Chapter 20

1.5K 136 0
                                    

Mega menambahkan bahwa sudah ada beberapa panitia yang sedang mencari ke empat anak itu. Di suasana yang sudah gelap ini, pasti susah untuk mencari orang yang hilang apalagi tempat ini luas dan termasuk alam bebas. Bisa saja... Ah sudahlah Valdo segera menyingkirkan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi pada mereka.

Valdo tidak tinggal diam, dengan suasana hatinya yang berantakan ia akan berusaha mencari empat anak bangor yang mana salah satunya adalah adiknya sendiri. Ia berjalan melewati kerumunan peserta yang asyik mengobrol dengan temannya masing-masing. Namun tanpa sengaja kedua matanya menangkap seseorang di ujung lapangan sedang duduk di bangku yang terbuat dari bebatuan.

Setengah hatinya ingin menghampiri Bintang yang sedang fokus memperhatikan peserta yang riuh di hadapannya, tapi bagian hatinya yang lain justru mengkhawatirkan Jevin dan teman-temannya. Sebagai ketua pelaksana, ia tentu harus bertanggung jawab atas apapun yang terjadi pada acara kali ini.

Ia langsung melanjutkan langkah kakinya yang semakin menjauhi lapangan dan gadis yang mengenakan sweater birunya—sweater yang Bintang gunakan sore tadi.

Entah kemana ia akan mencari empat anak itu, dirinya pun belum terlalu hapal dengan daerah perkemahan ini, ditambah dirinya yang hanya mengandalkan lampu senter kecil sebagai sumber penerangannya.

Langkah Valdo tergesa-gesa, ia menyusuri jalanan sepi yang cukup untuk dilewati satu mobil itu, kepalanya tak henti menengok ke segala arah, matanya berusaha sejeli mungkin mencari, ia berusaha melawan rasa takut saat melewati barisan pohon yang menjulang tinggi di sekelilingnya, walau bulu kuduknya sesekali berdiri, Valdo mencoba menghiraukannya.

Tangannya terus bergerak, mengarahkan sorotan cahaya kuning yang dikeluarkan dari senter yang digenggamnya erat pada jalanan sepi di hadapannya.

Ia merasakan tubuhnya yang semakin kedinginan, langkahnya pun semakin jauh dari tempat semua peserta berkumpul tapi ia tidak juga mendapatkan tanda-tanda keberadaan adik dan teman-temannya.

Mungkin suasana hatinya saat ini yang tidak bagus, sehingga Valdo sesekali malah berhalusinasi. Melihat bayangan pohon yang menyerupai sosok berambut panjang pun langsung membuatnya berkeringat dingin.

Gak bener nih kalo gue terusin. Mending gue balik lagi dah, Batinnya.

Ia langsung memutar tumitnya dan dengan gerakan cepat ia langsung berjalan menyusuri jalur yang tadi ia lewati. Jangan sampai ia ikut menghilang saat berniat mencari orang hilang.

Otaknya tidak berhenti berfikir, kemana perginya empat anak itu dan apa tujuannya mereka melakukan sesuatu yang membuat semuanya gempar.

Ia jadi teringat omongan salah satu panitia yang bilang bahwa mereka berempat bisa saja di culik makhluk halus akibat kelakuan Jevin dan teman-temannya yang mungkin sompral.

Tapi Valdo tidak semudah itu percaya pada apa yang panitia itu katakan. Meski untuk membayangkannya pun membuat Valdo langsung bergidik.

Jantung Valdo terasa jatuh dari tempatnya saat ia merasakan tepukan di bahu kirinya, rasanya dingin. Padahal ia hampir sampai di tempat perkemahan mereka, masa iya dirinya harus menjadi korban penculikan makhluk ghoib?

Dengan sekuat hati ia mencoba berbalik untuk melihat siapa yang telah membuat kakinya lemas seketika itu.

"Si kampret! Bikin kaget gue aja lu!" Valdo langsung melempar senter kecil itu dengan kesal. Ia terlalu terbawa suasana sampai ia berpikir suatu kejadian yang tidak-tidak hendak menimpanya.

Erick yang kini persis berada di belakangnya hanya tersenyum kecut. Valdo paham temannya ini sudah kelelahan setelah selama kurang lebih satu jam dirinya dan dua panitia lain harus mencari peserta Diklat yang hilang.

Ngomong-ngomong tentang peserta Diklat, Valdo menemukan sesuatu yang membuat perhatiannya teralihkan dari wajah Erick yang tidak enak dipandang. Ia sedikit memiringkan kepalanya ke sebelah kiri dan ia mendapati empat orang yang sedang membuat semuanya khawatir itu berbaris di belakang tubuh Erick.

"Dari mana aja lu pada?" Emosinya kembali naik saat melihat wajah mereka yang amat santai.

Erick dan dua temannya langsung kembali ke tempat perkemahan, secara tidak langsung mereka seperti menyerahkan semuanya pada Valdo untuk mengambil tindakan lebih lanjut pada empat anak sialan itu.

"Cuma keliling doang yaelah" Jawab Jevin santai pada kakaknya yang sedang menahan agar tidak menampar satu per satu dari mereka.

"Lu bilang CUMA? Enak banget lu ngomong ya? Lu gatau apa semuanya panik karena lu pada malah hilang saat kondisi udah gelap kayak gini? Nyusahin tau gak!" Bentaknya pada junior di hadapannya ini.

Ia tidak mau men-spesialkan Jevin, justru adiknya itu yang paling membuatnya kecewa. Sebab ia tau Jevin adalah ketua kelompoknya.

"Kita gak minta untuk dicari kok. Lagian kita cuma survey doang track yang bakal kita lalui buat agenda selanjutnya. Sama melipir dikit ke arah sungai" Lagi lagi Jevin yang menjawab pertanyaan Valdo.

"Apa lu bilang tadi? Gak minta dicari? Jangan sembarangan lu ya kalo ngomong! Kita tuh sekarang ada di tempat orang, kita lagi numpang! Gue ingetin sama kalian, kita ini lagi ada di alam bebas dan please jangan sekali kali berlaku sompral karena semua hal bisa aja terjadi! Disini, kalian jadi tanggung jawab gue, kalo gue gak dibebani tanggung jawab pun gue gak bakal repot-repot cari kalian yang cuma nyusahin aja bisanya!" Emosi Valdo semakin meledak-ledak.

"Udah sih yaelah orang kita gak kenapa-napa" Ucap Jevin santai sambil hendak berlalu tapi Valdo langsung menarik kerah bajunya.

"lu juga Vin! Lu ketua kelompok bukannya ngarahin yang bener malah ngajak ke tempat yang jelas-jelas melewati batas yang udah kita tentuin! Otak lu ditaro dimana sih, hah? Bisa gak sekali aja lu gak bikin ulah?" Bentaknya yang belum melepaskan genggamannya yang membuat kepala Jevin harus sedikit mendongak ke atas.

"Lu bacot banget tau gak?!" Jawabnya sengak sambil berusaha melepaskan genggaman kakaknya itu.

"Anjing lu ya!" Tangan kanan Valdo yang bebas langsung mengepal keras dan hendak mengarah pada pipi kiri Jevin sebelum suara seseorang berhasil menghentikan aksinya,

"Kak Valdo!" suara itu, suara yang Valdo kenal jelas. Sejak kapan dia ada disini? Sejak kapan Bintang menyaksikan adu mulut antara Valdo dan Jevin.

Genggaman Valdo langsung terlepas begitu saja saat ia melihat sosok Bintang yang berdiri di belakangnya.

"Kalian! Balik ke lapangan!" Perintah Bintang dengan nada suara yang amat sangat dingin. Jevin dan tiga temannya langsung menuruti apa yang dikatakan Bintang itu.

Bahkan tatapan Bintang tidak lepas dari mata Valdo saat empat teman seangkatannya itu berjalan melewatinya. Sampai ia akhirnya berkedip dan langsung membalikkan tubuhnya dan berjalan mengekor tidak jauh dari empat peserta Diklat itu dan meninggalkan Valdo yang tidak juga bergeming.

Untuk apa gadis itu ada disini? Di waktu yang mungkin tepat bagi Jevin dan ketiga temannya namun tidak sama sekali bagi Valdo. 

--

"Lu umumin deh ke semuanya, gue udah gak mood!" Ucap Valdo pada Ikhsan yang memintanya untuk segera mengumumkan agenda selanjutnya setelah kondisinya sudah netral.

Ikhsan langsung mengikuti apa yang dikatakan Valdo dan langsung mengumukan bahwa semua peserta memiliki waktu untuk beristirahat sampai jam sepuluh malam sebelum agenda selanjutnya dilaksanakan. Dan dengan itu, barisan seluruh peserta dibubarkan.


BOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang