[Banyubiru] Jonaas Brothers

1.2K 234 17
                                    

Banyubiru (23)


Ravi menamai kami Jonaas Brothers.

Bukan typo. Bukan Jonas, tapi betulan Jonaas untuk Jomblo Naas.

Sakbahagiamu aja, Rav.

Kalau aku dan Ravi mungkin bisa disebut Brothers. Tapi untuk MJ, tentu itu hinaan langganan untuk gadis ambigu sepertinya. Meskipun yah... kata Jomblo tepat untuk kami bertiga.

Kami bertiga tidak punya pasangan. Aku, MJ, dan satu teman lagi yang tadi kusebut namanya. Ravi, si gempal yang selalu setia membantuku mengerjakan pesanan desain poster dan brosur. Sebenarnya, kami tinggal satu kontrakan. Itu sebabnya selain MJ, Ravi lah yang paling akrab denganku.

"Dan jadilah kita semua jomblo. Gue suka cewek tapi nggak disukai cewek... Banyu disukai banyak cewek tapi nggak doyan cewek... dan MJ, jomblo karena MJ."

Aku tertawa mendengar celetukan Ravi. Nyaris setiap hari, kami menghabiskan siang bersama-sama disini. Duduk di warung burjo dan ngobrol ngelantur sana-sini.

"Hah? Maksud lo karena MJ?"

"MJ jomblo karena MJ itu sendiri. It's simply because... her veeeeeery existence. MJ itu kan... Ya gimana, ya... Tau sendiri deh, Ban."

"Anjriiiit! Kalo gitu gue juga bisa dong, bilang kalo lo itu jomblo karena elo itu elo?! Diliat darimana juga casing lo tuh bikin cewek nggak minat!" MJ menunjuk-nunjuk lipatan-lipatan di badan Ravi dengan lirikan sadis.

"Look who's talking... Gue turut berduka cita. Sabar, ya... gue tahu itu sebelum lo curhat gitu kok, Je."

"Gue NGGAK lagi curhat! Gue lagi ngomongin elo!"

"Gue nggak curhat, gue lagi ngomongin elo," Ravi nyengir. Nge-beo omongan MJ yang penuh penekanan sambil menggebrak-gebrak meja.

Kalau sudah begini, aku memilih untuk mengatakan kalimat basi: "Jadian aja udah... kalian berdua..."

"Shut the fuck up, dick!" sembur Ravi diujung cengengesannya.

"Lo kapan nyerahnya sih ngomong gitu, Nyu?" MJ mendesis sebal lantas menyeruput es jeruknya yang sudah mencair.

Aku tertawa, "Yah habisnya... Ravi nggak disukai cewek, dan... lihat aja di depan lo ada yang lo sebut 'bukan cewek'..."

Ravi mengernyit.

"Dan MJ, yang jomblo karena MJ itu MJ, lihat siapa cowok yang get along well sama kamu? Oh, ya... menyerahlah sama gue... lo tahu alasannya. Dan tersisa siapa?" aku menunjuk Ravi.

MJ menggeram. Ravi mengumpat. Aku terbahak lagi.

"Kalian kompak gitu, kok. Kenapa nggak coba aja? Hahaha."

"Gue udah coba, Ban. Dulu, waktu pertama kali gue boncengin MJ dan sengaja ngerem mendadak, lo tahu apa yang terjadi? Nothing happened... Maksud gue... 'Nothing'... So, semenjak itu gue berhenti percaya MJ itu wanita. Oh, bukan. Bahkan MJ itu manusia aja cuma mitos. MJ itu belut!"

"Anjing!"

MJ tidak sabar. Kalau sudah begini dia pasti menerjang Ravi. Memukulinya dengan tenaga yang tidak seberapa, tapi memalukannya luar biasa. Mulutnya itu sudah seperti kubangan limbah pabrik kalau sudah emosi. Mau ditutup seperti apa, tetap baunya kemana-mana. Lihat saja seisi warung yang kemudian jadi sibuk menonton keributan mereka berdua.

Aku sih sudah biasa. Itu sebabnya aku lebih memilih meneruskan makan daripada mendengarkan pertengkaran mereka yang membosankan.  Meributkan topik yang sudah basi dibahas tentang status kami.

Apa yang salah?

Kenapa semua orang selalu merasa kurang jika masih sendiri?

Apa salahnya sendiri?

Apa salahnya mandiri dan berdiri di atas dua kaki sendiri?

...


...

Sampai dengan tiga hari yang lalu, keluhanku itu akan berhenti disana. Tapi sekarang berbeda.

Rekaman ingatan di bawah hitungan mundur lampu merah hari itu membuatnya jadi berbeda. Keluhan itu terasa menjadi kosong.

Lantas sesak.

Semacam...

...

Rindu?


Astaga, Banyubiru... Sepertinya kamu jatuh cinta betulan.


Dots on Paraline [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang