Chapter 3

3.6K 245 4
                                    

Mereka terus berjalan ke arah tangga yang berada di antara deretan kelas sambil bersandingan seakan koridor kelas dikuasai oleh mereka bertiga saja. Rambut mereka berterbangan ke kanan dan kiri seakan ada blower dihadapan mereka walau nyatanya hanya ada tiupan angin yang disebabkan karena mereka sedang ada di lantai empat.

Tiba-tiba Bintang berhenti sejenak melihat siapa yang baru saja sampai di anak tangga teratas, ia langsung berjalan di belakang Oliv yang masih melangkah di paling pojok sambil memainkan ponselnya, Moza yang dengan damai menyapukan padangan ke langit di sebelah kanannya langsung berjalan sambil bersembunyi di belakang Bintang saat melihat sosok itu, seakan mereka memberikan makhluk itu akses untuk berjalan.

Tia yang berjalan dengan salah satu temannya memandang lekat-lekat mereka bertiga yang pura-pura tidak sadar akan keberadaannya. Namun matanya sempat terkunci dengan mata Bintang yang diam-diam melirik ke arahnya. Membuat Bintang langsung memalingkan wajahnya lagi.

Nafas kelegaan langsung berhembus dari enam lubang hidung itu saat mereka berhasil melewati Tia. Diikuti Bintang dan Moza yang langsung kembali ke posisi semula.

"Gak lagi lagi gue punya masalah sama TISUS" Bisik Moza seakan takut Tia mendengar panggilan kesayangan yang ia ciptakan.

"TISUS?" Oliv mengerenyitkan dahinya sambil memandang bingung ke arah Moza.

"Tia Suseno" bisik Moza sambil menahan tawa.

"Susanti, bego" Bintang mengoreksi Moza sambil menahan cekikikannya.

"Eh iya salah gue" Moza menepuk jidatnya dengan dramatis.

"Jeeeh sejak kapan si Tia jadi anaknya Inul?" Oliv berceletuk.

"Dih lucu lu dugong" Moza mematahkan usaha Oliv yang mencoba melempar lawakan.

Setelah tragedi saat OSPEK itu, mereka bertiga memiliki trauma yang mendalam jika bertemu Tia. Sebenarnya Tia tidak pernah melakukan hal gila lagi seperti saat OSPEK pada mereka bertiga, namun cara Tia melihat adik kelas yang lain akan berbeda dengan caranya melihat pada tiga anak ini.

Oliv langsung nge-tag bangku yang hampir ditempati oleh dua anak yang sudah menghampiri meja itu, alhasil mereka hanya mndengus pasrah karena Oliv langsung menduduki salah satu bangkunya tanpa perasaan bersalah. lebih baik mengalah dari pada harus berurusan dengan preman pasar, pikir mereka.

"GUE ASEM YA!" teriak Oliv pada Moza dan Bintang yang sedang mengantri di stand Bakso yang tidak jauh dari meja yang ditempatinya itu. Pemilihan kata yang salah membuat beberapa anak yang mendengarnya melirik ke arah Oliv sambil menahan tawa. Padahal maksud Oliv adalah bakso yang dipesan harus ditambahkan cuka beberapa tetes.

Tidak sampai sepuluh menit, pesanan mereka sudah sampai dan di antar oleh Usep—asisten Mas Gimin yang masih berusia sekitar dua puluh tahunan.

"makasih aa" Goda Moza sambil mencolek perutnya, membuat Usep agak menggeliat menghindari colekan maut itu. Kemudian Usep berlalu sambil mesem-mesem.

"selera lu Za, Za.." Oliv geleng-geleng melihat tingkah Moza yang genit pada orang-orang yang kadang-kadang tidak terduga.

"parah lu si Usep mau lu PHPin juga" Bintang menambahkan sambil menunjuk Moza dengan garpu yang di pegang oleh tangan kirinya.

"JODOH YAA ALLAH AAMIIN" Oliv menengadahkan kedua tangannya tinggi-tinggi.

"COOOOY!" Moza melotot sambil mengetuk-ngetuk meja dan kepalanya secara bergantian.

Do'a seluruh siswa seakan terkabul, sebab di hari pertama mereka sekolah ini hanya beberapa guru yang masuk untuk memberikan materi. Hanya beberapa saja yang masuk itupun sekedar perkenalan dan menjelaskan sistem belajar yang akan mereka pakai.

BOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang