CHAPTER 14

3.2K 210 0
                                    

"Aku adalah penjahat yang datang untuk membuat sang pangeran tak berkuda menyelamatkan dirinya." - Liona Odelia Aswangga

14. PANGERAN-NYA

Renata menutup matanya kala sebuah cairan  berwarna coklat jatuh mengguyur tubuhnya. Bau kurang sedap masuk ke dalam indera penciuman Renata, perlahan dia membuka kembali matanya.

"Yah... Abis air-nya,"

Renata mendongak melihat ke arah lantai dua yang dimana suara tadi terdengar,"Gimana sambutan gue hari ini?"tanya Liona sambil menaik-turunkan alisnya.

Liona melempar asal ember yang digunakan untuk menampung air bekas pel tadi. Dia melihat kebawah tempat Renata berada,"Lah malah cosplay jadi patung dia." Liona berucap dengan nada cukup tinggi daripada yang tadi.

"Aku salah apa sih Kak?" Renata bertanya dengan air mata sudah mengalir membasahi pipinya.

"Banyak!"

Liona dapat mendengar bisikan-bisikan para murid SMA GHANESA membicarakan  tindakannya. Namun, fokus Liona bukan itu melainkan orang yang berada di depan perpustakaan.

Leon tak percaya Liona benar-benar melakukan perkataannya beberapa waktu yang lalu. Leon melihat ke arah Liona yang tengah tersenyum lebar.

Shit!

Leon berlari menuju tempat Renata berada — Karena, jarak perpustakaan dengan tempat Renata berdiri sekarang cukup jauh — Leon tiba-tiba berhenti di tengah jalan melihat pemandangan di depannya.

Liona semakin melebarkan senyumnya melihat Leon yang berhenti di tengah jalan.

Gue bilang juga apa? Lo bukan pangeran tak berkuda miliknya, batin Liona

"Gila Lo!" Alaska mendongak melihat ke arah Liona setelah dia memasangkan jaket miliknya kepada Renata.

"Menurut lo?" Liona memelintir ujung rambutnya  dengan raut wajah minta kena tonjok — ngeselin banget emang ni anak.

⚘⚘⚘

Liona berdiri di lapangan tidak jauh dari pangkal tiang bendera untuk melaksanakan hukuman hormat kepada sang saka merah putih yang dia dapatkan, akibat ulahnya tadi pagi.

Banyak murid SMA Ghanesa melihat kearah Liona, bagaimana tidak, lihat saja penampilan Liona sekarang. Rambut berantakan dan juga lepek kena sinar matahari, seragamnya lecek — tidak seperti Liona biasanya yang cetar membahana.

Apalagi, ditambah dengan sebuah kardus yang di gantungkan di lehernya bertuliskan "Pembuatan onar hari ini." Semakin membuat Liona malu — tau gini Liona lebih baik pulang sekolah saja menjahili Renata.

Banyak siswa memotret Liona untuk dijadikan meme di grup angkatan mereka nanti. Kapan lagi 'kan melihat Ratu Drama SMA Ghanesa seperti ini.

Ingin sekali Liona mengeplak kepala orang satu persatu yang melihatnya mengunakan sepatu.

"Gimana enak di jemur?"tanya Elvano yang telah berdiri tak jauh dari tempat Liona berdiri sambil memegang bola basket — karena kelas Elvano sekarang jam olahraga.

Liona tak menjawab, dia terus menengadah hormat bendera dan berharap waktu cepat berlalu agar hukuman cepat selesai.

"Lah, tumben nih, si Queen Drama diam aja. Malu ya? Capek? Haus? Mau minum?"ucap Elvano mengundang gelak tawa dari yang lain.

"Berisik, bisa diam gak?!"ketus Liona menatap sengit Elvano.

"Uhhh... Atut," Elvano memasang ekspresi wajah takut. Tapi Liona yang melihatnya malah ingin muntah.

"Slow aja Mbak, Jangan marah-marah, cepat tua nanti."sambung Elvano.

Liona memutar bola matanya malas, sumpah demi apapun, kalau saja memb*nuh orang itu tidak dosa maka orang yang akan Liona gor*k sekarang adalah orang di depannya.

Elvano mendekat mengikis jarak dengan Liona,"Liona, Liona.... Maka-nya jadi orang tuh jangan sok... Sok berkuasa, 'Kan gini jadinya. Sepatutnya lo tuh bersyukur keluarga Aswangga masih mau nerima lo jadi bagian keluarga mereka."

Liona waras, Liona diam.

Anggap aja angin lalu, jangan ladenin dan seolah-olah tidak ada orang di depannya.

Dia tidak ingin membuat masalah lagi sekarang, bisa-bisa hukumannya ditambah. Apalagi, hanya untuk meladeni orang kurang kerjaan seperti si asu Elvano ini.

"Benar kata orang buah jatuh enggak akan jauh dari pohonnya, kayak lo contohnya." Semakin Elvano banyak berbicara semakin kuat juga keinginan Liona menonjok mukanya.

"Lo sama Ibu lo tuh gak jauh beda, udah seorang jalang, pelakor lagi. Peribahasa yang tepat buat kalian tuh, Buah jatuh sak pohon-pohonnya. Hahah~"

Gelak tawa semakin terdengar di telinga Liona membuat Liona memejamkan matanya mencoba menahan amarah yang sudah membuncah dari tadi, tangannya sudah terkepal kuat.

"Gimana rasa jadi anak seorang pelako-"

Plak....

Belum selesai Elvano bicara,dia sudah mendapatkan sebuah tamparan yang begitu kuat hingga membuat telinga Elvano berdengung dan pipinya terasa kebas, Elvano menatap orang di depannya tidak percaya.

"Gue dari tadi diam aja bukan berarti lo bisa seenaknya ngatain Ibu gue, Anj*ing!! Lo gak tau apa-apa tentang Ibu gue dan berhenti ikut campur dengan urusan orang lain. Lo siapa? Anak presiden? Hingga lo punya keberanian buat bicara yang gak benar tentang Ibu gue, hah!!"teriak Liona membuat semua orang bungkam.

Riuh gelak tawa yang tadi terdengar hilang seketika, semua mata tertuju kepada Liona dan Elvano sekarang.

"Jika dari tadi lo yang ngomong terus sekarang giliran gue. Gimana kalau sekarang gue bilang..." Liona menjeda ucapannya, melihat ke sekeliling masih banyak orang yang melihat kearah dirinya.

Gue juga bisa buka kartu as Lo, Elvano. Jika lo nyiram gue dengan air maka gue akan tenggelamkan lo ke dasar lautan,desis Liona dalam hati menatap tajam Elvano.

"Bagaimana rasa punya Bokap seorang pemain dan sering gonta-ganti pasangan bahkan pacar anaknya sendiri di embat!!"teriakkan Liona menggelegar membuat semua orang yang mendengar terkejut.

Elvano membulatkan matanya tidak percaya dengan apa yang dikatakan orang di depannya,"Lo gak usah nyebar fitnah, Bang*at! Ini bisa gue laporin ke kantor polisi atas pasal pencemaran nama baik."

"Sok lapor, gue juga bisa dan melapor dengan kasus yang sama. Lo dulu yang fitnah Ibu gue, bahkan, bicara tanpa bukti yang valid. Keluarga sendiri gak bener sok-sokan menilai keluarga orang lain."cibir Liona

Pada dasarnya Elvano memang tidak bisa mengontrol emosinya langsung melempar bola basket yang dia pegang tadi kearah Liona,"Jaga ucapan Lo, Anj*Ng!"

Dukh...

Liona mundur beberapa langkah kebelakang tak kala bola basket itu melayang dan tetap mengenai dadanya. Sakit? Jelas sakit, lempar Elvano tidak main-main. Mungkin saja dia melemparnya mengunakan tenaga dalam.

"Kenapa lo gak terima?"tanya Liona sambil memegangi dadanya yang terasa sakit.

BERSAMBUNG


Hai Sobat Michaaa...

Apa kabar? Semoga baik-baik aja ya.

Sorry ya kalau update-nya lama. Beberapa waktu yang lalu tiba-tiba aja kena writer block. Untuk kedepannya Michaaa usahain buat update minimal 2x seminggu. Makasih buat yang sudah baca cerita ini 🙏 Jika menurut kalian cerita ini bagus jangan sungkan buat rekomendasikan ke pembaca lain :)

Jangan lupa Vote dan Komen ya...

Oke, See you next Chapter ❤️

TERJEBAK DALAM NOVEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang