Till The Last Rain Drop (3)

337 36 8
                                    

Aku tidak yakin sudah berapa lama aku tertidur. Namun, aku bangun dengan tubuh pegal seakan seseorang baru saja memukuliku. Yuji masih tidur sambil memelukku dari belakang. Tidak bergerak sedikit pun dari posisinya yang membelengguku. Kakinya mengait kakiku, sementara tubuhnya membungkusku bagai selimut. Hampir mustahil untuk bisa lepas dari kungkungannya. Hampir. Karena ternyata, aku berhasil melakukannya.

Kupandangi celana dalamku yang koyak dengan pasrah. Tidak menyukai kenyataan bahwa aku harus pulang memakai rok tanpa pakaian dalam. Tatapanku berpindah pada Yuji yang masih tertidur. Telanjang dan terlihat sangat ... tampan? Tidak. Dia lebih dari itu. Yuji lebih tepat dikategorikan sebagai magnet wanita. Hanya itu alasan masuk akal yang bisa menjelaskan ketertarikan instan-ku padanya.

Aku berpaling. Tak ada gunanya aku terus memandangi Yuji tidur. Hubungan kami tidak nyata. Hanya kencan satu malam. Tidak peduli seberapa kuat ikatan yang kurasakan sejak pertama kali melihatnya.

Mandi. Ya. Mandi akan menjernihkan pikiranku. Meringankan bebanku. Rasa pahit yang familier muncul di tenggorokan. Rasa mengganjal setiap kali aku mengingat alasanku berakhir di tempat tidur bersama Yuji. Pengkhianatan. Putus asa. Kesepian.

Kugosok air mata yang mulai terbentuk. Menolak untuk kembali terpuruk seperti semalam. Tanpa berpikir, aku meraih remote control TV di nakas. Mencari pengalih perhatian. Suara. Gambar. Apa pun yang bisa menghilangkan bayangan mimpi burukku.

Lalu aku melihat wajahnya. Di layar televisi yang kini benderang. Wajah pria yang menghabiskan malam bersamaku.

Leonard Ikeda, pianis terkenal, menghilang beberapa jam sebelum konser tunggalnya.

Judul berita itu terpampang jelas di layar sementara reporter membacakan beritanya. Foto Yuji ada di sebelah reporter itu. Mengenakan tuxedo dengan rambut tersisir rapi. Tanpa ada luka maupun goresan sedikit pun di wajahnya. Sangat berbeda jika dibandingkan Yuji yang kutemui semalam.

"Matikan."

Saking terkejutnya, aku nyaris menjatuhkan remote di tangan. Kutolehkan kepala ke arah sumber suara. Mendapati Yuji yang tengah menatap tajam ke arahku.

"Turn off the TV."

Nada bicaranya terdengar tidak suka. Sama seperti ekspresi wajahnya. Aku mematikan layar televisi, kini balik memandangnya.

"Kau bilang namamu Yuji," tukasku hampir setajam dirinya.

"Yuji Leonard Ikeda. That's my full name."

"So, you're japanese."

"Half."

Obrolan ini mulai terdengar wajar. Jadi, aku mencoba untuk kembali mencari tahu.

"Apa yang terjadi padamu?"

"Aku terlibat perkelahian."

"With who?"

"People."

Oke. Yuji tidak benar-benar ingin bicara. Begitulah pendapatku sebelum dia kembali melanjutkan.

"Random people. Aku butuh pengalih perhatian. Mencari masalah dengan sembarang orang terdengar menarik." Bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman sinis. Ada kepahitan di balik senyum yang dipaksakan itu. Pahit yang mengingatkanku pada diri sendiri.

Piece of My MindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang