Asha's Revenge 22. Don't leave us.

530 86 16
                                    

Detik demi detik Asta dan Asha menunggu operasi yang dilakukan oleh Reksa. Bahkan Aidan yang tadi kakinya dijahit sudah selesai dan sama sama menunggu.

Aidan hanya bisa melihat Asta yang berbicara sendiri, ia memang tahu jika Asta sedang berbicara dengan Asha, tapi ia juga ingin melihat Asha, rasa rindunya pada Asha sudah tidak tertahankan lagi sekarang, iri sekali melihat Asta yang bisa melihat adiknya itu.

"Asta, apa gua emang nggak bisa ngeliat Asha sekali aja? Please lakuin cara apapun agar gua bisa ngeliat Asha,"Aidan memegang tangan Asta dengan gemetar,"Gua mau minta maaf sama Asha ..."

Bagaimana ini, Asta juga tidak tahu bagaimana caranya agar Aidan bisa melihat Asha seperti dirinya,"Gimana abang?"

"Asta tunggu sebentar lagi,"

"Emmm?"Asta bingung apa yang diucapkan oleh abangnya itu, tapi ia hanya mengangguk saja,"Kata bang Asha harus tunggu sebentar lagi, abang ..."

"Jadi gua bisa ngeliat Asha bentar lagi?"Aidan terperangah mendengar itu, jika itu benar, menunggu berjam-jam pun ia tak akan lelah jika bisa melihat Asha.

"Nggak tahu abang, tapi bang Asha suruh tunggu bentar lagi,"ucapnya kembali.

"Keluarga pasien!"

Aidan dan Asta seketika berdiri saat mendengar suster yang baru saja keluar dari ruangan operasi itu.

"Kenapa, sus? Daddy gua nggak apa-apa kan?"

"Iya suster, daddy baik-baik aja kan?"

"Maaf tapi kondisi pasien kritis sekarang, tusukan pada perutnya sangat dalam dan melukai organ dalamnya, jadi harus melakukan tindakan yang lainnya, kalian harus menandatangani ini."

Aidan tertegun sejenak, ia segera mengambil surat yang berada di tangan suster itu,"Lakuin apapun agar daddy gua selamet, sus. Dia satu-satunya orang tua kita!"
Tangan Aidan bergetar mendatangani surat itu.

"Baik, kami akan segera melakukannya dengan sebaik mungkin!"

Aidan memeluk Asta dengan terisak, bagaimana ini, ia tidak mau Reksa pergi. Jika dia pergi maka mereka hanya tinggal berdua saja, orang tuanya hanya tinggal Reksa saja.

Begitu pula dengan Asta, ia sungguh sangat khawatir sekarang.

"Aaaargg"

"Abang!"Asta terkejut melihat Asha yang terbaring sambil memegang dadanya itu, bahkan wajahnya sedikit demi sedikit terbakar."Abang kenapa! Abang! Jangan nakutin Asta!"Asta mencoba menyentuh tubuh abangnya itu tapi tetap saja tidak bisa.

"Asta, Asha kenapa? Kenapa sama dia?" Aidan mencari kesana kemari, ia tidak tahu apa yang terjadi sekarang.

"Nggak tahu abang, bang Asha tiba-tiba aja jatuh terus mukanya berasap, abang jangan gini, abang buat Asta takut ..."

Aidan terkejut mendengar apa yang Asta katakan, kenapa bisa seperti itu, apa Asha juga akan meninggalkan mereka.

"Ng-gak apa-apa, Asta ... abang baik-baik aja, Asta jangan khawatir ..."Asha masih memukul-mukul dadanya.

"Nggak! Abang pasti bohong! Abang pasti sakit kan! Abang jangan tinggalin Asta! Abang jangan tinggalin Asta sekarang, kenapa tangan Abang juga mulai hilang ..." Asta merasa Asha tengah berbohong sekarang, jika dia tidak sakit kenapa abangnya itu berteriak dan jika tidak pergi kenapa bayangan abangnya mulai menghilang, pasti abangnya itu berbohong.

"Tuan! Sebaiknya kita menyerah saja, dari pada tuan yang hangus terbakar dan kita hilang selamanya, lebih baik kita pergi dari dunia ini! Tuan tidak bisa memaksakan diri lagi! Ayo ikut Cio tuan.  Kita pergi dari sini!"

Cio tak habis pikir dengan tuanya itu, kenapa tuannya itu rela mengorbankan dirinya seperti ini.

"Enggak, Cio. Gua nggak bisa. Gua nggak ..."

"Tidak tuan! Kali ini Cio tidak akan membiarkan tuan pergi begitu saja! Cio akan bawa tuan pergi!"

"Gua ... Aaarrg!"

"Tuan!"

"Abang!"

Anka merasakan tubuhnya seperti dibelah oleh sepatu, ia merasa sangat sakit sekarang.

"Abang kenapa! Abang kenapa! Abang! Jangan nakutin Asta! Abang jangan nakutin Asta!"

"Asta, Asha kenapa? Kenapa elo teriak-teriak, Asha kenapa jelasin!" Aidan mencoba menenangkan adiknya itu, tapi sang adik bukanya tenang malah semakin histeris.

Tubuh Anka perlahan-lahan mulai menghilang, hal itu membuat Asta dan Cio panik, bahkan sistem sudah sudah menunjukkan tanda daruratnya.

"Sistem musnah!!"

"Sistem musnah!!"

"Menghitung mundur!"

"Tuan jangan seperti ini! Ayo kita pergi!"Cio sudah menangis, ia tidak mau Anka dan dirinya musnah.

"Abang jangan tinggalin Asta ... abang janji nggak akan tinggalin Asta ... abang jangan tinggalin Asta lagi, Asta mohon ..."

"Gu-a harus apa ..." Anka tersenyum tipis melihat kedua tangannya sudah menghilang, mungkin ini jawabannya.

Anka merasa tubuhnya terhadap kuat oleh sesuatu, ia tidak mendengar apa-apa lagi tapi bisa ia dengar jika Cio dan Asta meneriakkan namanya.

"Abang!"

"Abang jangan tinggalin Asta ..."

"Tuan! Tuan Anka ..."

Asta dan Cio menangis bersamaan, Anka menghilang sepenuhnya bahkan  sistem tak lagi menunjukkan tanda darurat.

Apa ini berakhir begitu saja, apa Anka sudah pergi selamanya dan meninggalkannya seperti ini,"Tuan ... jangan tinggalkan Cio ..."

"Abang ..."

Aidan memeluk Asta yang menangis dengan kencangnya, bahkan air matanya juga ikut menetes karena mendengar tangisan Asta."Asta, Asha udah pergi ..."

Asta tak menjawab, tapi ia memeluk Aidan lebih erat, "Abang bohong ... abang bilang nggak akan pergi tapi abang pergi ..."

"Asha ..."

Ruang operasi itu terbuka, Aidan dan Asta bisa melihat jika mereka membawa brangkar yang tampak juga ada Reksa di sana.

"Daddy kalian akan di pindahkan, operasi berjalan dengan baik, tadi pasien sempat henti jantung tapi sekarang sudah kembali.

Kedua laki-laki yang saling berpelukkan itu hanya bisa melihat Reksa dengan sendu, mereka tidak tahu harus bereaksi seperti apa karena baru saja kehilangan Asha mereka.

"Gua belom minta maaf ke Asha ..."Aidan terisak, ia memeluk Asta lebih erat. Andai saja ia bisa berbicara pada Asha maka ini pasti tidak akan terjadi."Asha ..."

"Abang ..."

"Tuan ... kenapa tuan meninggal'kan Cio ... padahal kita sudah bersama, tuan Anka ..." Cio terisak, ia sungguh sangat sedih sekarang.

"Cengeng bener lo, masa gitu aja nangis sih!"

"Iyalah! Dia tuan Cio yang paling baik dan tampan! Walaupun dia sombong sedikit tapi dia sangat baik dan sayang sama Cio ... Cio juga sayang sama tuan ..."

"Oh gitu, gua kirain cuma gua aja yang sayang sama elo,"

"Tentu saja tidak!"Cio mendongak, ia melebarkan matanya saat melihat siapa yang berada di sampingnya itu.
"Tuan Anka!!"

Vote →Comment →Follow

Time Traveler ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang