Leonyca masih saja menitikkan air matanya. Dia memeluk dirinya sendiri, sesekali dia menyeka air matanya yang seakan tidak mau berhenti.
Setelah tadi sampai di rumah, Leonyca mengatakan kalau dia ingin sendiri dulu. Maka dari itu, Devany, Nick, dan juga Leonard membiarkan dan memberi waktu sendiri untuk Leonyca.
Leonyca mengusap air matanya saat ponselnya berdering.
"Matt...." lirihnya sangat pelan. Leonyca kembali menangis seperti anak kecil, dia juga tidak mengangkat telepon dari Matt.
Ponsel itu kembali berdering, Leonyca menggigit bibir bawahnya dengan pelan. Lalu dia mengangkatnya.
"Hallo, Matt...." desah Leonyca sangat pelan, suaranya juga sudah serak.
"Ony kenapa nangis?" tanya Matt tanpa salam pembuka. Dia tadi terbangun karena ponselnya yang terus berdering, yang ternyata banyak sekali panggilan masuk dari Leonard. Padahal di sana masih dini hari.
Leonard hanya menyuruh Matt untuk menenangkan Leonyca.
"Matt, kapan pulang?" tanya Leonyca tanpa berniat menjawab pertanyaan dari Matt.
Matt menghela napasnya pelan, dia juga memejamkan matanya."Secepatnya, ya Ony. Sekarang cerita padaku, kenapa Ony menangis?" tanya Matt dengan cemas.
"Ony tidak menangis, Ony hanya flu, Matt...." dusta Leonyca.
"Pembohong! Ceritakan, oke?" Leonyca mengangguk-anggukan kepalanya meski Matt tidak bisa melihatnya.
"Evan pergi, Evan pasti kecewa," kata Leonyca mencoba untuk jujur.
"Kecewa? Memangnya Ony melakukan apa padanya?" Matt penasaran.
"Ony ingkar janji, Matt. Tadi, sepulang sekolah, Evan menelepon dan menanyakan Ony datang atau tidak ke rumah mereka. Ony jawab, tidak bisa. Lalu, Evan mengatakan beberapa kalimat seperti kalimat perpisahan dan Evan memutuskan sambungan telepon. Saat Ony ingin ke rumah Evan, Ony melihat tante Nadia di bandara," jelas Leonyca membuat Matt kebingungan.
"Aku tidak mengerti," desis Matt. Leonyca menggerutu dalam hatinya, dia memutuskan sambungan telepon.
Gadis itu berbaring di tempat tidurnya ke sembarang arah, menulikan telinganya dari deringan ponselnya.
Leonyca kembali menangis, dia sangat merasa bersalah pada Evan. Karena memang, dia yang telah berjanji pada lelaki itu.
Tadi saat Evano menelepon Leonyca, lelaki itu sudah ada di bandara karena dia sudah yakin kalau Leonyca tidak akan datang lagi menemuinya. Evano memutuskan ikut dengan sang ayah keluar negeri. Meninggalkan sang ibu sendiri.
Leonyca kembali mengangkat telepon, karena tidak bisa dipungkiri kalau dia sangat merindukan Matt.
"Matt...." lirih Leonyca sangat pelan.
"Ony, don't cry, baby. Masih ada aku, oke?" Leonyca mengangguk-anggukan kepalanya.
"Matt, cepat pulang. Ony mohon...." tangis Leonyca semakin pecah, membuat Matt yang ada di seberang sana tidak bisa tenang. Dia sangat mencemaskan Leonyca.
"Ony, tenang, ya, sayang. Nanti aku usahain pulang, oke? Ony jangan menangis lagi...." bujuk Matt berusaha menenangkan Leonyca.
KAMU SEDANG MEMBACA
PREDESTINATION
Teen Fiction[Seri Kedua My Little Girl] Klise, ketika dua insan manusia yang saling mencintai, tapi mereka terikat hubungan darah. •Matt Morris Christover (21) sudah menyukai bahkan mencintai keponakannya sejak lama. •Leonyca Reyner Reland (16) gadis yang benar...