Leonyca berdiri mematung di depan cermin besar di walk in closet. Dia sudah memakai seragam sekolahnya dan rambutnya dia biarkan berantakan.
Leonyca mengusap air matanya, lingkaran hitam itu terlihat jelas. Matanya juga membengkak karena kebanyakan menangis.
"Matt...." desis Leonyca dengan lirih, dia menundukkan kepalanya, menatap kaki telanjangnya.
"Matt...." desis Leonyca lagi, dia mengusap air matanya dengan pelan.
Leonyca melangkah mendekati rak sepatunya yang ada di walk in closet juga, lalu meraih sepatunya. Dia membuka lemari pakaiannya lalu membuang semua isi lemari itu sehingga pakaian Leonyca berantakan di lantai.
"Di mana?" tanya Leonyca yang tidak menemukan kaus kakinya. Dia menendang pakaiannya ke sembarang arah sehingga semakin berantakan.
Padahal selama ini, kaus kakinya selalu di simpan di lemari kecil khusus untuk pakaian dalam dan lain-lain, bukan di lemari pakaian.
Leonyca membongkar habis pakaiannya sampai lemari itu kosong.
"Sialan!" geram Leonyca melempar sepatunya ke arah pintu dan saat itu pula pintu penghubung itu terbuka.
Ternyata Devany yang masuk, wanita itu menangkis lemparan yang tidak di sengaja Leonyca.
Devany tidak kaget lagi melihat ruangan itu yang sangat berantakan. Leonyca kembali berdiri mematung dengan wajahnya yang tanpa ekspresi.
Devany mendekati Leonyca, dia mengusap air mata di wajah Leonyca dengan lembut.
Leonyca tidak menolak atau pun merespon.Devany melangkah menuju lemari kecil itu, lalu maraih kaus kaki Leonyca. Dia seperti tahu apa yang di cari putrinya itu. Lalu setelah itu, Devany meraih sepatu Leonyca dan menarik Leonyca keluar dari walk in closet.
Dia mendudukkan Leonyca di sofa yang ada di kamar itu. Saat Devany hendak memakaikan kaus kaki di kaki Leonyca, Leonyca dengan kasar meraih kaus kaki itu dan memakainya dengan asal-asalan.
Devany mengalihkan pandangannya ke sembarang arah, lalu ia mengedipkan matanya, bersamaan dengan jatuhnya air mata yang sedari tadi ia tahan.
Devany bangkit berdiri, ia melangkah menuju meja rias Leonyca, meraih sisir lalu kembali mendekati Leonyca.
Menyisir rambut Leonyca yang sangat berantakan sambil menangis.
Leonyca sama sekali tidak mau berbicara padanya.Belum selesai Devany menyisir rambut Leonyca, tapi Leonyca sudah langsung bangkit berdiri dan mengabaikan Devany.
Leonyca meraih tasnya lalu pergi begitu saja. Tidak ada lagi cium tangan, tidak ada lagi pelukan hangat, tidak ada lagi senyuman hangat Leonyca, tidak ada lagi rengekan Leonyca setiap paginya. Devany tidak lagi mendapatkan hal biasa yang dulu selalu Leonyca lakukan dan dia ingat.
"Apa lagi yang harus kulakukan? Ya, Tuhan ... tolong aku...." pinta Devany memegang dadanya.
Devany meletakkan sisir itu di meja rias Leonyca, lalu dia kembali masuk ke dalam walk in closet. Dia memungut pakaian Leonyca dan melipat pakaian itu dengan sabarnya.
Tangis Devany semakin pecah, dia memeluk salah satu baju yang sering Leonyca pakai.
"Mama harus bagaimana lagi, Nak? Bagaimana lagi menyembuhkan hatimu?" tanya Devany, dia menundukkan kepalanya.
Sementara itu, Leonyca pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Leonard dengan sabarnya mengikuti Leonyca dari belakang. Sama seperti Devany, Leonyca juga tidak mau berbicara pada Leonard.
KAMU SEDANG MEMBACA
PREDESTINATION
Teen Fiction[Seri Kedua My Little Girl] Klise, ketika dua insan manusia yang saling mencintai, tapi mereka terikat hubungan darah. •Matt Morris Christover (21) sudah menyukai bahkan mencintai keponakannya sejak lama. •Leonyca Reyner Reland (16) gadis yang benar...