Kali ini, tangan itu lebih lama berada di wajahku. Membelai dengan sangat perlahan. Alis, mata, hidung, pipi, dan mulut. Teksturnya yang agak kasar sangat berlawanan dengan kelembutan bibirku. Namun, sentuhannya bagai rayuan, memisahkan kedua belah bibirku agar membuka. Sesuatu yang lembut, tapi kuat, menekan permukaan itu. Mengecap. Menikmati dengan begitu khidmat.
Aku mendesah saat sesuatu selembut satin menginvasi rongga mulutku. Eranganku terdengar asing. Seakan keluar dari bagian tubuhku yang paling dalam. Bill pernah menciumku seperti ini, tapi rasanya tidak pernah senikmat sekarang.
Sebuah tangan bergerak membelai dengan teratur. Naik turun dari balik celana dalamku. Menimbulkan kelembaban di antara kedua kakiku. Aku menggigil saat ciumannya terlepas, membuat jejak basah setiap kali bibirnya bergerak turun. Mencicipi kulit di leherku. Ciumannya tidak berhenti merasakan setiap jengkal kulit yang dia lewati. Tali gaun tidurku diturunkan melewati bahu.
"Foarte frumos.*"
Tubuhku bergidik saat kembali mendengar suara itu. Bariton rendah yang sama. Aura mengancam yang sama. Tanda kepemilikan yang sama.
Kakiku terbuka lebar di bawah bimbingan tangan yang tidak berhenti mengelus. Jari-jari itu menurunkan celana dalamku. Terdengar jeritan ketika jari itu berkelana makin jauh. Aku tidak yakin bahwa itu adalah jeritanku sendiri. Kesadaranku bagai terbelah antara mimpi dan kenyataan. Aku berjuang menyingkirkan kabut yang menyelimutiku. Rasanya begitu sulit. Namun, saat aku berhasil, sosok samar seorang pria tertangkap mataku. Di antara kesadaranku yang begitu tipis, hanya rambut sehitam malam dan mata gelap yang terlihat olehku. Wajahnya tampak familier. Tulang pipi tajam. Hidung mancung yang tinggi. Bibir penuh sensual. Semua itu terasa tidak asing.
Aku berusaha membuka mulut, tapi hanya rintihan yang terdengar dari sana. Mulutnya yang mencumbuku makin berani. Memberi tanda pada setiap inchi kulit yang dia lewati. Sesuatu berkumpul di pusat tubuhku. Bagian dalam perutku seakan mengerut. Aku akan meledak.
Jeritan itu lagi-lagi terdengar saat kepuasan membanjiriku. Menjalari seluruh sarafku hingga ke ujung. Membuat punggungku melengkung tinggi hingga jari-jari kakiku tertekuk ke dalam. Mendadak, aku merasa sangat lelah. Tubuhku seakan tak bertulang. Sebuah kecupan di pelipis serta janji yang menyertai, kembali menghilangkan kesadaranku.
"Visuri dulci *... Dragă.*"
***
Saat kubuka mata pagi itu, aku bahkan merasa lebih lelah daripada sebelum pergi tidur. Tulang-tulangku rasanya terlepas dari engselnya. Aku mencoba duduk, merasakan setiap otot di tubuhku menjerit protes. Kemudian sebuah kesadaran menghantamku dengan tiba-tiba, membuatku meraba tubuh dengan terburu. Desahan legaku menandakan bahwa yang kualami benar-benar hanya mimpi. Gaun tidurku masih melekat dengan rapi. Selimut masih tersampir di tubuhku. Tidak ada tanda-tanda bahwa ada pria asing yang baru saja mencumbu serta memberiku kenikmatan. Hanya celana dalamku yang basah.
Aku mengerang sambil menutup wajah. Tentu saja celana dalamku basah. Mimpi itu terasa begitu nyata. Bahkan dengan mengingatnya saja membuat hasratku kembali naik.
Mungkin beginilah efek mempertahankan keperawanan terlalu lama, cibirku dalam hati.
Tentu saja tidak. Kau beruntung bukan pria seperti Bill yang kelak akan mendapatkan keperawananmu, kata hatiku yang lain ikut menyahut.
Aku membuka selimut dengan jengkel, melangkah ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajah. Mengembalikan akal sehatku. Terlalu lama melakukan perjalanan sendirian mulai membuatku gila. Aku jadi sering bicara dengan diri sendiri. Mungkin seharusnya, sejak awal aku tidak pernah memulai perjalanan ini. Atau mungkin, aku lebih baik melakukan perjalanan domestik. Bukannya pergi ke negara yang jaraknya ribuan kilometer dari tempat tinggalku.
Kubasuh wajah dengan cepat, berusaha menjernihkan pikiran. Aku memandangi bayanganku yang memantul di cermin besar, lalu sesuatu mengejutkanku. Kelopak mataku membelalak ngeri saat menatap diriku di sana. Kemudian, jeritanku tidak terhindarkan lagi.
***
Tanda merah itu ada di mana-mana. Menyebar di leherku, memenuhi pundak dan seluruh dadaku. Dengan panik, kuturunkan tali gaun tidur, mengecek payudaraku. Ada lebih banyak bercak kemerahan di sana. Jauh lebih banyak dari tempat lain. Bibirku bengkak seakan seseorang baru saja menamparnya. Atau melumatnya. Harusnya aku telah menduga, saat bagian itu hampir mati rasa ketika aku bangun tadi.
Aku berjalan mundur. Tiba-tiba merasakan ketakutan membanjiriku. Apa yang terjadi? Apakah mimpi yang kualami sungguh nyata? Tidak mungkin. Tidak ada orang lain di kamar ini selain diriku. Namun, di luar ... ada beberapa pengunjung yang juga menginap. Apakah ada yang menyelinap masuk saat aku sedang tidur?
Aku berlari ke arah pintu untuk memeriksa. Terkunci. Sama seperti semalam, pintu kamarku masih terkunci dari dalam. Kuedarkan pandangan pada sekeliling ruangan. Memindai dengan kalut. Tanganku bergerak liar membuka lemari. Mengecek ke kolong tempat tidur. Memeriksa tiap sudut tersembunyi. Lalu kembali ke kamar mandi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan orang lain. Hanya diriku.
Gemetar, aku mengambil langkah ke tempat tidur, duduk dengan keras begitu telah mencapainya. Aku ketakutan. Gagasan bahwa ada orang asing yang tidak kukenal masuk ke dalam kamar dan melakukan hal-hal intim kepadaku sungguh membuat ngeri. Kemudian aku tertegun. Pria itu bukan orang asing. Setidaknya aku merasa mengenal wajahnya. Atau mungkin kami pernah bertemu, tapi aku tidak terlalu memperhatikannya.
Namun, siapa? Wajah pria itu bukan tipe yang mudah dilupakan. Meski aku tidak melihatnya terlalu jelas karena pengaruh kesadaranku yang hilang timbul, aku tahu pria itu memiliki ketampanan yang mencolok. Jenis ketampanan yang berbahaya. Dengan fitur wajah tegas dan mata hitam yang menyorot dingin. Dan suaranya.... Aku tidak akan pernah melupakan suara seperti miliknya.
Tanpa sengaja, pandanganku tertarik ke arah lukisan besar di hadapanku. Lukisan pasangan Lazarescu. Lalu sekali lagi, aku merasakan sensasi seakan seseorang meninju perutku. Aku mengenal pria itu karena aku melihatnya setiap hari selama aku menginap di hotel ini. Pria yang mencumbuku.... Dia adalah pria di dalam lukisan. Ciri mereka sangat mirip.
Kurasakan dorongan untuk memeluk diriku sendiri lebih erat. Ini tidak mungkin. Hotel ini didirikan di akhir abad 19. Lebih dari 100 tahun lalu. Vasile Lazarescu sudah meninggal. Kalau memang mimpi yang kualami adalah nyata, maka aku hampir bercinta dengan hantu.
***
