CHAPTER 17

3.5K 199 13
                                    

17. SEPERTI LAUTAN

Liona menyesap susu hangat yang dibuat oleh Bik Nur dengan hikmat hingga tandas, Liona memberikan kembali gelas kosong itu kepada wanita paruh baya di depannya,"Makasih Bik."

Bik Nur mengangguk lalu pergi ke dapur meninggalkan Sean dan Liona di dalam ruangan. Liona pun sudah berganti pakaian dengan baju milik Kakak Sean dan luka-lukanya pun sudah di obati oleh Bik Nur tadi.

"Lo gak mau cerita, Kenapa bisa sampai kayak gini?" Berulang-ulang kali Sean menanyakan pertanyaan sama namun Liona seolah bisu — tidak menjawab pertanyaannya.

"Gue harus cerita yang mana? 'kan lo tau sendiri apa akibatnya kalau gue bikin ulah."jawab Liona singkat.

Sean mendesah lelah,"Udah tahu akibatnya kalau bikin masalah, kenapa Lo lakuin?"

"Gue gak bikin masalah aja tetap di hukum, mending sekalian bikin masalah, biar impas."

Liona memang bukan orang baik, dia memang sering buat masalah — ya, memang merugikan orang lain tapi tidak sampai bikin orang sekarat. Tidak seperti keluarga Aswangga yang hukumnya hampir mati. Bahkan untuk masalah yang sangat sepele pun, Liona tetap di hukum.

Selama mereka berdua berteman, Sean sedikit tahu tentang masalah keluarga Liona. Walaupun Liona tidak pernah bercerita tentang keluarganya dan terkesan tertutup untuk masalah pribadi.

Dalam tubuh Liona mengalir darah keluarga Aswangga dan parahnya Sean baru tahu itu ketika mereka masuk SMA. Liona juga tidak tinggal bersama anggota keluarga Aswangga yang lain. Karena, beberapa kali Sean main ke kediaman Aswangga tidak pernah melihat Liona. Dan Sean juga tidak tahu kenapa seperti itu.

Liona pernah bilang jika Ibunya telah meninggal dunia ketika umurnya baru menginjak tujuh tahun dan Sean baru tahu itu saat acara perpisahan SMP mereka berapa tahun lalu. Waktu pertama kali Sean kenal Liona, Liona selalu pergi ke sekolah jalan kaki dan dari situ Sean pikir Liona ini dari kalangan menengah kebawah. Tapi, ternyata di luar prediksi BMKG — Dia Anak orang kaya cuyy!!

Inilah kenapa Sean sangat penasaran hubungan keluarga Aswangga dengan Liona. Menurut Sean, Liona itu seperti lautan, penuh misteri dan kejutan.

⚘⚘⚘

Matahari sudah menampakkan diri dari beberapa jam yang lalu. Setelah menginap satu malam di rumah Sean, Liona memutuskan untuk pulang.

Dia melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Namun, begitu masuk, langsung di sambut dengan kemarahan yang meluap dari orang yang dia hindari kemarin, Andre.

"BAGUS. DARI MANA SAJA KAMU? JUAL DIRI?"marah Andre hingga menampilkan urat-urat lehernya.

Liona hanya terdiam. Tidak menjawab pertanyaan dari orang yang dikenal sebagai Ayah Kandungnya itu. Percuma juga Liona memberi jawaban, jika, ujung-ujungnya dianggap seperti angin lalu.

Kenapa sih dia malah di sini, bukannya kerja. batin Liona.

"Lagi-lagi buat masalah. Semakin di diemin, semakin menjadi! Lihat apa yang telah kamu lakukan dengan Renata, dia demam sekarang!"

"Dia aja yang lemah, cuman di siram air aja langsung de—"

Plakk...

Tiba-tiba, tangan kekar Andre dengan cepat terangkat dan langsung mendarat di sisi wajah Liona. Sentuhan yang mendadak membuat Liona sedikit terhuyung.

"SEMAKIN KURANG AJAR KAMU!!"

Andre menarik tangan Liona dengan kasar menuju toilet yang berada di dekat dapur. Liona meringis merasakan sakit di tangannya yang di cengkraman oleh Andre.

Andre mendorong tubuh Liona masuk ke dalam dan langsung menarik rambut Liona hingga membuat sang empu menengadah ke atas. Tanpa aba-aba Andre menenggelamkan kepala Liona kedalam bak yang berisi air.

Liona hampir saja kehabisan napas sebelum akhirnya Andre menarik kembali rambutnya. Liona mengambil napas dengan rakus mengisi kembali pasokan oksigen di paru-parunya.

Dukhh...

Suara dentuman terdengar cukup keras kala tubuh Liona didorong hingga menghantam tembok, matanya terpejam merasakan sakit di tubuhnya akibat benturan yang kuat — Apalagi, punggungnya sudah ada luka yang dibuat oleh Kenzo kemarin.

"Kalau tidak bisa sedikit berguna jadi Anak, jangan buat masalah! Ibu dengan Anak sama saja. Entah kesalahan apa yang saya perbuat, hingga mempunyai Anak tidak berguna seperti dirimu!!"

Liona menatap tajam punggung Andre yang tengah berjalan keluar, buku-buku jari Liona memutih menahan amarah,"Aku... juga gak mau punya Ayah seperti Papa. Kalau aku bisa milih seorang Ayah, Aku juga gak akan pernah milih Papa."ucap Liona pelan. Namun, berhasil membuat Andre menghentikan langkahnya.

⚘⚘⚘

"Sayang, ayo makan dulu, biar cepat sembuh."bujuk Mawar kepada anak gadisnya.

Renata menggeleng. Dia tidak punya nafsu makan,"Gak mau Ma, gak ada rasa."

"Renata 'kan lagi sakit, wajar kalau gak ada rasanya. Walaupun, begitu kamu harus tetap mengisi perut kamu dengan makanan, agar cepat sembuh." Mawar terus membujuk Renata untuk makan. Karena dari tadi pagi belum makan apapun.

Renata kembali menggelengkan kepalanya. Mawar mendesah lelah, suara pintu terbuka terdengar membuat dua orang perempuan yang berada dalam ruangan menoleh kearah sumber suara.

Kenzo masuk ke dalam bersama Alaska,"Loh, ada Nak Alaska?"ucap Mawar

Alaska tersenyum,"Iya Tante. Katanya Renata sakit?"tanyanya, dia melihat kearah arah Renata yang tengah duduk bersandar di kepala ranjang.

Mawar berdeham,"Ini aja Tante lagi membujuknya supaya mau makan," Mawar bangkit dari duduknya,"Berhubungan Nak Alaska ada di sini, tolong bujuk Renata yaa, supaya mau makan." Mawar memberikan mangkuk yang berisi bubur kepada Alaska.

"Tante sama Kenzo pergi dulu, mau ke rumah Paman mereka."

Kenzo mengerutkan keningnya mendengar ucapan sang ibu,"Bukannya nanti sor — Akhh." Kenzo langsung mengusap bagian perutnya yang terasa panas akibat cubitan Ibunya.

"Ayo pergi,"Mawar menarik tangan Kenzo,"Titip Renata ya Nak Alaska." Setelah itu mereka berdua berjalan keluar kamar.

Alaska hanya memperhatikan punggung Ibu dan Anak itu sampai menghilang dari pandangannya. Lalu menoleh kearah Renata,"Pusing?"

"Sedikit."

Renata sedikit gugup jika harus berduaan dengan Alaska seperti ini. Alaska mendekat dan duduk di tempat Mawar tadi,"Ayo makan dulu, Aku suapin."

Alaska mengarahkan sendok yang berisi bubur kearah mulut Renata dan hebatnya Renata langsung membuka mulutnya tanpa banyak protes seperti tadi.

Setelah beberapa menit mangkuk yang tadinya penuh sekarang tersisa setengah,"Udah, Aku udah kenyang."ucap Renata

"Sekarang minum obatnya," Alaska memberikan obat dan segelas air putih kepada Renata.

Renata langsung meminum obatnya lalu menyerahkan kembali gelas itu kepada Alaska,"Makasih."

Alaska mengangguk dan dengan telaten membantu Renata berbaring lagi di atas kasur,"Istirahat lah," Dia mengambil nampan yang berisi gelas dan mangkuk tadi untuk dibawa ke dapur — agar dicuci oleh pembantu di kediaman keluarga Aswangga ini.

Sebelum keluar Alaska menggusak pucuk kepala Renata,"Cepat sembuh,"ucapnya disertai senyuman yang hangat.

Renata dibuat terdiam mematung dengan apa yang dilakukan oleh Alaska, tangannya terangkat menyentuh rambutnya yang dielus oleh Alaska tadi dan seketika sudut bibirnya ditarik keatas membentuk senyuman indah.

Alaska yang sudah berada diluar kamar Renata bergumam, "Gue harap lo cepat sembuh Renata, agar gue bisa menuntut penjelasan tentang siapa orang yang meluk lo di taman belakang sekolah kemarin."

BERSAMBUNG

TERJEBAK DALAM NOVEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang