"Bintang? Tumben gak ngerjain soal ke depan?" Bisik Oliv saat Ibu Sukma seperti biasa menawarkan beberapa soal sebelum istirahat.
Biasanya Bintang sangat bersemangat kalau sudah menyangkut hal ini, tapi tidak untuk sekarang. Memperhatikan materi yang disampaikan saja tidak.
"Hah? Males ah. Gak ngerti gue" Jawabnya masih sambil bertopang dagu, tidak peduli.
"Yah Bin, padahal gue mau minta tolong lu ngerjain satu soal buat gue. Udah suntuk banget nih pengen makan" Keluh Oliv dengan wajah yang memelas.
"Udah lah biar si Kecap aja yang ngerjain, noh!" Tunjuknya pada seorang anak cupu berkulit cokelat yang memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi di kelasnya.
Oliv hanya mendengus pasrah sambil menyenderkan tubuhnya setelah mendengar jawaban acuh dari Bintang.
Mau tidak mau ia harus menunggu lima butir soal itu selesai dikerjakan oleh perwakilan siswa di kelasnya. Sialnya ia kurang mengerti dengan materi kali ini, bahkan Oliv mengakui dirinya lemah di materi sistem persamaan linear.
Akhir-akhir ini memang Bintang tidak bisa fokus belajar, otaknya terlalu sibuk memikirkan kejadian itu, ia tidak hentinya menelisik lagi setiap kata yang dilontarkan Valdo yang sudah jarang berkabar setelah acara Diklat selesai dua minggu lalu.
Bahkan ia harus beberapa kali menghindari pertanyaan Moza yang mulai mencurigai gerak-geriknya yang "Bukan Bintang Banget". Berbeda dengan Oliv yang bisa dibilang miskin ilmu untuk masalah yang berhubungan dengan cinta seperti ini sehingga ia tidak terlalu peka dengan alasan perubahan sikap Bintang.
Pertanyaan yang Oliv lontarkan hanya "Lu gak hipotermia lagi kan Bin?" Jika Bintang sudah mulai melamun tidak jelas.
Kini giliran Bintang dan Oliv yang harus menunggu Moza di jam istirahat, padahal suara nyaring beraroma surga itu sudah berdering ke seluruh penjuru sekolah sejak lima menit yang lalu.
"Jorok lu, Junaedi!" Pekik Bintang saat mendengar teman sebangkunya itu beberapa kali menarik ingus yang mengucur dari hidungnya.
Kemalangan melanda Oliv setelah acara Diklat itu, dirinya menderita pilek sejak semuanya sedang menjalani acara jurit malam. Bagaimana tidak, semua peserta Diklat harus menyusuri jalanan sejauh kurang lebih dua kilometer untuk menghampiri setiap pos di saat waktu menunjukkan pukul satu malam.
Bahkan Moza yang mengeluh masuk angin harus menjadi bahan tertawaan Oliv dan Indri sepanjang mereka menyusuri jalanan karena gadis itu tidak bisa menahan keinginannya untuk kentut. Tak apalah yang penting semua angin dalam tubuhnya bisa keluar, pikir Moza saat itu.
Oliv langsung menyeka hidungnya dengan tisu yang baru Bintang berikan padanya.
"Tai, ribet banget dah" Keluh Oliv karena ingusnya tidak habis-habis. Ia langsung berdiri dan hendak meninggalkan Bintang yang sedang asyik dengan ponselnya sambil sesekali terkekeh.
"Liv, mau kemana?"
"Jamban"
"Ikut"
Bintang dan Oliv tidak juga membungkam mulutnya setelah selama perjalanan ke toilet mereka melihat pemandangan berupa sesosok Keanu yang sedang flirting dengan teman seangkatannya.
Bintang tidak hentinya mengata-ngatai mantan sahabatnya itu dengan kata-kata yang biasa dilontarkan pada lelaki hidung belang.
"Ih brengsek banget kan Liv dia jadi cowok. So ganteng banget najis" Bintang terus berkomentar bahkan sampai ia membuka kenop pintu toilet.
"Yaudah sih ah, cowok bangsat gitu lu permasalahin"
"Bukannya gitu Oliv, gue gak nyangka aja mantannya Moza se so keren itu, ih" Sampai Oliv menghadap wastafel pun Bintang masih saja mengoceh.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOM
Teen FictionBerawal dari kesamaan nasib, sama-sama sering menjadi sasaran empuk saat OSPEK SMA akhirnya hubungan Bintang, Oliv dan Moza yang dulunya tidak mengenal satu sama lain kini terikat dalam satu tali persahabatan yang erat. Ditambah kehadiran dua cowok...