Chapter 26

1.5K 138 0
                                    

"Bin, Oliv mana?" Seperti biasa Moza yang menghampiri dua sahabatnya itu duluan ketika sudah memasuki jam istirahat.

Moza hanya melihat Bintang yang menelungkupkan wajahnya di atas tangan yang terlipat di atas meja. Sementara Oliv, Moza tidak melihatnya di ruangan kelas itu.

"Kumpul Ekskul" Jawab Bintang singkat tanpa merubah posisinya sama sekali.

Moza hanya mendengus sambil duduk di samping Bintang yang belum juga bergerak.

"Yaudah ayo makan!" Ajak Moza sambil mengetuk jempolnya untuk membalas pesan dari papanya.

"Duluan aja! Gue udah kenyang"

"Ngaco lu! Mana ada belum makan tiba-tiba kenyang? Ayo ke kantin!" Moza menarik tangan Bintang tapi gadis itu menahannya.

"Nanti aja gue makannya di rumah" Jawab Bintang sekenanya.

Moza jelas paham kenapa Bintang berperilaku seperti ini. Rupanya kejadian waktu itu masih saja  kepikiran oleh Bintang. Padahal Moza sudah kukuh menyuruh Bintang untuk melupakannya dan Bintang hanya mengiyakan saja.

Bintang hanya sekedar mengiyakan, tapi tidak melakukannya. Buktinya sampai saat ini perilakunya masih saperti orang patah hati, penampilan wajahnya menyedihkan.

Moza paling tidak suka melihat sahabatnya bersedih, tapi kali ini Moza gemas karena Bintang masih membiarkan dirinya larut dalam penyesalan yang salah.

Walau Moza sebenarnya tidak memiliki hak untuk mengatur, sebab yang merasakan hal itu adalah Bintang sendiri. Yang paham tentang tindakan apa yang harus diambil adalah Bintang. Tapi tetap saja.

"Bin ah! Udah dong galaunya!" Pekik Moza kesal.

"Siapa yang galau sih Za?! Ih gue biasa aja"

"Ya elu lah jelas. Apa banget coba lu jadi murung gini?! Udahlah Bintang, ngapain sih buang-buang tenaga menyesali sesuatu yang harusnya gak lu sesali sampe segininya.

Kalau memang sifat aslinya dia kayak gitu, berarti keputusan yang tepat saat lu menolak VALDO ATTALA!" Moza mengoceh panjang lebar sambil menaikkan suaranya di kalimat terakhir.

Bintang langsung terperanjat dan seketika langsung mengangkat kepalanya,

"Gak usah sebut merk juga kali Zaaaa!" Bisiknya dengan gregetan karena khawatir jika teman sekelasnya mendengar apa yang mereka berdua bicarakan.

"Bodo!" Moza langsung berjalan meninggalkan Bintang yang pasti masih menaruh kekesalan padanya.

Moza melangkah keluar dengan pasti sambil mengacuhkan beberapa siswa yang memanggil namanya dari arah pojok belakang. Seakan hal itu sudah menjadi makanan sehari-hari Moza saat masuk ke kelas itu.

Ia tau kemana kakinya akan melangkah.

Kantin.

Matanya terus mencari seseorang yang ia akan beri perhitungan. Matanya menelisik satu per satu meja yang ada di hadapannya.

Tidak ada.

Tapi Moza tidak menyerah, sampai matanya menangkap seseorang yang ia maksud. Laki-laki itu baru mengambil minuman soda berwarna cokelat kehitaman dari lemari pendingin dan memberikan selembar uang pada si penjual.

Kaki Moza melangkah cepat menghampiri laki-laki yang sedang memunggunginya itu. Ia tidak peduli sorot mata yang mengarah padanya dari beberapa orang yang ia lewati.

Ia tidak peduli dengan wajahnya yang mungkin sudah merah padam dengan alis yang bertaut. Ia tidak peduli jika kini dirinya terlihat seperti banteng yang siap menyeruduk apa yang ada di hadapannya saat ini.

BOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang