Chapter 23

1.9K 148 0
                                    

"Duh gue bingung jadinya Zaaaa kalo ditanya gitu" Bintang mengusap wajahnya dengan kasar. Ia menyadari kalau kali ini dia mulai meragukan keputusan awalnya untuk menolak Valdo.

Tapi mau bagaimana? Semuanya sudah terlanjur terjadi, Bintang secara tidak sadar sudah menyia-nyiakan Valdo, dan sekarang malah Valdo yang sudah menjadi milik orang lain. Takdir mengapa terasa senaas ini?

"Secara ya Bin, Valdo Attala gitu. Udah ganteng, ketua OSIS, kece, tajir. Siapa coba yang gak mau jadi pacarnya? Gue aja kalo ditawarin ogah nolak" Jelasnya yang langsung dibalas sorotan tajam dari Bintang.

"Ya kalo dia gak ada hubungan spesial sama sahabat gueee! Maaf, maaf ya gue memang banyak mantannya tapi gue bukan backstabber" Tambahnya sambil mengangkat tangannya ke hadapan Bintang yang tatapannya mulai melembut.

"Banyak gaya nih anak monyet" Celetuk Oliv yang sedari tadi tidak memberikan masukan dan nasihat yang berarti sama sekali pada Bintang.

Bukan karena ia tidak peduli, ia hanya sadar diri bahwa untuk urusan seperti ini, pengetahuan serta pengalaman Oliv terbilang masih ada pada level tiarap.

"Selancar jaya lu aja deh, Liv" Kali ini Moza enggan menghabiskan waktu dan tenaganya untuk berdebat dengan Oliv.

--

Bintang memarkirkan motornya di belakang mobil hitam yang diketahui adalah milik ayahnya.

Tumben ayah udah pulang, batinnya heran.

Ia membuka pintu dengan malas sambil melepas kancing jaketnya satu per satu. Langkah kakinya mantap menuju ruang keluarga dan ia mendapati bundanya yang terbaring di sofa dengan tubuh yang dibalut oleh selimut.

Di samping bundanya, Bintang bisa melihat ayahnya yang sedang memegang mangkuk berisi sup yang samar-samar asap tipisnya masih mengepul.

"Loh bunda kenapa?" Bintang langsung menghampiri dan duduk di karpet berhadapan dengan ayahnya.

"Tadi bunda kamu asthmanya kambuh. Terus ayah khawatir, jadi ayah pulang lebih awal" Jelasnya karena bundanya sedang mengunyah sayuran yang baru disuapkan oleh pria di hadapannya itu.

"Sebenernya ayah kamu yang lebay Bin, padahal bunda gak kenapa-kenapa"

"Tetep aja aku khawatir" Ayahnya mencolek hidung bundanya geregetan.

Melihat hal itu Bintang hanya bisa tersenyum, seringkali ia bersyukur bisa memiliki keluarga yang harmonis seperti ini. Walaupun rumahnya yang luas itu hanya diisi oleh mereka bertiga saja, suasananya selalu hangat karena kasih sayang yang amat kental di keluarga kecil ini.

Bintang juga jadi ingat satu hal, apa yang ayahnya lakukan tadi pada bundanya mirip dengan apa yang Valdo pernah lakukan pada Bintang saat dirinya mengalami hipotermia.

Ah, Valdo lagi...

Kenapa laki-laki itu bisa dengan mudahnya menyusup ke pikiran Bintang?

Bintang langsung beranjak meninggalkan kedua orangtuanya yang terlihat seperti sedang memainkan scene FTV saat ini. Bintang senang, tapi juga iri.

Dengan malas Bintang mengunci pintu kamar mandi, ia menyeret kakinya sampai ia bisa melihat refleksi dirinya di cermin.

Tangannya berpegangan pada dua sisi wastafel, matanya menelisik apa yang sedang ia lihat di hadapannya sekarang.

Seorang gadis yang naif. Seorang gadis yang selalu memprioritaskan dirinya sendiri sampai ia lupa keberadaan orang yang justru menjadikan dirinya sebagai prioritas utama.

Bintang akui dirinya memang keras kepala, tapi ia sadar bahwa sifat itu perlahan bisa saja menghancurkannya.

Terdengar hembusan nafas yang keras di ruangan kecil yang hening itu.

BOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang