Chapter 52

1.2K 130 3
                                    


Suara ketukan pintu yang terus menerus membuat Jevin mengerang kesal, siapa pula yang mengganggunya di hari minggu seperti ini? Tidak lain dan tidak bukan pasti Valdo, pikirnya. Karena orangtuanya akan pulang dari Malang dua minggu lagi.

"Berisik bangke!" Teriak Jevin sambil membungkus seluruh tubuhnya dengan selimut. Tidak ada keinginan sama sekali untuk beranjak dari kasurnya.

Akhir-akhir ini, emosi Jevin sering tidak stabil. Mungkin seperti ini rasanya saat hubungannya dengan Moza sedang diuji. Dari beberapa hari yang lalu, Jevin menangkap gelagat yang aneh dari Keanu. Sial, apa maunya cowok brengsek itu, sih? Jevin terus terngiang semua hal yang membuat dia menjadi ragu akan keseriusan Moza dengan hubungan mereka ini.

Dan puncaknya adalah tadi malam, dengan waktu yang terbilang pas Jevin sudah sampai di depan gerbang rumah Moza sambil membawa pizza kesukaan gadis itu, dan saat itu pula kedua matanya menangkap sesuatu yang membuat dadanya terasa terbakar. Panas.

Saat melihat Keanu yang berdiri di ambang pintu rumah Moza, tangan Jevin mencengkram erat pada stang motor. Dadanya naik turun, tepat saat Moza membuka pintu dan Keanu dengan tanpa aba-aba langsung memeluk Moza.

Semua perasaan Jevin campur aduk saat itu. Marah? Sudah jelas. Rasanya Jevin ingin berlari ke arah Keanu dan memukul rahangnya dengan sekuat mungkin karena telah berani-beraninya kembali apalagi sampai berpelukan. namun yang Jevin lakukan hanyan menancap gas dengan kencang dan langsung berlalu meninggalkan rumah Moza.

Apa yang Jevin takutkan terjadi, sejak ia dan Moza mendapati Keanu yang diam-diam selalu menaruh cokelat di meja Moza sebelum gadis itu dan Jevin resmi berpacaran. Cowok itu, seharusnya Jevin tau kalau Keanu pantang menyerah untuk membuat semuanya kembali seperti semula.

Dan disinilah Jevin, di kamarnya. Enggan untuk keluar sejak tadi malam, sejak ia melihat kejadian itu.

Getaran meja kayu yang berasal dari ponsel membuat Jevin mengerang untuk kesekian kali, tanpa melihat Caller ID yang terpampang, Jevin langsung menjawab panggilan itu.

"Halo siapa nih?" Tanya Jevin dengan suara yang serak. Akibat dari dirinya semalaman bernyanyi sambil berteriak, atau lebih tepatnya berteriak dengan nada. Sekadar melampiaskan kekecewaannya.

"Lo mau makan apa?" Tanya seseorang yang sangat ia kenali suaranya.

"Dih? Bang Valdo? Lu lagi dimana pake nelepon segala?" Jevin heran, kalau kakaknya sedang berada di luar rumah, lantas siapa yang tadi mengetuk pintu. Tanpa suara pula.

"Lagi di warung Bu Dhe. Buruan Jevin!" Terdengar gerutuan di seberang sana yang membuat Jevin mendengus. Kalau tidak ada siapa-siapa di rumah, Jevin dan Valdo selalu membeli makanan di warung depan komplek perumahan mereka.

Biasanya Valdo yang akan menyuruh Jevin untuk membeli, tapi mungkin Valdo kesal menunggu Jevin yang tak juga keluar dari persemayamannya sehingga ia membelinya sendiri.

"Gak laper" Jawab Jevin yang langsung memutuskan sambungan secara sepihak. Tidak peduli dengan Valdo yang mungkin akan menyodok mulutnya dengan besi panas setelah ini.

Jevin sejenak berpikir, entah berpikir apa sampai matanya memandang kosong ke langit-langit kamar. Suara ketukan itu terdengar lagi, membuat Jevin mau tidak mau beranjak dari kasurnya dan membuka pintu itu.

Rahang Jevin seakan copot saat melihat siapa yang sedang berdiri tepat di hadapannya sekarang. Beruntung, beruntung karena kini Jevin tidak sedang memakai baju vulgar seperti biasanya.

Pakaian yang ia kenakan masih sama seperti saat dia hampir masuk ke rumah Moza, jeans hitam dan kaos putih yang sedikit menerawang. Bahkan Jevin pun tidak memiliki keinginan untuk melakukan apapun selain memejamkan mata malam tadi.

BOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang