Hujan turun dengan lebatnya di kota Malmö dari pagi hingga malam seperti ini. Mungkin karena sekarang menjelang musim dingin, curah hujan menjadi lebih tinggi dari biasanya. Bahkan di bagian utara Swedia, salju turun lebih awal di akhir November ini. Sementara di bagian selatan, salju datang lebih lambat dan mungkin akan datang di awal desember nanti.
Benar menurut prediksi bahwa seminggu terakhir ini hujan tidak akan berhenti turun di Malmö. Yoona tidak pernah meragukan lagi teknologi di tahun 2036 ini, salah satunya dalam hal prediksi cuaca. Masyarakat akan memiliki akses informasi cuaca yang lebih akurat. Ini akan membantu mereka mempersiapkan diri untuk cuaca ekstrem dan perubahan yang mendadak.
Yoona menghela napas sambil menatap hujan yang turun membasahi bumi dari jendela besar di ruang tengahnya. Di tangannya masih ada syal yang sedang dirajutnya berwarna soft pink, sedangkan di meja sudah ada syal lain dengan warna yang berbeda, seperti navy blue, burgundy dan forest green. Tentu Yoona membuat itu semua untuk dirinya sendiri, sang suami dan putra mereka. Hanya saja, ketika ia membuat barang-barang pribadi untuk keluarganya, ia juga akan membuat barang yang sama untuk mendiang Jena. Meski Jena telah pergi hampir 21 tahun yang lalu, tapi entah kenapa Yoona merasa nyaman jika melibatkan putrinya dalam hal-hal sederhana seperti ini.
Baru saja Yoona hendak memfokuskan dirinya lagi pada syal di tangannya, ia melihat seorang remaja laki-laki turun dari tangga lantai dua. Anak remaja itu mengernyitkan dahi ketika melihat sang ibu masih ada di ruang tengah saat hari sudah cukup malam seperti ini.
"Loh, Eomma belum tidur?" Jeno melirik tumpukan syal yang sedang dirajut oleh ibunya.
Yoona mengangguk, lalu melirik kaca jendela. "Appa mu belum pulang."
"Tumben, ini hampir jam 11 malam." Jeno menutup sedikit tirai dan pergi ke area dapur di dekat ruang tengah. Ia membuat hot chocolate dan chamomile tea serta membawa beberapa cemilan manis dan asin di etalase ke meja ruang tengah.
"Ada operasi darurat dan sekarang terjebak hujan." Yoona melihat putranya membawa nampan berisi minuman dan makanan. "Kenapa kau tidak tidur?"
"Aku baru bangun, Eomma." Jeno duduk di samping ibunya setelah meletakan nampan itu di meja.
"Kalau begitu, bawa makanan dan minumannya ke kamar. Disini dingin. Kau juga tidak pakai jaket, Jeno." Yoona mengambil selimut di dekat sofa lain lalu memberikannya pada Jeno.
Jeno tertawa saat sang ibu menyelimutinya dengan hangat. "Eomma, aku sudah besar."
"Badanmu saja yang besar, tapi kau tetap putra kecilku." Yoona sedikit protes karena menurutnya Jeno masih sangat kecil dan dia harus memperhatikan segalanya.
Tahun ini, Jeno genap berusia 16 tahun. Dia tumbuh layaknya anak remaja laki-laki lainnya. Tingginya bahkan sudah melebihi Junho, sekitar 181 cm dan mungkin akan bertambah seiring berjalannya waktu. Meski begitu, Yoona dan Junho merasa seperti kehilangan putra mereka beberapa tahun terakhir ini. Saat beranjak remaja, Jeno mulai mencari lebih banyak kebebasan dan independensi. Ia lebih sering menghabiskan waktunya untuk belajar, sekolah dan kegiatan bersama teman-temannya dibanding orang tua. Hanya sesekali atau setiap satu minggu sekali Jeno menghabiskan waktu bersama keluarga. Yoona dan Junho memahami itu, tapi tetap saja perasaan kehilangan itu masih ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILUTED HORIZONS [COMPLETE] ✓
Romance[DRAMA-FAMILY ROMANCE-PSYCHOLOGICAL] Mereka bilang, hidup Lee Junho dan Lim Yoona adalah keinginan setiap orang yang melihatnya. Karir yang mapan, keluarga kecil yang sempurna dan terjaminnya kehidupan. Siapa yang tidak menginginkannya? Tapi itulah...