[Sandar] Apa Maumu?

913 198 18
                                    

Sandar (19)


Weekend, dan Terra sedang malas kemana-mana. Kedua orang tuanya pergi ke luar kota. Terra tidak ikut karena harus menyelesaikan tugas kelompok yang menumpuk. Baru saja selesai tadi sore, dan malam ini dia bilang cuma ingin berduaan saja di rumahku.

Bilangnya, sih, begitu. Tapi nyatanya Terra malah ketiduran di depan TV. Bergulung di pangkuanku yang mulai pegal karena berat kepalanya. Heh... Terra sama sekali tak bergerak, sudah tiga jam. Mungkin dia kecapekan gara-gara tugasnya itu.

Kuluruskan kakiku. Selonjor dengan susah payah karena pahaku terasa kebas sekali. Siaran TV sudah mulai membosankan. Nyaris lewat prime time dan Terra belum bangun juga. Jam berapa dia mau pulang, heh?

Aku merunduk. Mengintip wajah lelap Terra yang sama sekali tidak terusik dengan gerakanku tadi. Ini orang pingsan atau bagaimana? Dia sama sekali tidak merespon apa-apa. Padahal sudah sejak tadi aku mengusap-usap rambut sebahunya. Berharap setidaknya dia melek sebentar. Tapi sebaliknya, kayaknya Terra malah makin nyaman tidur.

"Hah... Masa iya harus digendong sampe ke mobil..." gumamku memikirkan bagaimana ribetnya harus mengangkat tubuh Terra ke mobil dan mengantarkannya pulang ke rumahnya. Badan Terra bukannya berat. Tidak sekali dua kali aku menggendongnya. Cuma... ribet aja... Kan lebih mudah kalau dia jalan sendiri. Pulang sendiri. Hah...

Aku menghela nafas panjang. Menyandarkan kepalaku ke sandaran sofa sambil mematikan TV. Sepertinya aku harus mengantar Terra pulang sekarang. Tidak enak saja kalau membawanya pulang terlalu larut.

Pelan-pelan kuangkat kepalanya. Kugeser tubuhku dan cepat-cepat mengambil bantal sofa sebagai pengganti pahaku. Terra hanya menggeliat sebentar lantas kembali mengambil posisi tidur yang lebih nyaman.

Ckckck... Dasar kebo.

Akhirnya aku keluar, menyiapkan mobil. Membuka pagar dengan hati-hati supaya tidak membangunkannya. Lebih dulu membuka pintu mobil sebelum kembali ke ruang tengah untuk mengambil tuan putri yang mati suri itu.

Belum selesai aku membereskan barang-barang Terra yang berceceran, kulihat layar smartphone Terra menyala berikut suara dengung singkat dari getarannya di atas meja. Kulirik sekilas, notifikasi pesan LINE.

Eh.

...

Tadinya mau kuabaikan. Tapi pop-up pesan itu berlanjut. Ada sekitar tiga pesan yang datang. DI getaran ke-empat, aku penasaran.

Kulihat namanya cukup asing bagiku.

"Saka?"

Siapa?

Teman kampus Terra? Kenapa aku tidak kenal?

Kuambil smartphone berukuran lima inchi itu, lantas kubaca pesan pop-up-nya.

"Malem, Ra."

Stiker karakter sedang melambaikan tangan, lalu, "Udah bobo belom?"

"Gw kangen, nih."

"Besok main lagi, yuk! Kemana, kek...

"Jogan kayaknya seru, Ra. Pantai karangnya kece, ada aer terjunnya."

...


The Hell...

Siapa cowok ini?

Kangen katanya? Main?

Main lagi?

Lagi?

Kapan Terra pergi sama cowok ini?

Tanpa peduli Terra nantinya sadar aku membuka LINE-nya, segera kulihat chatroom mereka.

Alisku tanpa sadar berkerut tajam membaca obrolan akrab mereka. Kulihat beberapa foto wefie yang saling mereka tukar. Tempatnya sama-sama di sebuah cafe yang aku tahu Terra doyan sekali Matcha Latte disana.

Ini apa maksudnya?

Kapan Terra pergi tanpa aku?

...


Mendadak suara Sean tertawa muncul. Entah darimana. Tapi yang jelas ketika suara tawa mengejek itu muncul, ponsel Terra sudah kuremas sampai layar nonaktif sendiri.

"Hahahaha! Ya terus mau lo apa, San? Putus? Yakin lo nggak sayang sama cewek sesabar Terra? kalo dia diembat orang laen, baru deh lo... belingsatan. Hahaha!"

"Ah... Biasa aja."


Tengkukku kaku seketika mengingat jawabanku tempo hari.

Biasa saja?

Ini bukan biasa saja.

Dots on Paraline [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang