CHAPTER 32

1K 117 7
                                    

32. MAUDY?

Pagi hari yang cerah, udara segar masuk dari jendela menerpa wajah ayu Liona. Aroma bunga segar tercium, banyak bunga-bunga yang bermekaran di taman hingga menarik minat para kupu-kupu untuk hingga di atasnya.

Liona berdiri di dekat jendela sambil membaca sebuah artikel yang ada di i-pad nya. Tidak ada yang tahu dia membaca artikel tentang apa sekarang tapi, dia terlihat sangat serius hingga mengerutkan keningnya.

"Lili, lagi baca apa?"tanya seorang wanita cantik yang baru saja masuk ke ruang rawat Liona lalu, segera menghampiri Liona dan berdiri disampingnya.

Liona menoleh sebentar,"Lagi baca Artikel."jawab Liona seraya mematikan i-pad nya.

Wanita itu mengangguk mengerti,"Tante tadi masak banyak loh, Lili mau cobain?"katanya sambil mengangkat rantang yang berisi masakannya itu.

Liona kembali melihat kearah wanita cantik dengan balutan dress warna biru tua itu yang kemungkinan besar baru memasuki usia kepala tiga. Liona sering memanggilnya dengan sebutan Tante Maudy.

Perkenalkan mereka cukup membekas di ingatan Liona. Untuk pertama kalinya dia membuka mata setelah berhari-hari koma, dia bangun dalam keadaan linglung dan ketakutan setelah melihat segerombolan orang berjas putih menghampiri dirinya.

Melihat orang itu mendekat membuat dirinya mengingat kejadian malam itu. Entah bagaimana, tanpa memperdulikan rasa sakitnya, dia dengan kasar melepas semua alat medis yang melekat di tubuhnya. Dia berlari keluar tanpa memperhatikan rasa nyeri di tubuhnya terutama di bagian kaki.

Yang ada dipikirannya cuman lari dan lari. Dia masih ingin hidup!

Saat itu, dia melihatnya Maudy yang berdiri di depannya, seolah melihat secercah cahaya yang dapat membantunya keluar dari kegelapan.

Liona sangat ingat kata apa yang keluar pertama kali setelah dia terbangun dari komanya, Tante tolong!

"Bagaimana, apa Lili mau mencobanya?" Maudy kembali bertanya karena tidak mendengar respon dari Liona.

Setelah terdiam cukup lama akhirnya, Liona menganggukkan kepalanya. Dengan sudut bibir yang terangkat membentuk senyuman indah, Maudy menuntun Liona untuk duduk di sofa yang ada di ruangan itu.

Maudy dengan antusias menunjukkan satu persatu masakannya kepada Liona,"Lili, mau makan yang mana dulu?"

Liona melihat semua makanan yang tersusun rapi di atas meja dengan perasaan campur aduk,"Apa aja."

Maudy mengangguk mengerti dan mulai meletakkan satu persatu masakannya kedalam piring,"Tante suapi ya?"

"Gak usah Tante, Aku bisa makan sendiri."tolak Liona lalu mengambil piring itu dari tangan Maudy.

Maudy menatap lekat wajah Liona yang dengan makan,"Enak?"

Liona mengangguk,"Enak."

"Kalau begitu tambah lagi,"ucap Maudy. Dia cukup senang melihat Liona makan dengan lahap  seperti ini.

Liona bukan orang pemilih makanan tapi, sayang dia tidak punya nafsu makan akhir-akhir ini. Dan itu membuat berat badan turun sehingga dia terlihat kurus.

Liona hanya berdeham untuk menyahuti Maudy dan melanjutkan menikmati makanannya. Maudy dengan lembut mengusap pucuk kepala Liona, melihat wajah Liona, mengikatkannya kepada janin yang pernah dia kandung.

Seharusnya anakku juga sudah sebesar ini 'kan?batin Maudy.

Jika bukan karena kecerobohannya mungkin dia tidak akan mengalami keguguran hingga dia harus mengangkat rahimnya dan berakibat dia tidak bisa hamil lagi.

⚘⚘⚘

Sean berdiri di depan pintu ruangan rawat Liona cukup lama, dia ingin masuk tapi, takut Liona akan bereaksi seperti sebelumnya. Sean tidak ingin melihat Liona ketakutan seperti itu.

Cklek...

Pintu ruangan terbuka memperlihatkan Maudy yang hendak keluar ruangan,"Eh... Sean? Kenapa disini? Mau ketemu Lil... Liona?"

Sean mengangguk, mengiyakan pertanyaan Maudy.

"Dia baru aja tidur,"ucap Maudy sambil melihat kedalam ruangan,"Gimana kalau kita ngobrol bentar?"

"Boleh."jawab Sean lalu mengikuti Maudy. Dia sudah pernah bertemu dengan Maudy sebelumnya. Sean juga tahu jika selama ini Maudy yang merawat Liona bersama dengan suaminya.

Maudy mengajak Sean ke salah satu kafe yang berada tak jauh dari Rumah Sakit. Dia menyesap kopi yang dia pesan lalu, melihat Anak laki-laki yang berada di depannya,"Jadi... Liona adalah Anak di luar Nikah?"

Sean hanya menatap Maudy, tidak menjawab pertanyaan itu. Sean juga tidak tahu pastinya tapi, Ayah bilang begitu. Setelah mendengar penjelasan Ayah waktu itu membuat Sean menemukan titik terang kenapa Liona selalu mendapatkan luka baru di tubuhnya.

Bukan karena Liona membuat kesalahan lalu di hukum tapi, karena memang Liona tidak pernah diinginkan di keluarga itu.

Dan Sean juga menemukan jawaban kenapa Liona tidak pernah terlihat di kediaman Aswangga. Mungkin saja semua itu berkaitan dengan masalah ini, bahwa Liona Anak di luar nikah.

Sean tak habis pikir dengan keluarga itu, bukankah Liona dan ibunya adalah korban dari Andre tapi, kenapa diperlukan seolah mereka adalah pelaku yang berhak untuk dihakimi.

Melihat Sean tidak menjawab pertanyaannya sebelumnya membuat Maudy bertanya pertanyaan lain kepada Sean,"Kamu dan Liona satu sekolah 'kan? Bagaimana dia di sekolah?"

Maudy penasaran dengan kehidupan Liona, setelah bergaul dengan Liona cukup lama membuatnya sadar bahwa Liona selalu merasa tidak aman dan selalu ada rasa takut dan kesepian yang amat dalam di matanya.

Di rumah dia saja diperlakukan seperti itu, bagaimana di sekolah?

Apa dia juga mendapatkan perlakukan tidak adil?

Di bully, contohnya.

⚘⚘⚘

"Berhentilah menelpon ku! Kau paham!"tekan Mawar kepada orang yang sedang berbicara dengan lewat sambungan telepon.

"Kenapa sih, marah-marah terus. Padahal aku belum mengucapkan satu kata pun."

Mawar berdecak kesal mendengar itu, bagaimana dia tidak marah karena orang ini membuat telponnya tidak pernah berhenti berdering dari tadi pagi,"Berhenti bicara omong kosong. Kau mau apa?!"

"Ya ampun sayang, kenapa kau selalu tidak sabaran seperti ini."

"Bicara atau Aku tutup."ancam Mawar yang sudah tidak memiliki kesabaran lagi. Terdengar suara tawa di serbang telpon semakin membuat Mawar kesal.

"Oke, oke... Jangan ditutup. Aku ingin bertemu dengan A—"

"Diam!"potong Mawar

"Oh, ayolah sayang. Dia itu A—"

Mawar kembali memotong ucapan orang tersebut dengan nada suara tinggi,"Aku bilang Diam!"

Mawar menarik napasnya dalam-dalam,"Dia tidak ada hubungannya dengan mu. Jadi berhentilah bicara omong kosong, paham!"

"Dan, jangan pernah menelpon ku lagi!!"

Setelah itu Mawar memutuskan sambungan telepon itu secara sepihak dan langsung memblokir nomor tersebut.

BERSAMBUNG

TERJEBAK DALAM NOVEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang