29 : moving closer

943 154 87
                                    

Lantai pualam bersih mengkilat di terpa sinar matahari senja yg datang dari jendela. Ruangan itu kosong, hanya ada beberapa kursi besar dan bangku-bangku untuk melihat-lihat. Sebuah galeri lukis. Sunoo berdiri di tengah-tengah ruangan itu dan memandangi lukisan-lukisan itu. Begitu banyak, begitu berbeda, tetapi semuanya diatur agar mengalir secara harmonis. Pemandangan dan potongan serta sudut-sudut dunia yang sangat berbeda. Kehidupan pendeta, potret-potret, dan benda-benda mati. Masing-masing adalah sebuah kisah dan pengalaman, masing-masing suara berteriak, atau berbisik, atau bernyanyi tentang apa yang dirasakan pada momen itu, perasaan itu, masing-masing adalah teriakan ke dalam ruang waktu bahwa mereka pernah berada di sini, pernah ada. Sebagian dilukis dari mata seperti mata sunoo, artis yang memandang warna-warna dan bentuk-bentuk yg sunoo pahami. Sebagian memamerkan warna-warna yg belum pernah terpikir oleh sunoo. lukisan-lukisan itu adalah kelompok di dunia yg menunjukkan kepada sunoo bahwa yg melukisnya adalah mata-mata yg berbeda. Sebuah portal ke pikiran makhluk yg tidak seperti sunoo, Akan tetapi sunoo bisa melihat karyanya dan mengerti, juga merasakannya.

"Datang saja kemari kapanpun kamu suka", begitulah yg hojin katakan saat pertama kali pria itu menunjukkan galeri lukis ini pada sunoo.

Sunoo menghela nafas pelan, lukisannya yg ada di hadapannya bernilai seni tinggi. Sedangkan lukisannya... Sunoo mengerucutkan bibirnya tanpa sadar. Kemudian kembali melangkahkan kakinya menuju ruangan sebelah, di ruangan sebelah itu ada sebuah meja yg berisi penuh dengan kanvas berbagai ukuran, kuas dengan ganggang kayu dan cat lukis yg amat sangat banyak. Lebih banyak warna dari yg pernah sunoo harapkan.

Tidak terasa sudah dua minggu lebih sejak sunoo sadar hari itu, dan satu minggu terakhir sunoo lebih banyak menghabiskan waktunya untuk melukis meskipun hasil lukisannya sebagian besar nampak jelek dan percuma. Hojin berbaik hati membiarkan sunoo melakukan apapun yg dia inginkan di istana agar sunoo tidak bosan, sedangkan pria itu selalu saja menghabiskan harinya dengan banyak pekerjaan yg menumpuk atau pergi keluar istana untuk mengurus kerajaan. Sunoo menatap lukisannya, ntah kenapa sunoo merasa karyanya selalu tidak cocok dengan gambaran ide-ide yg membakar di dalam benaknya. Seringkali sunoo melukis dari fajar sampai senja, kadang di ruangan itu, kadang di taman. Sesekali sunoo berjalan di hutan yg ada di sekitar istana bersama hojin jika pria itu sedang luang. Kemudian besoknya sunoo akan kembali semangat melukis untuk membuat sketsa atau mencoret-coret pemandangan atau warnanya yg sempat sunoo lihat.

Kerajaan Artha berada di ketinggian gunung-gunung dan didominasi hutan hijau, seberapa kalipun sunoo berusaha melukiskan di kanvas tetap saja hasilnya tidak sama menakjubkannya dengan pemandangan aslinya. Jadi kadang-kadang sunoo memberanikan diri untuk melukis Hojin, melukis hojin yg tengah berkuda saat mereka berdua jalan-jalan di sekitar hutan dan air terjun. Hojin kerap kali mengajaknya bicara dengan topik yg beragam atau menghabiskan waktu dalam keheningan yg nyaman. Tanpa sadar sunoo tersenyum tipis, berada disini sedikit membuatnya merasa lebih baik.

Sunoo mengalihkan pandangannya pada bunga-bunga yg ada di atas meja sebagai objek lukisnya. Kelopak bunga itu sudah mulai jatuh dan kering karena telah sunoo pakai selama beberapa hari. Pertanda harus di ganti. Sunoo berdiri dari duduknya, keluar dari ruangan itu menuju taman.

Hanya butuh beberapa menit untuk sunoo mencapai taman, dengan sinar matahari senja sunoo berjalan di rerumputan dan labirin hamparan mawar. Sunoo tersenyum melihat bagaimana sinar matahari senja membuat kelopak mawar merah itu nampak menjadi ungu tua dan memantulkan cahaya pada mawar-mawar putih yg mekar. Sunoo mendekati mawar itu dan tangannya terulur untuk mencabut setangkai mawar, tanpa sadar membuat jari-jari sunoo tergores durinya. Sunoo mengabaikan rasa sakit, rasa hangat dari darahnya yg menetes.

"Ayahku membuat taman ini untuk ibuku...", Suara hojin membuat sunoo reflek langsung menoleh. Hojin berjalan semakin mendekati sunoo. Tersenyum pada sunoo, "Sebagai hadiah pasangan jiwa"

L'océan || Kim.SunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang