Monster Under The Bed (4)

437 40 5
                                    

Bekapan di mulut menghentikan jeritanku yang belum sempat keluar. Kepalaku terbentur permukaan lembut sofa saat dia mendorongku hingga berbaring. Kucengkeram pergelangan tangan yang menutup mulutku, berusaha menariknya menjauh, tapi dia jauh lebih kuat. Tidak butuh usaha keras untuk mengunci kedua tanganku di atas kepala.

"My sweet little moonlight, you've become a woman." Bisikan rendahnya begitu dekat dengan telingaku. Kupejamkan mata erat, membutakan pandangan dari wajah yang selalu menghiasi mimpi burukku. "Aku tahu kau menungguku."

Aku menggelengkan kepala, sekuat yang bisa kulakukan di bawah cekalannya.

"No? You pretty little liar. Kau tidak pernah melupakanku. Buktinya adalah bekas luka itu." Ucapannya diiringi oleh nada mengejek yang terdengar jelas. Aku membuka mata saat merasakan keyakinan dalam suaranya.

"Kau belum mengerti juga? Ingatanmu tentang diriku seharusnya memudar setelah kau dewasa. That's why I gave you that bite mark. To test you. To test my luck. Aku beruntung karena ikatan kita sangat kuat hingga kau masih mengingatku. You're meant for me, Luna. Dan sekarang, aku akan memenuhi janjiku padamu."

Aku belum sempat teriak ketika bibirnya menggantikan tangan yang membekapku. Ciumannya lembut, tapi menuntut. Desakannya memberitahuku segalanya. Dia menginginkanku. Ketakutanku memuncak. Aku menggeliat di bawah tubuhnya, menunjukkan penolakan. Dia tidak peduli. Sejak dulu, dia tidak pernah peduli. Lidahnya mendesak masuk. Seharusnya aku menggigitnya. Namun, sensasi yang aneh membanjiriku. Mengalir di dalam pembuluh darahku. Merenggut akal sehatku. Panas. Rasa panas yang bercampur nyeri dan nikmat.

Dia melepas tautan bibir kami, mengangkat wajah lalu tersenyum. "Kau sudah lebih jinak sekarang." Dia menjauhkan tubuh, melepas kancing kemejanya satu per satu.

"Apa yang kau lakukan padaku?" tanyaku dengan suara tersengal. Bahkan tanpa cekalannya yang membelengguku, aku tidak memiliki keinginan untuk melawannya. Pikiranku seakan melayang meski aku masih sadar penuh. Namun, tenagaku menghilang. Yang kurasakan hanya keinginan agar dia menyentuhku. Aku tahu ini gila. Baru beberapa saat yang lalu aku begitu takut kepadanya. Kini yang kuinginkan hanya berada dalam dekapannya.

"That's my saliva." Dia melepas kacamata, melempar ke seberang ruangan. "Itu melemahkanmu. Membuatmu lebih mudah ditaklukkan. Make you want me."

"Kau monster."

Tawanya terdengar memenuhi seluruh ruangan. Dengan santai, dia melepas sabuknya seraya berkata ringan. "Hargailah usahaku sedikit, Luna. Aku berusaha tidak menakutimu dengan tidak menunjukkan wujud asliku. I'm handsome, right? Aku bukan lagi monster yang kau takuti, setidaknya dari luar."

"Apa yang kau inginkan dariku?" Aku berusaha mengulur waktu saat dia telah melepas seluruh pakaian dan mulai berkutat dengan milikku.

"Tidak biasanya kau suka mengobrol." Dia melepas jaketku, melemparnya sembarangan seperti pakaiannya yang lain. T-Shirt-ku menyusul kemudian, dan aku tidak melakukan apa pun untuk mencegah meski aku menginginkannya. Jemari panjangnya menyusuri belahan dadaku hingga aku bergidik. "I want you to have my child."

Mataku melebar oleh kengerian ketika mendengar kata-katanya. Sekuat tenaga, kuangkat tanganku hingga menyentuh dadanya yang telanjang. Rasa panas itu makin menjadi. Kusadari bahwa itu terjadi setiap kali kulit kami bersentuhan. "Please...."

"Please what?"

"I don't want this."

"Are you sure?"

Piece of My MindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang