25 : memorabilia

828 161 110
                                    

Mimpi itu selalu sama... Heeseung mendengarnya, sebuah suara yg menyebut namanya dengan begitu lembut, sebuah sentuhan yg membuat seluruh tubuhnya menghangat, aroma wangi yg memenuhi setiap indera penciumannya. Mimpi itu indah tapi di penghujung berubah menjadi mimpi buruk. Mimpi itu selalu datang di dalam tidurnya. Seseorang yg rasanya tidak bisa heeseung sentuh. ketika dia mulai menyentuhnya, seseorang itu akan menghilang seperti kabut. Wajahnya, suaranya, tersamar dan memburam... Heeseung rasanya berteriak dengan begitu keras, sesuatu terasa menghantamnya ketika sosok itu menghilang begitu saja.

Heeseung terjaga dari tidurnya, nafasnya terengah dengan rasa pening menghantam kepalanya. Heeseung menjambak kepalanya sendiri. Dia melupakan semuanya ketika terbangun dari mimpi itu, tapi sesasi akan mimpi itu melekat begitu kuat. Heeseung memejamkan matanya, mengambil nafas panjang untuk sesaat. Ketika dia kembali membuka mata yg dia dapati adalah soha yg tertidur di sebelahnya. Heeseung memperbaiki selimut yg soha pakai, menatap beberapa saat wajah cantik soha yg tertidur. Heeseung diam, jauh di lubuk hatinya... Heeseung tahu sesuatu telah mengubahnya.

Pelan-pelan dia turun dari ranjang itu, melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Kakinya melangkah begitu saja di koridor istana yg hening, beberapa prajurit yg berjaga membungkuk hormat padanya. Heeseung melangkahkan kakinya begitu saja tanpa tahu ingin pergi kemana. Karena beberapa bulan terakhir, terkadang heeseung melupakan dirinya sendiri. Seolah raganya ada disini namun jiwanya ntah ada dimana. Jiwanya?, Seseorang telah mengambil jiwanya. Seseorang yg sama yg juga telah merenggut seluruh akal sehatnya.

Kakinya berhenti begitu saja, heeseung mendongakan kepalanya. Ternyata dia berhenti di depan sebuah kamar. Tangannya terangkat membuka pintu itu. Kamar itu kosong, hening, dan kesunyian itu dengan cepat melingkupi seluruh perasaan heeseung. Kemar siapa ini?, Yg heeseung tahu kamar ini telah lama kosong dan seingat heeseung tak seorang pun yg pernah menggunakan kamar itu. Heeseung kembali melangkahkan kakinya menuju jendela, berdiri di sana hanya untuk menatap laut gelap itu. Kedua tangan heeseung yg berada di saku celananya mengepal dengan begitu kuat. Osidian hitam itu begitu tajam memandang ke arah laut. Perasaan itu datang lagi... Kerinduan. Heeseung benci sekali mengingat dia sendiri tidak tahu ntah merindu pada siapa.

Muak dengan semua tanda tanya di kepalanya, heeseung menghempaskan tubuhnya di ranjang. Meringkuk disana... Memejamkan matanya, mengusap kasar sudut matanya karena tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja. Mengenyahkan segala emosi yg ada padanya hingga membuat dia merasa ingin menangis dengan begitu keras. Heeseung tidak ingat kapan terakhir kali dia menangis, tapi malam ini... Rasanya heeseung begitu rapuh, sesuatu telah hilang darinya... dia ingin menangis... Meringkuk menginginkan sesuatu itu kembali. Heeseung memejamkan matanya, meski dia benci mimpi itu tapi hanya itu satu-satunya cara heeseung bisa kembali melihatnya.



Sedangkan disisi lain... Debur ombak begitu jelas memenuhi telinga, angin bertiup dingin. Begaimana tidak jika sekarang sudah dini hari.

"Obat yg kamu resepkan tidak lagi bekerja jake".  Jay mengatakan itu tanpa menoleh kearah Jake yg berbaring tak terlalu jauh darinya.

Jake berdecak mendengar itu.
"Jika aku menaikan dosisnya lagi. Kita semua akan mati karena overdosis!"

"Obat yg kamu resepkan itu, bukankah itu obat anti depresi. Aku tidak mengerti, bukankah kita waras?". Sunghoon juga bersuara, pertanyaan terakhir terdengar tidak meyakinkan.

"Tapi kita semua di diagnosa depresi!". Jake memijit pelipisnya merasa pusing.

"Sialan!", Jay mengumpat. Lalu tangan mencengkram kuat pasir yg ada disampingnya.

Setelah selesai minum-minum, mereka bertiga pergi keluar istana. Menuju pantai... Menceburkan diri ke laut. Tidak perlu bertanya alasannya kenapa. Karena yg mereka lakukan hanyalah persis seperti orang gila. Setelah basah kuyup mereka bertiga berbaring di atas pasir tepi pantai itu. Langit malam di atas sana. Debur ombak sesekali menyentuh ujung kaki mereka.

L'océan || Kim.SunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang