3. Leonyca

39K 2.8K 380
                                    

Pagi itu, pagi di mana Leonard dan Leonyca harus kembali ke sekolah. Setelah libur sekian lama, ternyata tidak membuat semangat Leonyca hilang.

Gadis itu bangun pagi-pagi sekali tanpa dibangunkan sang ibu.

Tapi sepertinya, Leonyca mengantuk lagi. Seperti saat ini, Devany menyuapi Leonyca sarapan dengan Leonyca yang memejamkan matanya sambil menguap beberapa kali. Ya, berlebihan memang seorang gadis SMA masih di suapi oleh ibunya, tapi Devany sama sekali tidak keberatan dengan hal itu meski kadang Leonyca menolak.

"Ony, kunyah yang benar, Nak...." Leonyca hanya bergumam tidak jelas.
Dia menjatuhkan kepalanya ke bahu sang ibu, melanjutkan tidurnya meski hanya sebentar.

"Ya ampun, anak ini ... bisa-bisanya dia tertidur saat makan," gerutu Devany pelan, dia meletakkan sendok yang dia pegang, lalu mengelus kepala Leonyca dengan sayang.

"Ma, Ony kenapa?" Devany mendongak, lantas dia tersenyum pada Leonard.

"Sepertinya Ony masih mengantuk. Mungkin efek cepat bangun tadi pagi," ucap Devany sambil terkekeh pelan.

Leonard duduk di dekat Leonyca lalu dia memakan sarapannya.

"Ma, seharusnya rambut Ony tidak di kucir dua seperti itu, Ony itu gadis SMA, Mama ... gadis yang sekarang sudah menduduki kelas XII, Ma...." protes Leonard melihat penampilan Leonyca yang seperti anak kecil.

Devany tersenyum, dia mengecup puncak kepala Leonyca, "Lee, ini permintaan Ony, Nak," kata Devany dengan lembut, "Mama hanya melakukan yang Ony minta," lanjut Devany.

Leonard menyelesaikan sarapannya, lalu dia menarik  rambut Leonyca lumayan kuat, membuat gadis itu tersentak. Leonyca meringis sambil memegangi kepalanya.
Matanya juga sudah berkaca-kaca.

"Lee, jangan kasar seperti itu pada adiknya!" bentak Devany pada Leonard. Devany melepas ikatan rambut Leonyca, lalu dia melihat bekas tarikan Leonard barusan.
Devany mengepalkan tangannya, dia berteriak memanggil pelayan untuk mengambilkan kotak obat. Padahal kepala Leonyca hanya memerah saja yang sebenarnya tidak membutuhkan obat, melainkan di kompres pakai es batu saja sudah cukup.

Leonyca memegangi kepalanya yang terasa nyeri, dia juga menitikkan air matanya.
Devany meniup-niup kepala Leonyca, kulit kepalanya memerah.

"Lee, lihat, Nak...!" kata Devany menunjuk kepala Leonyca pada Leonard. Leonard hanya terdiam, merutuki kebodohannya dalam hati.

"Ada apa?" Devany bergeming, dia berusaha menenangkan Leonyca. Nick terkesip melihat kulit kepala Leonyca yang memerah.
Lalu setelah pelayan memberikan kotak obat dan es batu, serta kain kecil ... Nick dengan cepat mengompres kepala Leonyca.

"Sedikit nyeri, Mama...." ringis Leonyca, Devany kembali meniup-niup kepala Leonyca.
Dia sama sekali tidak habis pikir dengan sikap Leonard.

Selesai mengompres kepala Leonyca, Nick menatap putrinya itu dengan lekat. "Ony tidak perlu ke sekolah hari ini, ya, Nak...." Leonyca menggeleng.

"Ony ingin ke sekolah, tapi Ony tidak mau bersama abang! Lagipula, kepala Ony sudah tidak nyeri lagi," rajuk Leonyca dan ia menggembungkan pipinya. Leonard hanya menghela napasnya dengan pelan.

"Baiklah, Ony jangan merajuk lagi, ya. Papa yang antarkan Ony, oke?" Leonyca mengangguk-anggukan kepalanya.
Lalu Leonyca berdiri, mendorong Leonard dengan pelan.

Devany memberikan bekal untuk Leonyca, Leonyca mencium punggung tangan sang ibu, lalu menarik tangan sang ayah keluar rumah.

Leonyca masuk ke dalam mobil begitu juga dengan Nick. Dan di ikuti Leonard.
Leonyca melemparkan tisu pada Leonard yang duduk di belakang. Leonard hanya tersenyum. Dia sudah maklum saja karena Leonyca begitu dimanjakan. Apa-apa, merengek.

PREDESTINATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang