Chapter 7

2.6K 196 1
                                    

Akhir-akhir ini Jevin sering menghampiri Moza dan berlagak meminjam pulpen padahal biasanya ia akan meminjam benda yang suka hilang secara misterius itu pada teman sebangkunya sendiri. Moza yang tidak menaruh curiga pada anak laki-laki itu selalu meminjamkan pulpennya pada Jevin.

"Jevin modus tau, Za" bisik Indri sambil mendekatkan mulutnya ke kuping Moza.

Tapi Moza hanya menggeleng-geleng saja dengan apa yang Indri bilang. Pasalnya sudah banyak anak laki-laki di kelasnya saat zaman SMP yang memang sering meminjam pulpen pada Moza. Jadi, modus Jevin itu sudah biasa di mata Moza sehingga ia tidak perlu mengambil pusing atas apa yang dilakukan oleh Jevin padanya itu.

Indri diam-diam mengunci pandangannya pada Jevin yang sedang memunggunginya. Ia yakin dalam beberapa menit Jevin akan memutar kepalanya ke arah Moza yang sedang menyalin jawaban yang ia temukan dari google di ponselnya.

Indri seperti sedang menghitung mundur dalam hati, gelombangnya yang kuat dari Indri membuat Jevin benar-benar menengok ke arah Moza dan disambut oleh tepukan bangga oleh Indri karena prediksinya yang tepat.

Jevin yang melihat kejadian itu langsung berbalik lagi dan berpura-pura fokus mengerjakan soalnya kembali.

"Lu diliatin Sentot bego, Ndri" bisik Moza sangat pelan tapi masih bisa didengar oleh Indri yang secara perlahan mencoba melirik ke arah meja guru yang terletak di pojok sebelah kirinya yang justru membuat pandangan Indri dan Pak Sentot beradu.

Indri yang masih gelagapan langsung kembali mengerjakan soalnya lagi. tapi lebih tepatnya Indri menyalin jawaban dari kertas Moza karena paket internet Indri habis dan ia terlalu malas untuk membaca buku tebal di hadapannya.

Pulpen berwarna merah muda itu langsung Moza hempaskan ke meja yang justru malah terpantul dan jatuh ke bawah meja. Moza mendengus kesal karena tindakannya tadi malah menambah pekerjaan baginya. Ia berusaha keras menarik pulpennya itu dengan kakinya, tangan kirinya berpegangan ke ujung meja sementara tangan kanan yang berpegangan ke ujung bangku yang Indri duduki.

Usahanya tidak membuahkan hasil karena pulpennya yang juga tidak berhasil diraih oleh kaki kirinya. Dengan posisi serong, otomatis kepala Moza menghadap ke arah pintu kelas. Matanya beralih pada objek yang ada di dekat pintu itu yang kini mencuri pandangan ke arahnya. Membuat Moza kebingungan karena Jevin terus memandangnya lekat-lekat sambil menahan senyum.

Moza mengangkat kedua alisnya heran pada Jevin, tapi yang ditanya hanya menggeleng saja dan memutar kepalanya lagi menghadap papan tulis.

"Ndri, muka gue gak cemong kan?" Moza bertanya sambil menyeka kedua pipinya.

"Nggak, kenapa emang?"

"gak apa-apa"

Entah kenapa tatapan Jevin terasa beda dengan tatapan siswa laki-laki lainnya bagi Moza namun ia tidak bisa mendeskripsikan semua itu. Moza berusaha bersikap biasa dan menahan darah yang berdesir hebat di seluruh nadinya sejak Jevin meliriknya seperti itu.

--

Hari-hari mereka bertiga disibukkan dengan tugas dan kegiatan ekskul yang mereka ambil masing-masing. Bintang yang kini telah sah menjadi anggota OSIS semakin disibukkan oleh berbagai macam rapat dan event yang biasa di adakan di sekolah mereka.

Dan itu artinya intensitas pertemuan antara Bintang dan Valdo semakin banyak. Valdo yang selalu berada di depan kelas ketika mereka mengadakan rapat OSIS bahkan beberapa kali beradu pandang dengan Bintang, membuatnya bingung ada apa dengan Valdo.

"Bi.." sapa Valdo yang tiba-tiba ada di belakang Bintang saat dirinya berjalan di koridor kelas.

"Ya?" Bintang menjawab sesingkat mungkin.

BOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang