❤️
Sayup-sayup suara angin dini hari membangunkan Marie dari tidur. Jam dinding menunjukan waktu pukul setengah empat dini hari. Bangun tidur yang tak biasa baginya, namun telah terjadi lebih sepekan ini. Tak sengaja, matanya beralih pada kalender di meja, menangkap tanggal 2 September 1998. Menimbulkan lara hatinya kembali bergejolak hebat. Bahkan lebih menyesakkan dada. Diiringi deraian air mata membasahi kain gaun tidur nya. Selalu begitu, setiap hari.
Hamparan langit telah berubah berwarna biru cerah memayungi kawasan salahsatu hotel bintang empat di kota Bandung.
Peralatan kecantikan terpajang di meja dan menumpuk di koper milik jeng Nia dan asistennya, Nuri.
Di pantulan cermin meja rias, nampak Nuri, lelaki berkarakter perempuan itu merapihkan rambut palsu konde yang telah dipakaikan di kepala Anita.
Jeng Nia muncul dari balik luar pintu.
"Nuri! Make up na henteu luntur deui kan?"
(Make up nya gak luntur lagi kan?)"Henteu, mam.." (Enggak, mam)
Sang bos berlalu, kembali sibuk lanjut mendandani bu Lina dan keluarganya, dibantu satu orang asisten.
Mata Nuri beralih pada cermin besar dihadapan, menangkap bulir air mata Anita terjatuh lagi, dalam tangis diamnya. Nuri mengerti, walau tak tau pasti kebenarannya. Hatinya amat terenyuh turut merasakan lara hati gadis itu.
Dia ambil lagi dua lembar tissue, menghapus air mata Anita begitu perlahan agak tak merusak riasan make up. Keprihatinan membuatnya dapat lebih bersabar menangani klien calon pengantin tersebut."Kamu kuat, neng! Kuat!" ucapnya menegarkan Anita.
Dua tangan Anita terkepal erat, matanya memejam, bahunya gemetar lagi menahan gemuruh sakit di dada.
Ya. Inilah hari pernikahan Anita dan Sandi, yang diadakan di taman hotel tersebut. Ilham, Danu, dan teman-teman Anita sudah berada di taman, mengecek persiapan acara. Sampai tak terasa waktunya tiba.
Banyak orang telah hadir, duduk berjejeran rapih di kursi tamu, menghadap venue akad pasangan pengantin. Dimana Sandi, penghulu, dua orang saksi, dan kakak laki-laki bu Lina, telah duduk, menunggu kehadiran mempelai perempuan, yang kini telah muncul begitu menawan, menarik perhatian semua khalayak disana. Berbalut setelan kebaya putih, lengkap dengan riasan mahkota siger sunda diatas kepala, semakin mempercantik penampilan.
Bersama dua gadis saudaranya, Anita dituntun sampai ke tempat duduk, di samping Sandi. Sebuah selendang brukat putih di sampirkan diatas kepala kedua calon mempelai.Di kursi nya, bu Lina sangat antusias, memandang amat terharu.
Penghulu siap memulai akad nikah.
Antusias, turut bersuka cita, terpancar dari setiap orang. Kecuali Nuri, Sopyan, dan seorang perempuan bergaun putih di jajaran kursi paling belakang. Perempuan itu gemetar, bersama luka hati yang semakin menganga. Dia menyaksikan kesakralan pernikahan tengah mengikat kedua mempelai. Hal bahagia yang dia impikan juga bersama Anita.
Dialah Marie.
Semua kenangan dan harapannya semakin hancur lebur.
Rasanya hendak menuju kematian yang terus menggerogoti. Marie menahan segala yang ia rasakan sembari menyaksikan sang kekasih kini telah resmi menjadi milik orang lain. Bukan dirinya lagi.Mati-matian dia menahan diri ketika semua orang riuh bersuka cita. Tangannya ikut bertepuk tangan. Air matanya deras berlinang.
Bagi orang yang tak tau, jelas air matanya dianggap tangis haru.Helaan nafas berat keluar dari mulut Sopyan, memandang sendu Anita yang berpura-pura baik-baik saja dengan senyum palsunya di hadapan semua orang.
"Kamu kenapa?" tanya Rika disamping mendengar hembusan nafas si kekasih.
Bibir Sopyan mengulas senyum. "Gak apa-apa.. Lagi agak capek aja,"
"Ohh.. Nanti makan prasmanan yang banyak!"
![](https://img.wattpad.com/cover/376289634-288-k291212.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[NEW] Rahasia Mereka
RomanceKamu ingin mengetahui semuanya, & saya tau itu bisa terasa luar biasa, atau menakutkan akan hal-hal tidak pasti, atau yang tidak diketahui. Tapi ketahuilah, bahwa yang tidak diketahui tidak selalu harus merasa seperti ini. Mungkin kali ini; yang tid...