Andai aku tak mengenal Banyubiru dari cerita-cerita Mega, atau Banyu lebih sering memanggilnya MJ, mungkin aku akan mengira mereka benar-benar pasangan suami-istri. Bepergian ke luar kota sama-sama, menginap di kamar hotel yang sama, bahkan memakai pakaian senada. Mungkin aku terdengar konservatif, tapi kenyataannya seperti itu.
Kurasakan senyumku mengembang begitu melihat keduanya muncul di Lobby Hotel. Banyubiru mengenakan kaos hitam longgar dan celana pendek hijau lumut. Rambutnya tersembunyi dibalik baseball cap mbladus dengan warna hijau senada, dan dipakai terbalik. Di sebelahnya, seorang perempuan berambut panjang dan lurus, yang aku yakin adalah MJ, melangkah tegas ke arahku. Ia mengenakan dress kemeja panjang warna hijau zaitun. Proporsi tubuhnya terkesan tinggi jika dibandingkan perempuan Indonesia pada umumnya. Dengan sandal hak tinggi kulit yang dikenakannya, ia nyaris menyamai tinggi badan Banyubiru.
Perasaan senang tidak bisa kusembunyikan sejak tadi. Mendengar Banyubiru bersedia mampir ke hotelku saja sudah menjadi kabar baik. Tapi kabar bahwa Mega juga ikut dengannya benar-benar membuatku antusias.
Keajaiban sudah mempertemukan kami.
Aku berdiri, menyambut sepasang rupawan yang tak bisa menyurutkan senyum senangku.
"Maaf, ya, agak lama. Ada yang ribet dandan dulu, bingung pilih warna lipstik." Banyubiru menyapaku dengan kelakar akrabnya.
Kulihat Mega menendang bagian belakang betisnya lumayan kencang, meskipun wajahnya tetap melempar senyum ke arahku.
"Hahahaha, santai aja. Hai... Ini pasti Mega, ya? Akhirnya kita bisa ketemu. Aku seneng banget."
"Hehehe, iya nih, Ngga. Absurd banget lo malah ketemu si Buncit duluan." MJ menyalamiku sambil tersipu-sipu, sementara Banyubiru mendelik mendengar kata buncit. Aku mengenali gerakan Banyubiru menahan napas supaya perutnya tidak menonjol di balik kaosnya. Tapi dengan begitu, dadanya yang bidang malah jadi membusung.
"Dia nggak sabar ketemu kamu, Ngga. Sampai heboh dandan. Katanya temanya malam ini 90s Glam, tapi gatau glam-nya dimana, jatohnya serem macam nenek lampir begini. Maaf, ya."
"Oh, ya? Cantik, kok," pujiku tulus. MJ memang tampak anggun malam ini, meskipun sebelumnya aku hanya melihatnya lewat foto-foto profil dan postingan Banyubiru di media sosial. "Warna burgundy-nya cocok buat kamu."
"Ha-ha-ha! Tuhkan, cuma lo yang nggak bisa bedain warna lipstik! Angga aja tau burgundy!"
"Itu mah ungu! Ungu tinta pemilu, wleee! Kebanyakan gaya lu, Je."
"Hah! Lihat siapa yang sit-up seratus kali sebelum mandi biar nggak keliatan buncit? Soalnya grogi mau ketemu yang cakep, katanya. Yang mirip siapa, Nyu? Aktor Thailand? Kao Jirayu? Hem?"
Wajah Banyubiru panik, memerah dan menatapku tengsin. "MJ bohong, Ngga!"
Hahahaha, mereka lucu sekali.
Aku tergelak mendengar mereka saling melempar ejekan. Kini aku tahu kenapa Banyubiru terdengar ngos-ngosan di telepon tadi. Dia betul-betul olahraga ternyata.
"Gue nggak buncit, woy!"
"Oh, yaaa~? Terus ini apa? Hm?! Pelampung?!" Mega menusuk-nusuk sisi perut Banyubiru. Si empunya perut menghindar, menahan geli dan ngilu oleh tusukan jari-jari tajam itu.
"Gue enggak buncit, emjeee. Ini tuh--"
"Sintal?" Aku menyerobot.
Banyubiru melotot tak percaya. Ia menatapku shock, tak menyangka aku akan turut campur dalam adu olok ini. Mega terbahak sejadi-jadinya hingga menular padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dots on Paraline [TAMAT]
Romance"Bayangkan kau adalah sebuah titik. Yang melaju dan bergerak dalam satu garis lurus. Setiap kali pilihan terjadi; garis bercabang, engkau membelah. Lantas melaju. Setiap satu pertemuan, garis merapat, titik bersinggung. Kau adalah titik. Pun aku. Tu...