Oliv menyeruput jus mangganya kuat-kuat sampai pipinya mengempot setelah melahap habis satu porsi mie ayam tanpa sayur, sementara Bintang yang duduk di sebelahnya sedang menunggu kedatangan Moza yang entah pergi kemana sambil mengetuk-ngetukkan ponsel ke meja di hadapannya.
Tiba-tiba seseorang dari arah belakang menepuk pundak Oliv dengan kencang hingga membuat gadis itu terbatuk. Oliv kesal dan ingin rasanya memukul kepala si pelaku dengan meja saat melihat siapa yang sudah melakukan hal itu.
Moza datang dengan tampang cemberut dan sama sekali tidak panik dengan reaksi Oliv yang wajahnya sudah memerah, karena tersedak dan kesal tentunya.
"Dari mana aja lu? Bentar lagi masuk juga" Tanya Bintang setelah melirik jam tangannya.
Moza tidak langsung menjawab, tangannya menjalar ke depan hendak meraih minuman milik Oliv yang tinggal sisa untuk beberapa teguk lagi.
Ia menyedotnya dengan santai.
Oliv yang harus merelakan tetes terakhirnya diminum oleh Moza hanya bisa melongo.
"Heh! Lu kenapa sih? aneh banget" Tanya Oliv penasaran sekaligus heran.
"Abis dihukum sama guru BK, nih gue dapet SP" Moza melempar amplop berisi Surat Peringatan dari guru BK itu ke meja di hadapan mereka bertiga.
Sial, karena tadi Moza dan Indri dipaksa menjawab jujur dan akhirnya kebusukan mereka terendus oleh guru BK.
Bintang langsung merobek bagian ujung amplop itu dan membaca kertas di dalamnya dengan seksama.
"Lagian lu demen banget kabur tau gak?!" Bintang geleng-geleng dan melipat kertas itu seperti semula.
"Tanda akhir zaman tuh" Oliv berceletuk. Dengan wajah yang menyiratkan ekspresi -sukurin, ketauan kan lo- pada Moza tapi gadis itu tidak menggubris.
Biarlah. Oliv menggonggong, bacotannya berlalu, pikir Moza.
Mereka berjalan menyusuri koridor di lantai dasar, sekaligus tempat dimana ruang kelas dua belas berada. Seperti biasa mereka disuguhi tatapan sinis dari senior yang hampir semua berjenis kelamin perempuan. Tapi mereka sudah biasa.
"Kasian ya ada yang baru dihukum sama Bu Ngatini" Celetuk salah seorang siswi yang berdiri di dekat tiang tembok.
Moza yang mendengar kalimat itu langsung berhenti sejenak. Suaranya familiar, suara yang membuat Moza—mereka bertiga menderita mual dan muntah seketika, suara yang lebih mirip seperti suara orang yang sedang di azab (yang ini kata Moza)
"Makanya jadi adek kelas gak usah macem-macem, dek!" Tia menyeringai, wajahnya terlihat licik.
Jadi Tia yang sudah mengadukan Moza dan Indri pada Bu Ngatini? jadi Tia yang entah bagaimana caranya bisa memergoki aksi Moza dan Indri tadi? Jadi si gerobak getuk ini biang keroknya?
"Sumpah ya, kali ini gue gak peduli lu senior gue atau bukan. Gue cuma mau nanya, lu gak ada kegiatan lain yang lebih barokah ya dari sekedar urusin dan ganggu hidup orang?" Moza menghadapkan tubuhnya ke arah Tia yang sedang berkacak pinggang.
Bintang dan Oliv hanya melongo melihat Moza yang sedang menantang maut dengan melawan senior yang paling membenci mereka ini.
Apalagi Bintang, dadanya berdegup kencang. rasa takut itu masih ada.
"Loh gue hanya melaporkan sesuatu yang memang salah dan melanggar aturan loh ya?" Jawabnya angkuh.
"Yang ngelanggar kan gue, yang dosa gue, yang ketinggalan pelajaran gue, kenapa lu repot-repot laporin? Lu care banget loh Kak by the way sama gue" Moza tersenyum kecut.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOM
Teen FictionBerawal dari kesamaan nasib, sama-sama sering menjadi sasaran empuk saat OSPEK SMA akhirnya hubungan Bintang, Oliv dan Moza yang dulunya tidak mengenal satu sama lain kini terikat dalam satu tali persahabatan yang erat. Ditambah kehadiran dua cowok...