Perasaan itu cukup besar untukku kuat berjalan sendirian tanpa pangeran ada, namun kenyataan selalu saja berbanding terbalik. Keputusan untuk berjalan menjauh meninggalkan mereka ternyata adalah hal yg membuatku hancur perlahan. Perasaan itu terus tumbuh, namun akarnya menjalar dan melilitku dengan rasa sakit yg berlebihan. Mungkin pangeran tidak akan pernah tahu bagaimana perasaanku menjadi begitu hancur sejak hari itu. Tidak ada bagian terbaik dari musim semi ini. Sebab, disinilah aku... merasa begitu jauh dari jangkauan, hilang dan terlupakan.
Bahkan setelah hari-hari yg aku lalui tanpa bertemu dengan pangeran lagi sejak hari itu, aku masih sangat ingin tahu bagaimana mereka melalui hari, apa pangeran bahagia dengan hal-hal yg mereka lalui setiap hari?, Atau pangeran mengeluh ketika petang sebab harinya tidak berjalan baik?,... Ntah lah. Tapi sepertinya mereka akan baik-baik saja dan bahagia selagi bersama kekasihnya.
Pada malam-malam aku masih saja terus dalam penyangkalan. Rasanya aku ingin kembali pada saat dimana perasaan itu terus tumbuh subur, di mana aku merasa aman tiap kali tubuh besar itu hangat melingkupiku. Memelukku, mencium keningku... Hal yg membuat bukan hanya wajahku yg menghangat tapi juga hatiku. Perasaan hangat yg menyenangkan... Lalu menghantarkanku pada pengharapan, diam-diam berharap pangeran juga merasakan hal sama. Tiap kali osidian hitam itu menatap ku penuh puja kerap kali membuatku melupakan fakta bahwa hati pangeran telah menjadi milik gadis lain. Perasaan membuncah yg membuatku merasa terbang tinggi lalu jatuh ke dasar jurang paling dalam saat menyadari bahwa memiliki pangeran adalah sebuah ketidakmungkinan.
Detik merangkak lambat dalam sunyi yg abadi, dalam lorong-lorong gelap yg tak bertepi, dalam senyap bungkam kebisuan. Dalam putaran labirin keputusasaan, renjana terbuang sepanjang musim semi. Luka ini... Seperti goresan tajam yg tak berujung. Andai saja aku bisa membenci mereka mungkin semuanya jadi lebih mudah. Namun nyatanya, setelah semua pesakitan itu tak secuilpun rasa benci itu ada untuk pangeran.
Angin malam berdesir, jarak membentang memisahkan... Rindu itu menelusup rapi di tiap inci tubuhku. Seperti jiwa yg kering kerontang, air laut yg membasahi tubuhku tak mampu menyurutkan rasa dahagaku yg kian haus. Haus akan rindu yg menggebu, keinginan berlari kembali pada pangeran seolah menggema dalam jiwaku yg remuk. Di tengah samudra luas membentang ini hanya menyisakan jejek kenangan samar.
Seperti pungguk merindukan bulan, setiap malam yg bisa aku lakukan hanyalah berenang ke arah istana, Dari kejauhan di kegelapan laut malam itu aku muncul di permukaan walau hanya sekedar untuk melihat lampu menara istana yg samar-samar tertutup kabut malam. Hanya beberapa menit setelah itu aku kembali lagi ke dasar laut, karena ntah kenapa sejak hari itu tidak pernah lagi aku melihat pangeran, setelah memutuskan untuk pergi ternyata semesta juga memutuskan semua kebetulan-kebetulan itu. Melihat menara itu dari jauh hal yg hanya membuat air mataku kembali mengalir. Aku merindukan mereka.
Sunoo de ishtar-.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'océan || Kim.Sunoo
FantasyLaut, ombak dan badai. Seluruh negeri di landa resah, setiap kapal yg berlayar melintasi laut itu tidak akan ada yg kembali. Badai menghancurkan segalanya. Seluruh kapal dan awak kapal tidak akan pernah kembali. Bahkan laut tidak mengembalikan puing...