[Pujangga] Yang Kembali Laju Dalam Garis Paralel

356 76 16
                                    

Titik-Titik pada Garis Paralel

Bayangkan kau adalah sebuah titik.

Yang melaju dan bergerak dalam satu garis lurus. Setiap kali pilihan terjadi; garis bercabang, engkau membelah. Lantas melaju. Setiap satu pertemuan, garis merapat, titik bersinggung.

Kau adalah titik.

Pun aku.

Tuhan bermain; kita semestinya bertemu.

Tapi pilihan yang kita buat membuat garis tak juga bersinggung, tak pula merapat.

Kau adalah titik.

Pun aku.

Tapi kita berjalan di atas garis paralel. Yang searah namun tak pernah bertemu.

Tapi

Semesta kadang baik, sayang.

Dia biarkan yang bertumbuk, menjalin.

Dia biarkan yang menjalin, memadu.

Dia biarkan yang memadu, melebur.

Hingga kadang pilihan,

nasib,

jalan,

dan waktu yang kejam,

membuat titik-titik kembali

laju dalam garis paralel.

Searah,

pernah bertemu,

namun tidak lagi

menyatu.

***

Setelah malam itu, Banyu tidak pernah sama lagi.

Aku tidak tahu apa yang ada di dalam pikirannya, apa yang terjadi di balik kecelakaan malam itu. Tapi aku bisa mengenali matanya yang biasanya berbinar, kini meredup. Mulutnya yang biasa cerewet dan tak henti meluncurkan candaan receh menyebalkan, kini tersenyum sinis. Ia menjadi lebih hening, lebih dingin, dan lebih jauh. Tak terjangkau. Seperti permukaan brankas besi yang terkunci rapat, tak ada tanda-tanda ia ingin membuka dirinya seperti sebelumnya.

***

"Minum?" tawarku, saat Banyu sudah selesai menghabiskan pisang dari set makan malamnya.

Ini malam kedua aku menemaninya di ruang rawat inap. Malam sebelumnya, ada MJ bersamaku. Jam besuk yang baru berakhir membuat suasana kamar lebih sepi setelah ditinggal MJ, Sean, dan Ravi yang buru-buru mengejar jadwal keberangkatan shuttle bus kembali ke Semarang.

Banyu mengangguk, lalu tampak ingin duduk. Aku cepat-cepat membantunya. Membenahi posisi selang infus agar tak menghalangi geraknya yang sudah dibatasi oleh gips yang melilit patah tangan kirinya.

"Mau ke kamar mandi?"

Banyu menggeleng. Ia hanya ingin menurunkan kakinya dari permukaan ranjang. Pegal, begitu katanya. Aku mengiyakan saja, lalu membantu mengisikan gelasnya yang sudah kosong. Lantas menyiapkan obat yang harus diminumnya malam ini.

Dots on Paraline [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang