[Sandar] Beda Habitat

1K 195 23
                                    

Sandar (19)


Sean ini--

UUURRGH!

Super ngeselin!

Lagi-lagi dia telat datang hanya untuk... apa katanya tadi? Nangkep monster?

Kami janjian untuk nge-pump di tempat biasa, mall dekat SMA kami dulu. Janjinya jam satu siang, karena hari ini kami sama-sama tidak ada kuliah sampai sore. Aku dan Sean yang kuliah di Universitas yang berbeda membuat kami jarang bertemu. Kalau ketemu paling ya nge-pump atau makan, atau jalan-jalan kemana entah. Yang penting ketemu. Tanpa Terra, dan siapa pun cowoknya. Cuma kami saja.

Tapi ini sudah lewat jam dua. Aku sudah menghabiskan steak dan kentang gorengku di food court lantai paling atas mall ini. Sampai bangku di sekitarku berganti-ganti orang, sampai petugas food court bolak-balik membereskan bangku di seberangku, Sean belum muncul juga.

Dan ternyata...

Sean masih di dekat kampusnya! Main game!

"Elo masih maenan game kaya gituan sih, Sean?!" seruku lewat LINE Call sekitar setengah jam lalu. Tepat setelah dia nge-LINE dan pamit mau OTW.

"Sori, Saaaan! Ujan soalnya di kampusku. Ini monsternya cuma muncul pas ujan aja. Gagal mulu aku nangkepnya dari dulu. Level enam, San! Susah! Radarku yang gedhe expired lagi! Makanya aku harus ngejar manual! Bentar ini aku otewe nih, suer deh, San."

"Grrrh! Buruan!"

Kalau bukan sohib baik gue, udah gue bakar lo, Sean!

Hufh...

Sean ini memang rada absurd. Tingkahnya suka aneh gitu. Cuma ada satu cowok di dunia ini yang pernah gue temui, yang percaya peri!

"San! Mataharinya bagus banget!" padahal sore itu panas terik menyebalkan, baru aja hujan dan agak lembab, "daun-daun di pohonnya jadi kelap-kelip mengkilat! San! Liat! Pasti banyak perinya!"

Terserah!

Kadang aku sering heran, bisa-bisanya Sean menempel terus denganku. Sejak kelas dua SMA di kelas yang sama, sampai ada sebutan untuk kami berdua dari teman-teman: Sean and San.

Kamu tahu Shaun the Sheep? Nah. Begitu cara membaca nama Sean.

Shawn. Bukan 'Se-an' seperti 'se-tan'. Tapi Shawn.

Sayangnya karena sifatku dan sifatnya agak bertolak belakang, seringnya kami disebut Sean and Son. Sean dan anaknya. Sean selalu dianggap sebagai 'emak'-ku selama SMA. Mereka bilang cuma Sean yang sabar menghadapi kelakuanku.

...

Tapi benar juga, sih.

Untung dia aneh dan absurd, jadi dia nggak pernah tersinggung dengan sejahat apa pun perlakuanku dengannya. Cuma Sean yang bilang aku keren, macam villain di game-game nintendo level akhir. Susah ditaklukkan.

Terserah lo deh, Sean...

Tapi yang jelas, itulah yang membuat Sean jadi teman yang berharga buatku.

Diakui atau tidak.


***


Jadi game itu namanya Mobbles.

Cari saja di Play Store kalau penasaran.

Game-nya itu mirip seperti tamagochi. Kamu akan memelihara monster di satu kandang. Memberi makan, memandikan, bermain dengannya supaya dia tidak bosan. Semakin sering dimainkan dan dilatih, semakin tinggi levelnya.

Dots on Paraline [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang