CHAPTER 31

982 158 11
                                    

31. AMNESIA??

Sean sudah tidak terlihat terlalu pucat seperti sebelumnya. Dia juga baru saja selesai mendapatkan infus dan sudah diperbolehkan pulang. Sean sedang menunggu Bunda selesai mengurus administrasi sedangkan, Ayah sudah kembali ke Kantor karena ada hal mendesak yang tidak dapat ditinggal.

Sean mengelah napas pelan, berita penemuan jasad itu benar-benar membuat dirinya shok sehingga dia merasa seolah-olah bumi berhenti berputar dan pasokan udara disekitarnya semakin menipis. Entah kenapa setiap berita yang berkaitan dengan Liona membuat dirinya senam jantung.

Bukan sekali, dua kali, hal itu terjadi. Bahkan, di saat dia berdekatan dengan Liona saja jantung berdetak lebih cepat. Sehingga, dia sempat berpikir jika dia mengidap penyakit jantung.

Sean merasa sangat bersyukur dan masih merasa khawatir dengan keadaan Liona. Hanya Bunda dan Alaska yang masuk ke ruang mayat untuk proses indentifikasi. Sean benar-benar tidak sanggup untuk melihat sosok yang dia duga Liona terbujur kaku di sana.

Saat Bunda dan Alaska keluar, dia sudah benar-benar bersiap dengan kemungkinan terburuk yang akan disampaikan oleh kedua orang tersebut. Dilihat dari mata Bunda yang memerah menahan tangis membuat secercah harapan yang ada di hatinya sirna begitu saja.

Ibarat perahu yang terombang-ambing di tengah lautan, begitulah perasaan Sean sekarang. Hanya ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, dia akan kembali bertemu dengan Liona atau tidak.

Bahkan, dia lupa harus beraksi seperti apa saat Bunda sudah duduk disebelahnya. Semua kenangan saat dia bersama dengan Liona tumpang tindih di kepalanya. Sean sangat ingat saat pertama kali bertemu dengan Liona.

Waktu itu dia adalah murid pindahan di semester kedua kelas tujuh dan secara kebetulan dia di tempatkan sekelas dengan Liona. Awalnya mereka hanya saling kenal nama dan sesekali saling menyapa. Namun, satu kejadian merubah segalanya.

Selama dua minggu pertama dia bersekolah semua berjalan lancar tapi, saat memasuki Minggu ketiga segerombolan Kakak Kelas selalu menghampiri dan memalak uang jajannya.

Bukan dia tidak mau melawan.

Tapi, coba kalian pikirkan secara logis, saat itu dia sendiri, mampukah dia melawan sepuluh orang sendirian.

Itu sangat tidak mungkin, 'kan?

Di saat-saat genting seperti itu Liona datang membantunya dengan melaporkan kejadian itu ke pihak sekolah. Nah, dari sinilah mereka berteman dekat.

Bunda yang melihat pandangan kosong Anaknya mulai buka suara,"Kak, itu..." Belum selesai Bunda bicara penglihatan Sean sudah menggelap tapi, sebelum dia benar-benar kehilangan kesadarannya dia masih samar-samar mendengar ucapan Bunda selanjutnya.

Itu bukan Liona.

Sean berdiri di dekat pembatasan, melihat taman Rumah Sakit di bawahnya. Sudah banyak emosi yang dia lihat dari orang-orang di sekitarnya, tidak peduli itu kesedihan atau kegembiraan, semua orang hanya melewati dirinya dan tenggelam dalam masalah masing-masing.

Beginilah cara dunia berkerja.

Sean sangat senang itu bukan Liona dan berarti masih ada kemungkinan mereka akan bertemu. Entah itu kapan tapi, dia yakin dengan kemungkinan itu.

Ponselnya bergetar dan dia melihat ada pesan dari sang Ibu yang memberi tahu bahwa dia sudah selesai mengurus masalah administrasi. Sean segera menghampiri Bunda. Namun, entah itu ilusi atau tidak, Sean mendengar suara yang tidak asing lagi di telinganya.

Seharusnya dari dulu gini 'kan seru.

Sean menghentikan langkahnya, dia menoleh kebelakang, mencari pemilik suara itu. Netra mata Sean terfokuskan pada seorang perempuan yang duduk membelakanginya.

Dia hendak menghampiri orang itu tapi, terhenti. Seorang suster menghampiri orang tersebut, Sean tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Namun, tak lama perempuan itu bangkit dari duduknya dan mengikuti sang Suster.

Sean menatap punggung dua orang itu menjauh. Mungkinkah... Tadi cuma ilusi? Dia merasa benar-benar mendengar suara—

"Liona!?"

⚘⚘⚘

Liona tertidur dengan mata basah dan ada seorang perempuan menyelimuti dirinya. Di luar ruangan ada tiga orang melihat kedalam dari kaca transparan yang berada di pintu.

"Mari ikut ke ruangan saya."ajak seorang Dokter laki-laki.

Bunda dan Sean menganggukkan kepalanya dan mengikuti Dokter tersebut.

"Silakan duduk."ucap Dokter yang berusia sekitar kepala empat itu atau yang sering dikenal dengan panggilan Dokter Arga.

Mereka berdua duduk dan menantikan penjelasan dari sang Dokter. Arga menatap dua orang di depannya secara bergantian lalu, memberikan map yang berisi laporan kesehatan Liona kepada mereka berdua.

"Maksudnya ini apa Dok?"tanya Bunda setelah membaca isi apa yang diberikan Arga tadi.

"Begini Bu, waktu Lili— ah, maksudnya Liona di bawa kesini sudah dalam kondisi yang sangat memperhatikan. Liona hampir saja menjadi korban perdagangan organ tubuh manusia, beruntung aksi itu di gagalkan oleh aparat kepolisian." Arga menarik napas dalam-dalam lalu, menghembuskan nya.

"Dia sempat mengalami koma selama lima hari dan ketika dia bangun dari komanya dia tidak dapat mengingat apapun kecuali Nama panggilannya. Ini di karenakan sebelumnya, kepala mengalami benturan keras dan saat itu tubuhnya juga disuntikkan dengan obat bius dengan dosis yang cukup tinggi oleh pelaku. Atau, lebih singkatnya... Liona mengalami Amnesia."

Bunda menutup mulutnya, tidak percaya. Bunda tidak dapat membayangkan bagaimana sulitnya Liona untuk berjuang hidup saat itu. Sean juga tidak jauh berbeda dengan sang Bunda setelah mendengarkan penjelasan Dokter.

Perdagangan organ manusia.

Mengalami Amnesia.

Dia kalimat itu terus berputar di kepala Sean dengan suara sedikit bergetar dia bertanya,"Lalu, tadi?"

"Itu bukan pertama kalinya. Dia juga mengalami trauma setelah kejadian itu dan sering kali merasa cemas secara berlebihan, seperti tadi."

Sean benar-benar tidak dapat bicara lagi. Sungguh, dia tadi merasa takut melihat Liona yang menangis histeris, tak lama setelah dia memanggil Namanya.

Tadi, tubuh Liona bergetar hebat, tangan berkeringat dingin. Ketakutan, panik menjadi satu dalam diri Liona. Beruntung masalah ini cepat teratasi sehingga Liona tidak menyakiti dirinya sendiri.

Sean berjanji pada dirinya sendiri, Tidak peduli apa pandangan orang lain terhadap Liona. Dia akan selalu berdiri disampingnya Liona mulai sekarang.

Melindunginya dari orang-orang yang berniat jahat. Termasuk, keluarga Aswangga!

BERSAMBUNG

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TERJEBAK DALAM NOVEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang