BAB 3: PERTEMUAN TAKDIR

20 2 0
                                    

Hujan turun dengan derasnya di tengah malam, membasahi jalan-jalan yang berkilauan di bawah sinar lampu neon.

Di sebuah bangunan tinggi di pinggir kota Callesia, Ashraf, seorang hitman yang dikenal karena kekejamannya, sedang mempersiapkan diri untuk misi solo malam itu. Targetnya adalah seorang pembelot bernama Dimitri, yang telah melanggar sumpah setia dan mengkhianati organisasi.

Ashraf melangkah ke dalam bangunan dengan senyuman dingin di wajahnya, matanya yang sebiru lautan mengawasi setiap sudut ruangan. Dimitri dikelilingi oleh beberapa bodyguard yang bersenjata lengkap.

Tanpa ragu, Ashraf mengeluarkan pistolnya dan menembakkan peluru pertama, mengenai salah satu bodyguard tepat di kepala.

"Kita diserang!" teriak seorang bodyguard lainnya, tetapi sebelum dia sempat merespons, Ashraf sudah menembakkan peluru kedua, mengenai dada lelaki itu. Dalam sekejap, ruangan itu berubah menjadi medan pertempuran.

Bodyguard-bodyguard Dimitri tidak tinggal diam. Mereka menembak balik ke arah Ashraf, tetapi dia bergerak dengan kelincahan dan ketepatan seorang pembunuh profesional. Setiap tembakan yang dilepaskannya mengenai sasaran dengan akurat dan mematikan.

Ashraf melompat ke sebalik meja, menghindari peluru yang beterbangan, kemudian melemparkan pisau ke arah seorang bodyguard yang cuba mendekatinya dari belakang.

"Dapatkan dia! Jangan biarkan dia dekati Dimitri!" teriak salah satu bodyguard yang tersisa. Mereka bergerak dalam formasi, cuba untuk mengepung Ashraf.

Namun, dia tidak mudah dikepung. Dengan satu gerakan cepat, dia menendang meja, membuatkan meja itu terseret jauh kehadapan dan melanggar dua bodyguard yang berada di depannya.

Pertempuran semakin sengit. Ashraf menggunakan setiap senjata yang ada di tangannya, dari pistol hingga pisau. Dia bergerak cepat, menghindari serangan dan menyerang balik dengan brutal.

Satu per satu, bodyguard-bodyguard itu tumbang. Darah mula membasahi lantai, menambah suasana mencekam di dalam gudang itu.

Dimitri yang melihat pasukannya kalah satu per satu, cuba untuk melarikan diri. Dia berlari ke arah pintu keluar belakang, tetapi Ashraf dengan cepat mengejarnya. "Jangan harap kau boleh lari, Dimitri tak guna!" teriak Ashraf dengan suara yang penuh kebencian.

Dimitri tersandung dan jatuh ke lantai. Dalam sekejap, Ashraf sudah berada di atasnya, mengacukan pistol ke kepalanya. "Kau ingat, kau boleh khianati kami dan hidup bebas?" Ashraf menekan pelatuknya, tetapi sebelum peluru keluar, Dimitri mengayunkan pisau kecil yang disembunyikannya, mengenai perut Ashraf.

"Aghh..." Ashraf merintih kesakitan, memegang perutnya yang berlumuran darah. Dia tahu dia harus keluar dari situasi ini secepat mungkin.

Dengan sisa-sisa kekuatannya, dia mencabut pisau yang terpacak diperutnya lalu dibaling ke arah Dimitri yang cuba melarikan diri. Dimitri tumbang apabila pisau itu terpacak tepat dibelakangnya.

Ashraf mengumpulkan sedikit lagi kekuatan untuk mendekati Dimitri. Kemudian dia menembakkan peluru terakhir, mengenai kepala Dimitri demi memastikan targetnya benar-benar mati. Tubuh Dimitri jatuh tak bernyawa, darah mengalir dari lukanya.

"Si**" sepatah kata keluar dari mulut Ashraf sebelum mengambil telefon bimbit milik Dimitri. Siapa tahu, mungkin didalamnya terdapat apa-apa bukti tentang pengkhianat lain pula.

Ashraf keluar dari gedung sambil menahan sakit yang luar biasa. Dia berjalan terhuyung-huyung di bawah hujan yang semakin deras, memegang luka di perutnya dengan tangan gemetar. Setiap langkah terasa semakin berat, dan pandangannya mulai kabur.

Di Lorong Kecil

Di luar, hujan masih turun dengan derasnya. Ashraf berjalan terhuyung-huyung, menekan luka di perutnya untuk mengurangi pendarahan. Dia merasakan ada seseorang yang mengikutinya, tetapi tidak dapat memastikan siapa.

THE SHADOW BETWEEN USWhere stories live. Discover now