54 : rumah yg sebenarnya

917 139 143
                                    

Sunoo mendongak ke arah langit malam, sedikit gerimis turun dari langit. Cuaca memang tidak menentu akhir-akhir ini, siangnya cerah malamnya hujan. Sama seperti kehidupan, tidak ada yg bisa menebak. Siangnya penuh gelak tawa, malamnya bisa jadi penuh dengan air mata. Tapi hidup adalah hidup, terlahir dan bisa bertahan adalah bagian terhebat, pasti banyak alasan mengapa kita setuju untuk hidup dibumi, jadi sunoo ingin tetap hidup sampai melihat apa yg dia setujui kemarin. Sunoo merapatkan jubahnya, saat kakinya melangkah memasuki istana Norda. Kerinduan itu membuncah memenuhi dadanya ketika kini dia benar-benar pulang kerumahnya. Sunoo hanya tersenyum melihat prajurit yg nampak terkejut dengan kehadirannya. Kakinya melangkah menuju kamarnya sendiri, ntah kenapa sunoo dapat menebak bahwa mereka semua ada disana.

Sunoo menghentikan langkahnya ketika sudah berada tepat di depan pintu kamar itu. Menarik nafas beberapa kali, barulah sunoo mengetuk pintu itu. Sunoo menaikkan alisnya ketika beberapa kali dia mengetuk pintu namun ternyata tidak mendapat jawaban.

"Tuan sunoo...", Sebuah suara membuat sunoo refleks menoleh

"Anda kembali", Eduardo jelas terkejut. Namun akhirnya dia menghembuskan nafas lega. "Syukurlah anda sudah kembali."

"Apa mereka ada di dalam?", Sunoo bertanya dan tidak dapat menyembunyikan cemasnya.

Eduardo mengangguk. "Pangeran terus saja mengurung diri di kamar sejak tuan sunoo pergi. Mereka bahkan melewatkan makan."

Sunoo menghela nafas pelan, sudah menduga. "Tolong buka pintunya..."

Tanpa menunggu lagi, Eduardo segera mengambil kunci di sakunya. Membuka pintu kamar itu, dan mempersilahkan sunoo masuk.

Ketika pintu itu terbuka sunoo segera melangkahkan kakinya masuk ke kamar. Pemandangan dalam kamar itu langsung membuat hati berdenyut, "Tolong suruh pelayan untuk membawakan kasur lipat berserta baskom berisi air hangat"

Eduardo mengangguk dan segera memanggilnya para pelayan.

Sunoo tidak dapat mencegah air matanya ketika melihat enam orang itu hanya meringkuk di lantai dalam diam, tanpa menyentuhpun sunoo tahu bahwa mereka sedang sakit. Sunoo segera naik ke ranjang, merengkuh anaknya kedalam pelukannya. Merasakan tubuh kecil itu panas dalam pelukannya. "Cale... Maafkan bubu." Sunoo mengecupi kening anak itu dan menyalurkan kekuatannya. Dengan tangan gemetar sunoo mengelus wajah cal, air mata sunoo mengalir dengan deras ketika melihat anaknya jatuh sakit seperti ini. "Maafkan bubu...". Tak henti-henti sunoo mencium anak itu.

Para pelayan masuk membawa kasur lipat juga baskom berisi air hangat. Setelah membentang kasur itu para pelayan segera keluar dari dalam kamar.

Sunoo mengambil baskom berisi air hangat, untuk mengompres cal. Setelah itu menyelimuti tubuh anaknya. Sunoo memastikan cal benar-benar hangat.

Hal yg sunoo lakukan berikutnya adalah, memindahkan enam orang itu ke kasur. Sunoo mengeluarkan tenaga ekstra saat membawa tubuh besar itu ke kasur. Sunoo membuka pakaian mereka satu persatu, mengelap telaten seluruh tubuh mereka dengan handuk yg sudah di basahi air hangat. Sudut mata sunoo dapat melihat buku tangan mereka yg terluka, sunoo jelas dapat menebak bahwa mereka mengamuk menyakiti diri sendiri dan menghancurkan barang-barang. Melihat kondisi mereka yg begitu berantakan dan menyedihkan, sunoo juga dapat menebak bahwa mereka tidak berganti pakaian bahkan tidak mandi. Sunoo memasangkan kembali piyama yg nyaman, menutupi tubuh besar itu dengan selimut tebal.

"Sunoo...", Suara itu terdengar pelan dan serak memanggil namanya. Sunoo menghela nafas ketika ternyata mata pangeran masih tertutup. Yg tadi itu tidak lebih dari hanya sekedar igauan.

Sunoo mendekati heeseung, mengelus rahang pria itu, menatap lekat-lekat wajah tegas pria itu yg nampak lelah. "Kemana heeseung si penguasa bumi itu hmm...", Sunoo berbisik pelan, kemudian menunduk untuk mengecup kening pria itu. Menyalurkan kekuatannya agar demamnya heeseung segera mereda.

L'océan || Kim.SunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang