Bab 49 - Kritis

3.3K 115 10
                                    

"Pada akhirnya ego dan gengsi yang terlalu tinggi malah bisa menyakiti diri sendiri."
- anggota WI

~Happy Reading~


Saat ini, Veno tengah berada di dalam ruangan ICU untuk menjenguk istrinya. Ia menggunakan pakaian steril dan juga masker untuk mencegah ruangan agar tidak terkontaminasi segala jenis bakteri dan infeksi.

Veno mendudukkan tubuhnya di samping brankar, ia menggenggam tangan istrinya dengan hati-hati.

"Sayang, maafkan mas karena telah gagal melindungi kamu. Kamu harus bertahan, mas akan menunggu kamu bangun. Kamu nggak sedih lihat aku dan Alex?" ucap Veno masih dengan memegang tangan Gretha yang sama sekali belum menunjukkan adanya pergerakan.

Veno menatap sendu ke tubuh istrinya yang sama sekali tidak ada tanda-tanda untuk bangun. Air matanya kembali turun membasahi pipinya. Namun, ia dengan cepat menghapus air mata itu, berusaha menyembunyikan kesedihannya.

Veno yakin, meskipun istrinya tidak dalam keadaan sadar, tapi istrinya bisa merasakan hal yang terjadi di sekitarnya. Ia tidak ingin membuat Gretha ikut bersedih.

"Sayang, Felix sudah dipenjara. Dia akan menerima hukuman yang setimpal, Sayang. Jadi kamu nggak perlu khawatir lagi, ya. Aku harap kamu cepat bangun. Aku dan Alex sangat merindukan kamu. Sayang, jangan tinggalin kami," pintanya dengan kepala yang tertunduk.

Veno mengelus jari Gretha pelan, kemudian mendongak menatap mata istrinya yang masih setia terpejam. Hatinya berdenyut nyeri melihat itu.

Air mata yang sedari tadi ditahannya tumpah tak terbendung. Air mata itu jatuh membasahi jari Gretha. Veno yang melihatnya, langsung membersihkan air matanya dari tangan istrinya.

"Sayang, kamu pasti kuat. Aku yakin kamu bisa melewati ini semua. Kamu harus ingat, aku bakal selalu nunggu kamu di sini." Air mata pria itu semakin turun dengan derasnya.

Veno bangkit dari duduknya, kemudian mendekatkan wajahnya pada telinga istrinya. "Aku cinta kamu, Gretha. Mas cinta kamu. Cepat bangun ya, Sayang," bisiknya di depan telinga Gretha. Ia mengucapkan kalimat itu berulang kali.

Setetes air mata keluar membasahi pipi Gretha. Veno yang melihat istrinya menangis, merasa senang sekaligus sedih. Senang karena istrinya dapat merespon ucapannya dan sedih karena melihat istrinya menangis.

Veno menghapus air mata di wajah yang kini sudah terlihat pucat.

"Jangan menangis Sayang. Mas akan selalu di sini dan menunggu kamu untuk membuka mata. Kamu bertahan ya, Sayang." Veno membelai kepala Gretha, pelan.

Jam kunjung hampir selesai. Veno tidak rela untuk meninggalkan istrinya. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Mas akan mengunjungi kamu setiap hari, Sayang. Mas pergi dulu ya," pamitnya pada Gretha yang tidak memberikan respon sama sekali.

Veno tersenyum sendu. Kemudian dirinya beranjak keluar dari ruangan itu.

☠️☠️☠️

"Papa," lirih Alex menghampiri Veno dengan matanya yang sembab. "Apa mama bakalan sadar, Pa? Apa Alex terlalu jahat, ya, sama mama Gretha? Sampai mama nggak mau bangun?"

Bocah itu menatap Veno dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Sedangkan Veno mengelus surai hitam milik Alex.

"Nggak, Sayang. Mama Gretha pasti akan sadar. Mama Gretha sayang banget sama kamu," ucap Veno parau. Ia juga tidak bisa memprediksi apakah istrinya akan sadar atau tidak. Hal itu membuat hatinya terasa sakit.

 Widower's Fat Wife [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang