47. Melepaskan

913 63 6
                                    

Sebelum baca, klik bintang dibawah dulu ya🌼
Selamat membaca, Guys❤
__________________

Leonyca menundukkan kepalanya, wajahnya terlihat lesu.

"Ony kenapa, hmm?" Suara itu begitu lembut menggelitik telinga Leonyca.

"Matt...." Leonyca menggeleng dan menatap Matt yang duduk di kursi roda tepat di depannya. Ya, Leonyca saat ini ada di rumah Matt.

"Ony terlihat tidak senang ya." Leonyca tersenyum.

"Aku juga tidak tahu kenapa seperti ini, Matt. Maaf...." Matt menggeleng. Dia meraih tangan Leonyca dan menggenggamnya dengan erat.

"Aku mengerti perasaan Ony. Salahku juga saat itu pergi begitu saja." Rasa bersalah itu masih terus menghantui Matt. Leonyca menarik tangannya dan merogoh tas selempangnya. Lalu dia mengeluarkan sebuah ponsel berwarna hitam milik Matt. Leonyca memberikan ponsel itu pada Matt.

"Aku mengembalikan ini. Aku rasa Matt membutuhkannya." Leonyca meletakkan ponsel itu di tangan Matt saat Matt tidak memberi respons apa pun.

"Waktu itu aku benar-benar tidak memikirkan ide boduhku itu dengan matang-matang. Matt, aku begitu menggebu-gebu untuk mencarimu, bahkan tidak memberitahu Mama dan Papa. Hanya Bang Lee yang tahu aku pergi. Dengan harapan besar saat kita bertemu, kita bisa langsung menikah." Leonyca menarik napasnya dan mengembuskan secara perlahan.

"Namun setelah kita bertemu, entah kenapa rasa yang menggebu-gebu itu hilang begitu saja. 5 tahun Matt pergi begitu saja tanpa memberi kabar padaku. Sekalipun Matt tidak pernah memberi kabar. Matt, apakah menurutmu begitu caranya mencintai yang benar?" Leonyca mengusap pipinya. Sementara Matt diam dan terus menatap Leonyca.

"Apa Matt tahu bagaimana sedihnya aku, bagaimana kehilangannya aku ditinggal begitu saja? Apa Matt tahu berapa lama waktu yang aku butuhkan untuk bangkit? Matt, setidaknya kalau kita tak bisa bersama-sama, jangan pergi menghilang begitu saja."

"Ony...." Matt mengusap air mata di pipi Leonyca.

"Sekarang aku sudah dewasa, Matt." Leonyca meraih tangan Matt dan menggenggamnya. Dia tersenyum.

"Aku sudah 21 tahun. Aku sudah bisa berpikir dengan benar. Aku tahu sampai kapan pun kita tidak bisa bersama. Semua orang menentang hubungan kita. Matt juga tahu hal itu. Iya kan, Matt?" Matt mengangguk dengan berat hati.

"Aku tidak mau melawan takdirku, Matt." Matt memejamkan matanya, hatinya serasa sesak. Dia mengerti maksud pembicaraan Leonyca.

"Ony, seandainya aku tidak pergi saat itu, apakah kita bisa bersama?" Matt menundukkan kepalanya. Dia ingin terus bersama Leonyca, tapi ternyata kepergiannya telah mengubah perasaan gadis itu.

"Mungkin, Matt." Leonyca menghela napas pelan. Dia melepaskan tangan Matt dan memeluk lelaki itu.

"Ony akan meninggalkan aku?" Leonyca menggeleng.

"Aku tidak pergi kemana-mana, Matt. Aku akan membantu Matt agar bisa cepat berjalan lagi. Lalu kita bisa cari suasana baru. Hah, apa kabar ya apartemen?" Leonyca melepas pelukan mereka. Dia mengusap pipinya dari sisa air mata.

"Ony benar. Aku ingin cepat sembuh agar kita bisa melakukan banyak hal." Matt tersenyum. Dia akan mencoba melepaskan Leonyca dengan perlahan.

"Iya, Matt."

"Bagaimana sekolah Ony?" Leonyca tersenyum salah tingkah.

"Ony sudah lulus, kok Matt." Matt menaikkan sebelah alisnya.

"Kuliah?" Leonyca mengangguk.

"Aku mengambil Sastra Indonesia. Ternyata sangat membosankan dan aku menyesal ambil jurusan itu." Leonyca tersenyum lebar.

PREDESTINATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang