94

450 72 6
                                    

"Mama," Jollene membeku ditempat, Airuz menepuk-nepuk punggung ramping sang adik lembut, ia mencoba sedikit menghibur perasaan Jollene.

Wanita itu melangkahkan kakinya pelan, rasa senang, sedih, terharu, dan takjub berkecamuk menguasai fisik serta perasaannya. Sulit menjabarkan kebahagiaan yang membuncah dan meledak-ledak ketika melihat sang ibu berbaring dengan nafas teraturnya. Bulir jernih mengalir tanpa halangan, kedua bahunya bergetar menandakan Jollene menangis tersedu-sedu.

Jari lentiknya yang amat dingin menyentuh dan membelai lembut wajah ibunya yang hangat, Jollene tidak memiliki ingatan apapun tentang ibunya membuat hatinya rapuh.

"Hangat dan sangat lembut," Isaknya masih betah memegang sayang wajah sang ibu. "Ma—" suara Jollene tercekat. "Ini aku, putri mama. Aku sudah besar, ma. Apakah mama ingat padaku?" Ia menghapus air mata yang mengalir di kedua matanya.

Airuz memandang haru pada dua wanita yang berharga dalam hidupnya, senyuman itu mengembang sangat lebar dan penuh rasa emosi, ia nerhasil membawa kembali sang ibu serta mempertemukannya dengan Jollene.

"Tetap berdoa, Lene. Semoga mama bisa melewati masa kritisnya." Airuz memegang erat bahu Jollene.

Wanita itu mengangguk cepat, " Aku akan berusaha menyembuhkan mereka berdua." Ucapnya penuh keyakinan.

"Tentu, kita akan memiliki keluarga lengkap lagi." Airuz membenarkan.

Jollene tiba-tiba memeluk erat Airuz, tubuhnya masih bergetar, kedua bahunya masih berguncang naik turun akibat tangisannya. "Terima kasih, kak. Karenamu, aku bisa bertemu mama."

***___***

Ace mulai dikuasai oleh rasa amarah yang menggebu-gebu melihat Thalia yang terkurung dalam jeruji besi tak jauh darinya. Wanita itu mulai batuk dan mengeluarkan darah.

"Berikan penawarnya, kalian sudah berjanji padaku!" Geram Ace pada dua penjaga ruangan yang tidak menunjukkan reaksi apapun.

Manik merah itu kembali berkilat, saat ia mulai merapalkan mantra pintu dibuka kasar oleh bawahan Airuz yang lain.

"Bawa dua orang itu, segera!" Perintahnya mutlak, membuat Ace berhenti melakukan aksinya.

Keduanya kembali di seret menuju ruangan dimana Airuz berada. Aroma pekat yang ditimbulkan oleh beberapa bahan kimia menyeruak tajam dan membuat hidung Ace terasa gatal, ia mengedarkan pandangannya, peralatan medis lengkap sekali dengan dua pasien yang terbaring tidak sadarkan diri dengan serangan mendadak henti jantung pada Sandiano dan kejang pada Nezza. Serangan mendadak itu terjadi bersamaan, keduanya ditangani langsung oleh kakak beradik.

Ace melayangkan tatapan tajam dan tersenyum tipis. 'Menjelajah portal dimensi waktu tidak lah sesederhana itu,' gumamnya dalam hati, ia sedikit berbangga karena melihat kepanikan diwajah kakak beradik yang berupaya menyelamatkan kedua orang tuanya.

"Apa yang terjadi pada mereka, Ace?" Seru Airuz dengan nada naik tiga oktaf dan panik.

Kondisi Nezza dan Sandiano memburuk secara bersamaan. Airuz bersiap dengan alat kejut jantung miliknya untuk Sandiano. Sedangkan Jollene, menangani pasien kejang sesuai protap di rumah sakit.

Ace tersenyum miring, "Itu hanya efek yang ditimbulkan setelah melintasi portal dimensi waktu." Jawabnya enteng.

Airuz diam mematung, sigap tindakan darurat beralih ke tangan Zavino yang merebut paksa paddle ditangan Airuz, pria itu melanjutkan tindakan sang dokter. "Apa maksudmu?" Tanya pria itu dengan nada kesal tertahan.

"Melintasi portal tidak sesederhana yang kamu bayangkan. Mereka tidak diperuntukkan bagi manusia sakit bahkan manusia sekarat hampir mati sekalipun, sebab inti sari kehidupan mereka akan terserap atau tercerai berai saat melintasinya." '—tentunya akan berpengaruh buruk pada Thalia juga karena tubuhnya tidak sedang baik-baik saja. Beruntung aku bisa berdiri disamping dan menggenggam tangannya saat itu. Jadi aku bisa sedikit menolong dan melindunginya.' Lanjutnya dalam hati.

THE BEAUTIFUL EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang