Chapter 53

1.2K 124 6
                                    


Rasanya Moza kehilangan semangat sejak kejadian itu terjadi, saat Jevin untuk pertama kalinya membentaknya bahkan menyuruhnya untuk pergi dari rumah seakan kehadiran dirinya tidak diinginkan sama sekali oleh Jevin.

Hari ini Moza sama sekali tidak memiliki niatan untuk beranjak dari tempat duduknya. Meski Bintang dan Oliv sudah mengajak untuk ke kantin, Moza sama sekali tidak mengindahkan ajakan sahabatnya itu.

Masih dengan wajah yang bersandar pada lipatan tangan yang bertengger di atas meja. Tatapannya tertuju ke luar. Namun kosong. Suara teriakan dan gelak tawa dari teman sekelasnya yang lebih memilih berada di kelas seakan luput dari indera pendengaran Moza.

Pikirannya masih melayang pada sosok itu. Rasanya sakit melihat Jevin yang justru terlihat baik-baik saja di saat Moza justru terlihat mengenaskan seperti ini. Atau mungkin Jevin hanya tidak ingin orang tau tentang rasa kecewanya? Entah.

Moza mendongakkan kepala dan melirik ke meja Jevin. Bahkan cowok itu tidak ada di tempatnya. Mungkin sedang di kantin? Berbeda dengan Moza yang nafsu makannya hilang sedari kemarin.

Ia hanya harus menjelaskan yang sebenarnya namun Jevin tidak memberinya kesempatan. Menemuinya pun sepertinya Jevin sudah enggan. Menyakitkan bukan? Saat orang yang kita sayang tidak lagi percaya dengan apa yang kita katakan? Sehingga dia pergi meninggalkan kita secara perlahan bersama kesalahpahaman yang tidak sempat dijelaskan.

Apakah salah jika Moza menerima permintaan maaf Keanu dan memperbaiki semuanya? Bukankan sebuah kedewasaan jika kita dengan besar hati berdamai dengan masa lalu?

Mata Moza perlahan menutup seiring lagu yang ia dengar lewat headset mengantarnya untuk tertidur.

Di tempat lain terdengar suara pantulan antara ring dengan bola basket. Beberapa kali Jevin mencoba melemparnya namun sama sekali tidak ada yang pas masuk ke ring. Jelas karena Jevin mengutamakan emosi, ia melempar dengan sekuat tenaga seakan kekesalannya itu keluar saat bola tak berdosa itu ia pantulkan.

Apalagi yang ia lakukan selain ini? ia tidak mungkin mengurung diri di kelas, Jevin tidak mau terlihat menyedihkan di depan orang-orang, Jevin terlalu gengsi dibilang cowok galau.

Rasa haus sudah menderu sedari tadi, namun tidak ada niatan sama sekali dalam diri Jevin untuk sekadar pergi ke kantin. Ia hanya ingin disini, melempar bola hingga kekecewaannya mereda.

Suara pantulan kencang terdengar lagi hampir berbarengan dengan suara seseorang yang menyerukan namanya.

"Jevin!" Jevin melirik sekilas dan mendapati Suci tengah berdiri di pinggir lapangan. Terlihat kilatan mata di bola matanya akibat pantulan sinar matahari yang cukup terik.

Suci adalah salah satu teman di ekskul photography yang cukup dekat dengan Jevin. mereka berdua memiliki kesamaan, sama-sama bebal, minggu kemarin saja mereka sudah ditegur karena jarang sekali hadir jika ekskul itu mengadakan pertemuan.

Jevin menghampiri Suci sambil menyeka keringat yang sudah membanjiri dahinya. Melihat Suci memegang botol minum, Jevin langsung menyambarnya tanpa meminta izin pada yang punya.

Masih berdiri di depan Suci, Jevin mencoba mengedarkan pandangan. Mendapati beberapa murid yang ia tidak kenal memperhatikannya. Jevin hanya bisa menatap mereka sampai mereka salah tingkah karena kepergok sudah membicarakan dirinya dan Suci. Jevin paham betul apa yang mereka bicarakan, pasti tidak jauh-jauh dari menggosipkannya dan Suci yang tidak-tidak.

Suci termasuk cewek yang populer di sekolah, buktinya Mantan Wakil ketua OSIS, Ikhsan—yang juga teman Valdo sampai klepek-klepek karena pesonanya. Jevin rasa siapapun akan setuju kalau Suci ini cewek yang manis meski terbilang galak dan kalau sudah kumat, amukannya bisa mengakibatkan pintu toilet bolong karena pukulannya.

BOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang