Chapter 15

1.7K 152 0
                                    

Waktu masih menunjukan pukul empat subuh namun antrian di depan MCK Wanita lima pintu itu sudah panjang. Di baliknya, antrian MCK Pria pun sudah terdapat antrian meski tidak sepanjang antrian peserta perempuan.

Bintang harus mengantri sendiri, untunglah ia ada di barisan depan sebab ia sudah menyalakan alarm sebelumnya agar ia bisa bangun lebih pagi. Oliv? Jangan ditanya. Saat Bintang membangunkannya, Oliv memang sempat membuka mata tapi beberapa detik kemudian matanya langsung terpejam lagi dan Bintang tidak kuasa untuk membangunkan gadis itu untuk kedua kalinya.

"Bi?" Sapa seseorang dari samping kiri membuat Bintang terkesiap. Valdo dengan wajah bangun tidurnya dan masih memakai baju yang sama dengan yang ia pakai semalam, namun kali ini ada handuk berwarna biru navy yang ia lilitkan di lehernya. Valdo dengan santai menghampiri Bintang yang sedang menatapnya terkejut.

Kenapa ciptaan Tuhan yang satu ini tidak pernah gagal membuatnya terpesona meski wajahnya masih kusut karena baru bangun tidur?

"Ini bocah malah bengong!" Tuturnya saat melihat Bintang yang tidak juga bergeming.

"Eh—ah iya kenapa Kak?" Tanya Bintang sambil menyengir kuda.

"Bagi odol!" Ujarnya sambil menyodorkan sebatang sikat gigi ke hadapan Bintang.

Hah? Minta odol doang? Bisiknya dalam hati. Sungguh konyol, memangnya tidak ada temannya yang membawa pasta gigi satupun sehingga Valdo harus memintanya pada Bintang? Pertanyaan itu berkecamuk di pikiran Bintang membuat kadar percaya dirinya naik beberapa persen.

Jangan ditanya, Valdo memang tidak membawa odol dan temannya yang lain pun sama, tapi entah kenapa Valdo malah melipir ke antrian perempuan dan menghampiri Bintang untuk meminta odol padahal ia bisa memintanya ke adik kelas atau siapapun yang ada disana. Jawabannya: MODUS.

Beberapa pasang mata langsung tertuju pada mereka berdua, pada Bintang yang sedang merogoh odol di dalam tas kecil transparan berisi alat mandinya dan Valdo yang memperhatikan Bintang dengan seksama sambil sesekali menguap, bahkan Valdo menghiraukan mereka yang melihat ke arah dirinya dan Bintang.

Samar-samar Bintang mendengar seruan beberapa siswi di sekitarnya yang terkesan "histeris"

"so sweet banget gila" atau "mau juga digituin" atau "gue envy sumpah" dan ungkapan-ungkapan lainnya. Jangankan mereka, Bintangpun tidak menyangka ia mendapatkan perlakuan seperti itu dari senior yang di idolakan hampir semua siswi itu sepagi ini. Ia yakin beribu-ribu persen kini pipinya mulai merah merekah.

"Dih merah pipinya" celetuk Valdo sambil mencolek pipi kiri Bintang dan berlalu begitu saja setelah bulu sikat giginya diolesi odol berwarna biru bening oleh Bintang.

Demi apapun, ia merasa kedua tulang kakinya melunak dan ingin rasanya mengubur diri di tanah yang ia pijak saat ini juga. Kenapa perlakuan sesederhana itu bisa membuat Bintang menggila?

"Bintang? Mau mandi gak?" Tanya seorang siswi di belakangnya yang keheranan karena Bintang tidak juga masuk saat MCK di hadapannya sudah tidak ada yang mengisi lagi.

"Iya ya mau lah!" Jawab Bintang sambil masuk dan seger mengunci pintu kayu bercat biru itu.

Bahkan saat di dalam MCK pun Bintang malah berjingkrak kegirangan setelah beberapa menit ia menahan rasa senangnya.

--

Semua peserta Diklat dengan malas mengikuti gerakan senam yang sedang diperagakan oleh instruktur di depan mereka. Beberapa malah hanya berdiri sambil berkacak pinggang dan menatap dengan tampang tidak minat atau berdiri sambil mengucek mata yang masih terasa berat seperti yang dilakukan Oliv.

Oliv terus memaksakan diri mengikuti gerakan dengan setengah hati, wajahnya ditekuk sehingga siapapun yang melihatnya pasti akan memiliki pikiran "ini anak stress amat disuruh senam doang".

"Oliv!" Bisik Bintang yang berdiri di sampingnya.

"Oliv lu diliatin Tia, bego!" Kalimat itu sukses membuat Oliv mencari keberadaan seniornya itu, tidak sampai satu menit matanya terkunci dengan mata Tia yang menatapnya tajam. Dengan cekatan Oliv langsung pura-pura bersemangat mengikuti gerakan senam dengan gerakan yang terkesan  berlebihan.

Biar nyonya puas! Pekiknya dalam hati.

Berbeda dengan Moza yang sangat bersemangat di kegiatan pagi ini, bahkan dirinya ada di barisan paling depan bersama Indri. Dengan headband  berwarna merah muda yang melingkar di kepala dan handuk yang terlilit di lehernya yang jenjang, Moza dan Indri bahkan beberapa kali berteriak untuk membangkitkan semangat peserta yang lain.

"EEEEEE..AAA" Teriak mereka berdua serempak saat sedang memperagakan gerakan memutar pinggul.

"Alay" celetuk Tia saat lewat di hadapannya yang justru dibalas oleh teriakan yang sama oleh Moza yang menghadap ke kepala Tia yang kini sudah berlalu dari hadapannya.

Lama-lama Moza muak atas perlakuan Tia yang seenak jidat padanya dan juga Bintang dan Oliv, sampai ia pada puncaknya untuk menghiraukan celetukan dan sindiran yang Tia lontarkan meski kadang Tia menunjukan tampang "ngajak ribut"nya tapi Moza tidak peduli sama sekali.

Bintang, Oliv dan Moza kadang tidak mengerti jalan pikiran Tia yang dipenuhi oleh rasa benci dan iri. Untuk apa mengurusi apa yang dilakukan orang-orang terutama mereka bertiga padahal banyak kegiatan yang bisa Tia lakukan selain mencibir apa yang ia tidak suka.

"Kita do'akan hamba Allah itu semoga lekas bertaubat" Adalah kalimat yang selalu menjadi penutup jika mereka bertiga sudah keceplosan bergibah tentang seniornya itu.

Salah satu panitia menginstruksikan seluruh peserta Diklat untuk bebas memilih anggota untuk kelompok masing-masing. Bintang dan Oliv langsung mencari Moza untuk bergabung menjadi satu kelompok. Kebetulan peraturannya satu kelompok harus berisi empat sampai lima orang. Akhirnya Bintang, Oliv, Moza dan Indri memutuskan untuk bergabung menjadi satu kelompok.

Terdapat beberapa game outbond yang sudah disiapkan oleh para panitia. Beberapa menyambutnya dengan excited namun tidak sedikit yang setengah hati untuk menjalani serangkaian permainan itu.

Bintang, Oliv dan Moza memperhatikan Indri yang merangkak di atas tanah yang sudah disiram oleh air sehingga kondisinya menjadi becek. Inilah game pertama yang mereka jalani. Merangkak di atas tanah yang di atasnya terdapat tali zig-zag yang hampir sejajar dengan tubuh yang berbaring ala-ala anggota militer.

"Lanjut!" Perintah salah satu senior yang menjadi penjaga di game itu pada Moza yang berdiri paling depan.

Dengan ragu Moza mulai menunduk dan merangkak di atas tanah becek itu, ia terus menahan geli saat tanah lembek menyentuh bagian lengannya. Begitu terkejutnya ia saat matanya menangkap seekor cacing yang menggeliat di dekatnya, ia memiliki ketakutan terhadap binatang berwarna merah muda itu.

Moza langsung berteriak kencang sehingga membuat seniornya langsung menoleh ke arah Moza yang tubuhnya sudah menegang, senior itu menghampirinya dan mencoba bertanya pada gadis yang sudah ketakutan setengah mati itu.

"Kak singkirin cacingnya, please!" Moza memohon pada senior laki-laki yang cukup tampan menurut Moza itu.

Untunglah kali ini seniornya tidak jahil, dengan mudahnya ia menyingkirkan binatang sepanjang jari telunjuk itu agar menjauh dari tubuh Moza.

"Kak taro di punggungnya aja!" Teriak Oliv jahil.

"Berisik lu peot! Gue hajar lu" Balas Moza dengan nada murka. Moza langsung merangkak lebih cepat, khawatir jika ia malah bertemu cacing-cacing lain disana.

Begitu seterusnya yang dilakukan Bintang dan Oliv. Bahkan Oliv harus menerima siraman sebotol air dari panitia jahil yang tiba-tiba saja lewat saat Oliv sedang merangkak. 

"Kampret" Bisiknya pelan.


BOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang