52 : cinta dan pengorbanan

734 137 97
                                    

Bagaimana jika perpisahan, benar-benar perpisahan?. Rasanya tidak peduli sebanyak apapun mereka mengucapkan sampai bertemu lagi karena perpisahan tetaplah perpisahan. Kalimat sampai bertemu lagi itu, berarti selama itu pula mereka berjarak dan tidak lagi ada kebersamaan. Malam itu, Di malam yg terasa hangat di sekitar api unggun, osidian hitam mereka tidak pernah mereka biarkan lepas dari sunoo karena mereka tidak ingin melewatkan satu detikpun momen itu. Sunoo tersenyum cantik dengan surainya yg sedikit tertiup angin malam juga menatap mereka dengan binar indah manik biru lautnya. Kemudian malam itu mereka tidur saling berpelukan hangat, terakhir kali yg mereka ingat adalah ciuman selamat tidur dari sunoo, ciuman yg amat manis. Mereka pikir tidak akan ada lagi perpisahan, ajakan berpisah dari sunoo di malam kemarinnya itu seolah sudah terlewatkan begitu saja maka malam itu mereka tertidur dengan nyenyak dalam mimpi yg indah. Tidak satupun dari mereka yg menduga bahwa mereka harus terbangun dengan kenyataan harus menghadapi mimpi buruk.

"Ayah... Hikss cal ingin bubu...", Cal dari siang tadi terus menangis, tidak ada kata lain yg anak itu kumandangkan selain dari pada meminta bubunya.

Enam orang itu rasanya tidak pernah setidak berdaya ini seumur hidup mereka, osidian hitam yg biasanya nampak tajam itu itu kini kehilangan ketajamannya, osidian hitam itu nampak nanar dengan tatapan kosong. Mereka berenam termasuk Cal mengunci diri di dalam kamar, kamar itu tidak berbentuk lagi, mereka harus mengunci diri jika tidak cal akan berlari ke arah laut. Kamar itu terasa pengap, pengap akan rasa sesak. Tidak ada dari mereka yg bisa bernafas dengan benar, mereka menangis, dari siang tadi air mata itu rasanya tidak bisa berhenti mengalir, diluar sana hari sudah gelap, tapi segelap apapun di luar sana tidak ada yg mengalahkan gelapnya hidup mereka saat ini.

"Ayah...", Cal menggoyangkan kaki ayahnya sebari merengek. "Cal ingin bubu ayah, berikan bubu pada cal... Hiks..."

Mereka berenam tidak bisa mengatakan apapun, bukan hanya cal... Merekapun sangat ingin dan butuhkan sunoo. Pada siapakah mereka meminta sunoo, pada siapa mereka mengadukan ini semua... Sedangkan dunia sendiri yg merenggut sunoo dari mereka.

"Cal, sudah menangisnya yaa, dada cal nanti sakit...", Heeseung mengusap punggung anaknya yg bergetar, lucu sekali heeseung yg menyuruh cal berhenti menangis jika dirinya sendiripun sedang menangis.

Cal mendongak memandang ayahnya dengan wajah yg penuh air mata. "Dada cal sudah sesak ayah... Disini rasanya sakit sekali", katanya seraya memukul dadanya

"Stt, iya ayah tahu...", Jake mengambil tangan kecil itu agar anaknya berhenti memukul dadanya sendiri.

Niki menghapus lembut air mata anaknya, "Lihat, mata cal sudah bengkak karena tidak berhenti menangis."

Cal menggeleng kuat, dia tidak bisa menghentikan tangisannya. "Ayah... Apa cal adalah anak pembawa sial?, Dulu ibu Soha meninggal karena melahirkan cal, dan sekarang bubu juga pergi meninggalkan cal"

"Tidak, cal jangan bicara seperti itu... Cal bukan pembawa sial. Cal adalah anugerah untuk ibumu juga bubumu", Jungwon membawa cal kedalam pelukannya

Hati mereka memang sakit tak terkira, tapi melihat cal yg seperti ini lebih dari jutaan kali menyakiti mereka. Kenapa takdir begitu kejam. Tidak bisakah takdir berbaik hati pada mereka, setidaknya untuk si kecil Cal.

Terdengar suara ketukan pintu dari luar, disusul suara pelayan. "Yang mulia, maaf mengganggu kalian, tapi sudah waktunya makan malam..."

Sunghoon mengusap kasar wajahnya, sedari tadi siang tidak ada dari mereka yg makan. Jika hanya mereka tidak masalah, tapi cal. Sunghoon memandang sendu anaknya yg masih sesenggukan dalam pelukan jungwon. Kemudian dia berdiri untuk membuka pintu.

Melihat pelayan yg masuk membawa makanan, cal menggeleng dengan kuat. "Tidak!!! Cal tidak mau makan, ayah... Cal tidak akan makan jika bukan masakan bubu". Air matanya kembali mengalir deras

L'océan || Kim.SunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang