"King.... Arianna...."
Mataku terbuka oleh panggilan sayup-sayup itu. Kupikir aku masih bermimpi karena kesadaranku belum sepenuhnya kembali. Saat dapat melihat lebih jelas, ternyata King sudah bangun. Dia menumpukan tubuh dengan salah satu sikunya, mendengarkan dengan waspada.
"Arianna! King!"
"It's them!" tukasku dan King bersamaan. King berdiri dengan tergesa, mulai berlari ke sumber suara.
"King, your pants!" seruanku menghentikan langkah King. Tatapannya turun saat dia menyadari bahwa dia hanya mengenakan boxer. King kembali masuk lalu meraih celana jeans-nya yang masih lembab.
"Bra...." Dia menunjuk braku dengan canggung. "Get dress, Arianna."
Aku menyilangkan tangan di depan dada, bergerak memunggunginya saat kembali mengenakan pakaianku. Kini begitu matahari bersinar terang, perasaan malu membanjiriku saat tubuh setengah telanjangku dan King terlihat jelas. Aku sedang mengancingkan celana jeans-ku ketika kurasakan ciuman ringan di pipi.
"Good morning, babe." Dia berujar singkat.
Kuusap pipiku yang memerah setelah kecupan King. Dia telah berpakaian lengkap dan mulai berlari mengejar suara yang memanggil kami.
"Over here!"
King sedang melambaikan kedua tangan seraya mendongak untuk menarik perhatian begitu aku ikut keluar bersamanya.
"King? King!"
Itu suara Lawrence. Aku mengikuti langkah King dengan berteriak sambil melambai tidak kalah bersemangat.
"Kami di sini! Di bawah!"
Kami tidak berhenti berteriak, hingga akhirnya kulihat kepala Lawrence yang melongok ke bawah, tepat ke arah kami.
"Mereka di sini!" Lawrence memanggil yang lain begitu telah melihat kami. Tampak begitu lega. "Kalian baik-baik saja?"
"Yes. Kenapa kalian lama sekali?" gerutu King meski tak dapat dipungkiri bahwa dia juga merasa senang.
"Arianna!" Kelly muncul di sebelah Lawrence, nyaris menangis begitu melihatku.
"Kelly!" Aku melambaikan tangan lagi, tertawa lebar. Ted dan Joanna ikut menyusul kemudian, sama-sama tertawa penuh kelegaan.
"Lempar sesuatu ke sini. We need to go up." Tampaknya King sudah lelah berteriak dan ingin segera terbebas dari situasi ini. Lawrence menghilang sejenak, lalu kembali membawa seutas tali yang tampaknya cukup kuat. Dia melemparnya ke bawah dan King langsung menangkapnya, mengetes kekuatannya.
"Ayo, kau naik duluan," ucap King begitu dia yakin bahwa tali tersebut cukup kuat untuk menahan beban. Namun, aku masih terpaku di tempat, menatapnya tanpa berkedip.
"Your hand...." Aku menutup mulut dengan sebelah tangan begitu menyadari kondisi King. Tidak ada lagi kegelapan yang menyembunyikan luka-luka di sepanjang lengan kirinya. Dia tergores di mana-mana, bahkan ada beberapa yang cukup dalam dengan darah yang telah mengering. Goresan di wajahnya juga tampak lebih jelas. Dengan beberapa garis yang melukai pipi serta pelipisnya.