[Sandar] Mencari Banyubiru

634 175 38
                                    

Sandar (19)


"Ngapain?!" teriakku kesal ketika membuka pintu depan rumahku.

Sean, dengan bibirnya yang manyun nyaris terlipat ke ujung hidung, berdiri di teras sambil membawa ransel dan memeluk botol minum raksasanya.

"Aku nginep sini, ya, Saaan..."

Aku cuma bisa mendesis sebal. Satu minggu ini Sean sudah menyatroni rumahku macam pelanggan warnet yang nggak punya rumah. Pagi hari, dia akan datang sok menjemputku ke kampus. Siangnya, dia sengaja bawa bungkusan makanan untuk dimakan di rumahku, nggak peduli kalau siang itu aku ada kelas dan berniat makan siang di kantin. Sore, dia akan berlama-lama main di rumahku. Sampai larut, sampai kuusir-usir pulang.

"Apaan, sih?! Nggak!" jawabku ketus sambil bersiap membanting pintu.

"San! San! Saaan!" Sean buru-buru menyelipkan badannya yang kurus tipis ke sela-sela pintu ketika aku berusaha menutup pintu dan mengusirnya pergi, entah yang keberapa kali untuk hari ini.

"Sean! Gila kamu, ya?! Kalau mau cari mas-mas random itu, bukan ke rumahku!" semburku sambil berusaha mendorong tubuhnya lepas dari daun pintuku yang malang.

"Tapi kan, tapi kan, tapi kan!"

"PULANG SANA!"

Kami saling dorong. Perang mulut dan mulai mengeluarkan makian. Suara ribut benturan barang bawaan Sean dengan pintu kayu, juga gerakan saling merangsek antara kedua tubuh kami, ternyata mengundang perhatian orang-orang yang lewat di depan rumah.

Bapak tetangga sebelah sudah nemplok di tepi pagar, mengamati kami dan memasang tampang khawatir bercampur siap ngomel, "Ada apa e, Mas Sandar?"

Andai si Bapak tidak menginterupsi, mungkin Sean sudah berhasil terdorong keluar. Karena tak enak dengan tetanggaku, aku terpaksa berhenti dan membiarkan Sean nyelonong masuk ke balik punggungku.

"Eh... Nggak papa, pak. Ini teman saya..."

"Saya nggak punya rumah, pak! Saya miskin! Melarat! Tidak berdaya! Butuh ditampung dan disayang-sayang! Tapi Mas Sandar ini pelitnyaaa... uhuhuhuhu!"

"Astaghfirullah..." Pak Pri, yang sebenarnya adalah penjaga kos putra di sebelah rumah pun elus dada. "Mesakke (kasihan)  banget, lho, koncomu (temanmu), Mas. Mau tak bukain satu kamar di kosan bapak po? Sini, sini."

Permukaan punggungku merasakan aura-aura bahagia Sean. Benar saja, dia sudah bersiap menghambur ke arah Pak Pri. Dari sudut mataku, aku bisa melihat tampangnya yang berbinar-binar meski hanya sepersekian detik.

Sean.

Dan Kos Putra.

NO!

"Jangan, pak!" cepat-cepat kurangkul leher Sean yang sudah siap ngibrit menyambut ajakan Pak Pri, yang tentu saja membuat kelakuan gatel ditambah status jomblo kekeringannya itu jadi merasa terpenuhi luar biasa.

Tapi tidak. Sebaiknya tidak. Aku tidak mau berurusan dengan tetangga sebelah untuk hal-hal merepotkan akibat ulah Sean. Kalau Sean kepincut dengan salah satu anak kos dan bikin perkara, aku juga yang kena.

"Nggak usah, Pak Pri, teman saya biar nginap disini saja, Pak. Soalnya kami mau ngerjain tugas juga. Hehehe..."


***


"Jatuh cinta tuh nggak gitu-gitu amat, Sean..." Aku berakhir mempersilakan Sean tidur di kamarku. Dia membuka pintu geser ke arah balkon kamarku di lantai dua dan melongok-longok ke luar. Aktivitas yang sudah dilakukannya seminggu belakangan ini.

Dots on Paraline [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang