"Semua barang bukti sudah diamankan, rumah sudah digeledah dan dikosongkan, foto pelaku sudah didapat ...."
"Pelakunya yang belum tertangkap," sahut Eugeo.
Nuris memandang Eugeo. "Kamu tahu sesuatu."
"Ya. Ayah mungkin enggak mengenalinya. Tapi, itu dia, sepupuku."
Nuris tampak kaget. "Sepupu? Maksudmu, itu berarti dia—"
"Ayah tahu 'kan selama ini aku ada di mana?"
Nuris mematung.
"Ayah tahu, orang itu yang menggugat hak asuhku di pengadilan. Tapi, Ayah sudah kehilangan bukti, sementara argumen mereka kuat, mereka juga sah secara negara. Ayah memilih membiarkanku karena enggak bisa apa-apa."
"Bukan begitu, Eugeo—"
"Enggak apa-apa. Mengaku saja. Aku enggak marah." Meski begitu, Eugeo mendenguskan napas kekecewaan. "Ayah tahu kalau Ayah salah, karena ... menyuap hakim."
Ruang kerja itu hening seketika.
Nuris tepekur, terlihat sangat terpukul. Sementara, Eugeo mondar-mandir, sibuk berpikir.
"Satu bulan lebih, aku enggak tahu cara mengutarakannya, sejak tahu orang itu ada di sini." Eugeo berhenti melangkah. "Sekarang, aku mengatakannya. Yah, aku akan memaafkan Ayah, kalau Ayah membantuku menangkap orang ini. Wajahnya persis seperti di foto itu. Dia juga sudah jelas pelaku, karena mengaku padaku. Tapi, aku enggak punya bukti kalau memang dia pelakunya!" Eugeo sampai menggebrak meja. "Ayah, aku izin untuk melakukan sesuatu yang mungkin agak berbahaya."
Nuris tampak tertekan. "Eugeo. Ayah enggak sanggup kehilangan anak lagi."
"Aku juga enggak sanggup kehilangan siapa-siapa yang kucintai!" Eugeo kembali menggebrak meja. "Ayah, aku janji, aku enggak akan gerak sendiri. Aku punya teman. Kelompok musik jalanan itu. Ayah juga, laporkan semuanya ke polisi. Bareng sama Umi Abi sekalian. Semuanya harus gerak, Yah. Aku enggak bisa membiarkan Jim itu. Dia melukai saudariku. Dia melukai Ray. Bahkan Randi ketika hendak membantuku."
"Membantumu?"
Eugeo tak menjawab. Ia rindu Nuris. Ia rindu keluarga yang mengasuhnya sejak bayi ini. Namun, ia tahu, ada yang salah. Bahwa surat wasiat tidak bisa dijadikan alasan atas hak asuh Eugeo karena isinya yang sangat minim, meski terdapat bukti foto bahwa ayah kandungnya yang menulis. Bahwa Nuris sangat menghormati keputusan sahabatnya, sampai-sampai melobi putusan pengadilan.
Itu yang Eugeo pelajari hari-hari terakhir, selama Ray di rumah sakit. Nuris tak tahu pergerakannya, Indra membiarkan saja. Eugeo selalu merasa janggal soal masa lalu. Kalau memang Nuris sekeluarga adalah keluarga angkat sahnya, mana mungkin Eugeo dibiarkan saja? Nuris itu kaya, pasti bisa membuat pengaduan pidana, meminta bantuan polisi dan pengacara, menemukan rumah Bapak, mengadilinya, dan menang dengan mudah.
Eugeo menemukan diari Santika. Ia sudah bilang ke Arin, dia ini kriminal. Tentu itu bohong, tetapi bakat mengendap dan mengorek informasi Eugeo tak perlu diragukan. Dari sana, Eugeo mendapat penjelasan semuanya. Hari perpisahan itu, Nuris, Santika, dan Indra pergi ke rumah kenalan Nuris yang masih bersinggungan kerabat dengan keluarga asli Eugeo. Nuris dan Santika lelah berhubungan dengan hukum. Keduanya sama-sama merasa berdosa karena menyuap hakim di pengadilan sebelumnya. Mereka pikir, lebih baik Eugeo diasuh oleh yang memang berhak menurut hukum, tetapi yang tidak ribut menggungat mereka tempo hari. Satu catatan Santika membuat Eugeo merasa sakit di hatinya---bukan karena kecewa, melainkan karena menyadari bagaimana besar rasa sayang orang tua angkatnya.
Aku sayang Eugeo. Dia keluargaku. Dia saudara Arin. Tapi, aku ... kami gak bisa terus membiarkan mereka dalam bahaya. Eugeo sudah mau 10 tahun. Cukup beberapa tahun lagi, dia bisa bebas tanpa harus punya wali ... semoga ia masih mau menemui kami dan tidak membenci.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Past (rewrite)
Romance[Cerita #1 Ours Series] Ada sebuah misi untuk menyatukan dua insan senatural mungkin. Nyatanya, misi itu merembet ke mana-mana, sampai menyinggung masa lalu yang rumit dan menyakitkan. [NA, Romance, Drama] ** story and cover by zzztare2024