Aku berhenti mendesaknya. Regan tidak kelihatan sedang main-main. Namun, aku tidak begitu saja menganggap serius ucapannya.
"You must be joking." Getaran samar terdengar dalam suaraku. Apa aku gugup? Tidak. Regan tidak membuatku gugup. Kami teman sejak kecil. Tak ada alasan bagiku untuk merasa canggung oleh kedekatan kami. Tidak ada. Termasuk sorot mata tajam Regan yang masih tertuju padaku.
Aku memekik saat mendadak Regan mencekal pinggangku, meletakkanku di atas pangkuannya. Peganganku pada pipinya terlepas, jatuh pada pundaknya yang kini kucengkeram.
"Kau sudah mendapat kesempatanmu."
"Regan, what are you... "
Dia melakukannya. Regan sungguh-sungguh menciumku. Aku tidak tahu apa yang sedang merasukinya. Kepalan tanganku mendarat di dadanya, menyuruhnya mundur karena mulutku tidak bisa melakukannya. Regan mengabaikan isyaratku. Memagut bibirku lebih kuat. Mencuri napasku dalam ciumannya.
"Regan, stop.... " Aku berusaha bicara di antara ciumannya yang bertubi. Dia sama sekali tidak memberiku kesempatan untuk melepaskan diri. Lengan Regan memang sekukuh kelihatannya. Membelengguku seperti rantai besi.
"I've warned you." Bisikan serak Regan membuatku merinding. Dia bukan lagi anak laki-laki yang dulu kukenal.
"I got your point. Now, let me go."
Tanganku masih berada di dadanya. Hidung kami bersentuhan karena jarak yang begitu dekat. Aku dapat mencium aroma tubuh Regan. Dia wangi. Seperti citrus dan mint. Aku tidak dapat memutuskan.
"You use to hold me like this." Pandangan Regan seakan melamun saat mengatakannya. Jemarinya meraih rambutku, sebelum menyelipkannya ke belakang telinga. Aku menelan ludah. Sebenarnya, aku tidak benar-benar ingin Regan melepaskanku. Namun, aku pasti sudah gila jika bercumbu dengan teman kecil yang sudah lama tidak kutemui. Walaupun sepertinya Regan tidak akan keberatan.
"I hold you to make you feel safe. Dulu kau... kecil."
"Yeah... dulu aku sering sembunyi di belakangmu kalau ada yang menggangguku." Regan tertawa ringan. Mengenang masa lalu itu menyenangkan. Apalagi jika masa lalu itu berwujud seperti Regan Jones.
"Maaf. Aku akan melepaskanmu sekarang." Regan melonggarkan pelukannya. Dan entah kenapa, ada setitik rasa kecewa saat kehilangan kehangatannya. Jari-jariku mencengkeram bagian depan T-Shirt Regan, menolak untuk menjauh.
Pandangan kami bertemu. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibirku, tapi Regan memahamiku seketika itu juga. Ternyata, beberapa hal memang tidak berubah. Kami masih bisa saling mengerti meski tanpa bicara.
"You want me to kiss you again." Regan berbisik rendah. Mengunci tatapanku dengan miliknya.
Aku menelan ludah. Keras. "Friend doesn't kiss," gumamku.
"But, you want me too." Pelukan Regan kembali mengetat. Kali ini, aku tidak berusaha menjauh darinya. Jantungku berdebar kencang. Rasa hangat menyebar di wajahku, menjalar hingga ke leher. Aku merona seperti gadis yang belum pernah dicium. Namun, memang begitulah kenyataannya. Belum pernah ada yang menciumku. Sedangkan Regan melakukannya seakan dia sudah terbiasa. Pemikiran itu membuatku kecewa. Seketika menghilangkan rasa antusiasku.
"Aku tidak mau. Lepaskan aku."
Regan menyadari perubahan suasana hatiku yang mendadak, tapi dia tidak membiarkanku. Tahu apa yang menyebabkan perubahan itu. "That was my first kiss."
Keterkejutanku terlihat jelas. Begitu juga raut tidak percayaku. "Bohong."
"Aku tidak pernah berbohong padamu."
