banyak memulai percakapan dengannya. Ia ingat pula bahwa kemarin ia bisa tertawa bersama laki-laki yang mulanya ia anggap dingin itu. Lagi, ia ingat percakapan semalam, ketika Ray mengantarnya ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Past (rewrite)
Romance[Cerita #1 Ours Series] Ada sebuah misi untuk menyatukan dua insan senatural mungkin. Nyatanya, misi itu merembet ke mana-mana, sampai menyinggung masa lalu yang rumit dan menyakitkan. [NA, Romance, Drama] ** story and cover by zzztare2024